SOLOPOS.COM - Owner Griya Lilin Solo, Eki Puji Lestari, menunjukkan sejumlah produknya di sebuah pameran.(Istimewa)

Solopos.com, SOLO — Bermula dari hobi, warga Joyosuran, Pasar Kliwon, Solo, Eki Puji Lestari, sukses mengembangkan usaha lilin. Bahkan produknya kini bukan hanya diminati warga sekitar, namun mulai merambah pasar luar negeri.

Beberapa waktu lalu, tepatnya Kamis (4/1/2024), di sela-sela sebuah acara workshop UMKM, di Hotel Sahid Jaya, Solo, Eki menceritakan tentang usahanya. Dia mengatakan usaha Griya Lilin Solo yang dia jalankan sekitar 2010 lalu itu berawal dari hobi.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

“Saya suka keterampilan sejak kecil dan suka memasak. Jadi usaha ini berangkat dari hobi. Saya mengembangkan apa yang saya punya, untuk menjadi usaha saya,” kata dia.

Produk yang dia kembangkan pada awalnya hanya lilin biasa. Namun seiring berjalannya waktu dan beragamnya permintaan dari pelanggan, dia kemudian mencoba membuat lilin hias dengan beragam bentuk. Biasanya lilin-lilin itu dipesan sebagai suvenir.

“Sebagai pelaku usaha saya harus berpikir bagaimana caranya usaha ini harus terus jalan. Awalnya lilin biasa, kemudian suvenir, kemudian setelah mendapat banyak pendampingan dari dinas-dinas terkait di Kota Solo, serta masuk di berbagai organisasi, wawasan saya pun bertambah,” jelas dia.

Dari wawasan tersebut dia mencoba melihat keinginan pasar yang terus berkembang dan berubah. Saat itu dia pun mulai menyadari bahwa untuk tetap eksis, maka usaha yang dijalani harus memiliki keunikan atau kekhasan. Baginya, tidak ada salahnya mengikuti tren yang ada.

Eki menceritakan jika sekitar tahun 2000 lalu, sempat ada tren rainbow. Waktu itu  hampir semua aksesori atau produk-produk lain yang dibuat dengan konsep warna rainbow. Akhirnya dia juga membuat lilin rainbow dengan warna khas pelangi.

“Ternyata bisa booming juga saat itu. Saat menggelar stan di Ngarsopuro, stan saya termasuk paling banyak dikunjungi dan laris. Sebab tampilan yang warna-warni dan wangi karena saya campur aroma-aroma. Antusias customer tinggi saat itu,” kata dia.

Mulai saat itu dirinya terus belajar dan melakukan inovasi produk. Kini produknya bukan hanya lilin suvenir namun juga lilin aroma terapi hingga lilin replika makanan atau dummy food.

Dummy food dia kembangkan sejak 2015. Setelah melakukan berbagai percobaan dan tes pasar, pada 2017 produk tersebut mulai mendapat respons positif dari pasar. Pesanannya bukan hanya datang dari perorangan. Produk itu bahkan juga dipesan hotel dan kalangan perusahaan lainnya.

“Sempat mendapatkan order dari Unilever yang saat itu akan menggelar festival kuliner Nusantara. Jadi ada 100 jenis masakan lebih, saya suruh bikin tiruannya. Saya senang sekali ketika karya saya itu dipajang, dibawa ke berbagai daerah untuk festival itu,” paparnya.

Hal lain yang dilakukannya untuk mengembangkan usaha adalah dengan rutin mengikuti pameran. Dia mengatakan sering mewakili Solo dalam kegiatan pameran UMKM yang digelar di tingkat provinsi maupun nasional.

Pasar untuk produk yang dia kembangkan semakin luas. Terlebih selian pameran, dia juga memasarkan produknya secara online. Dengan begitu pasarnya bukan hanya lingkup daerah maupun Indonesia, namun sempat juga mendapat pesanan dari Malaysia dan Singapura.

Eki mengatakan upaya lain yang dia lakukan untuk bisa masuk ke pasar luar negeri adalah dengan mengikuti kegiatan kurasi produk UMKM. Seperti yang dilakukan Bank Indonesia dan UNS pada 2023 lalu. “Kami ikut lolos dan produknya dikirim ke Prancis. Sempat juga ikut pameran di Jakarta dan mendapatkan buyer dari Australia dan membeli produk untuk sempel,” kata dia.

Sedangkan tahun ini, sambungnya, Griya Lilin Solo mendapatkan pesanan dari Amerika untuk produk dummy food.
“Pesanannya seperti [replika] risol. Buyer sepertinya punya toko di sana [Amerika], kemudian kami diminta membuat replika makanan-makanan Indonesia. Kalau di freezer mungkin makanan tidak terlihat, jadi perlu replika untuk display,” kata dia.

Di sisi lain, Eki mengatakan meski saat ini usahanya mulai banyak dikenal orang dan diterima pasar yang lebih luas, bukan berarti tidak ada tantangan. Tantangan tersebut salah satunya adalah beredarnya produk impor dengan harga yang lebih murah.

Dia mengatakan ada produk lilin dari luar yang dijual dengan harga mulai Rp600 per biji. Hal itu menurutnya menjadi tantangan berat.

“Padahal kalau kami, untuk kemasan saja Rp750. Kalau untuk dalamnya tidak bisa, saya biasa jual mulai Rp5.000 [lilin suvenir], mereka Rp600,” kata dia.

Untuk bisa bersaing, dia lebih menguatkan dalam hal inovasi dan mengikuti tren.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya