SOLOPOS.COM - Ilustrasi mengakses pinjaman online. (freepik)

Solopos.com, SOLO—Manfaat yang ditawarkan fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol), kadang belum diterima masyarakat secara penuh. Terlebih dengan banyaknya kasus yang muncul dampak dari adanya pinjol ilegal. Untuk itu literasi keuangan terutama mengenai keuangan digital masih perlu dilakukan.

Hal itu diungkapkan Kepala Fintech Center UNS, Putra Pamungkas, dalam program Economic Chat yang disiarkan di Youtube Espos Indonesia dengan tema Bijak Mengakses Paylater dan Pinjaman Online, yang dipantau Solopos.com, Rabu (7/2/2024).

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Dia menjelaskan edukasi masih sangat penting untuk menguatkan pemahaman masyarakat mengenai keuangan digital. Termasuk mengenai pinjol dan paylater.

Tidak dimungkiri saat ini masih sering ditemui masyarakat yang terjerumus masalah karena mengakses pinjol tidak berizin OJK atau pinjol ilegal. Di mana biasanya pinjol ilegal tersebut akan melakukan cara-cara yang tidak dibenarkan, yang pada akhirnya akan menimbulkan persoalan.

“Alhamdulillah sekarang sudah ada UU [No. 4/2023] tentang P2SK [Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan]. Itu sekarang bisa menjerat platform yang menjalankan P2P lending tidak berizin,” kata dia.

Di sisi lain, dia menjelaskan jika anggapan masyarakat mengenai fintech karena kurangnya literasi juga telah memengaruhi tingkat kepercayaan terhadap fintech.

“Penelitian kami di Fintech Center [UNS], bahwa kepercayaan masyarakat kepada fintech itu paling rendah dibandingkan dengan bank, asuransi dan sebagainya. Kalau yang tingkat literasinya tinggi dengan yang tingkat literasinya rendah, itu kepercayaannya [pada] fintech lebih tinggi di [kalangan dengan] literasi yang tinggi. Artinya ada gap literasi keuangan yang membuat orang-orang apatis kepada fintech,” kata dia.

Dari hasil riset itu maka dari Fintech Center UNS terus melakukan edukasi. Jika berbicara mengenai manfaat, menurutnya fintech P2P lending atau pinjol memiliki sisi positif.

Misalnya saja untuk kalangan UMKM yang membutuhkan dana, namun masih kesulitan mengakses perbankan. Kadang ada kalangan UMKM yang meskipun ada pendapatan dari bisnisnya, namun tidak cukup untuk diajukan ke bank. Dalam kondisi tersebut mereka bisa mengajukan pinjaman ke pinjol yang fokus ke pembiayaan sektor UMKM.

“Ada juga di lingkup kampus yang kerja sama dengan P2P lending yang fokus ke edukasi, sehingga bisa untuk pembiayaan kuliah. UKT itu kan bayar sekali, kadang juga berat. Ada kadang P2P lending masuk ke situ sehingga UKT yang sekali bayar itu bisa dicicil enam kali atau 12 kali,” kata dia.

Atau ada sebagian mahasiswa yang mau ke luar negeri untuk sekolah namun tidak punya biaya. Maka bisa memanfaatkan P2P lending dengan sistem cicilan.

Artinya, sambungnya, P2P lending juga memiliki banyak sisi positif jika dilihat dengan kacamata yang lebih besar. Namun untuk memberikan pemahaman tersebut, perlu adanya literasi dan edukasi.

Diketahui, saat ini antara literasi keuangan dan inklusi keuangan masih ada celah yang perlu diperhatikan. Dengan Tingkat inklusi yang lebih tinggi, memungkinkan seseorang sudah mengakses layanan produk keuangan namun belum memahaminya.

Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 menunjukkan indeks literasi dan inklusi keuangan masyarakat. Hasil SNLIK tahun 2022 menunjukkan indeks literasi keuangan masyarakat Indonesia sebesar 49,68% dan inklusi keuangan sebesar 85,10%.

Nilai tersebut meningkat dibanding hasil SNLIK 2019 yaitu indeks literasi keuangan 38,03% dan inklusi keuangan 76,19%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya