Bisnis
Rabu, 5 Juni 2024 - 06:45 WIB

Kikis Ketidakadilan, Pemerintahan Mendatang Perlu Rasional Kelola Anggaran

Newswire  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi kondisi ekonomi. (Bisnis-Dok.)

Solopos.com, JAKARTA – Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didin S. Damanhuri meminta pemerintahan mendatang perlu bersikap rasional dalam mengelola APBN untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh masyarakat.

“Jadi, presiden terpilih Prabowo harus lebih rasional dalam mengelola APBN dalam rangka bagaimana tujuan nasional untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia secara sistematis arahnya benar,” ujar Didin S. Damanhuri dalam diskusi daring yang diikuti dari Jakarta, Selasa (5/6/2024) seperti dilansir Antaranews.

Advertisement

Menurut dia, saat ini terjadi ketidakadilan ekonomi dalam empat hal, yakni antarwilayah, antarsektor, antargenerasi, dan antargolongan.

Ia menuturkan bahwa ketidakadilan ekonomi antarwilayah terlihat dari belum meratanya kontribusi berbagai daerah terhadap pendapatan nasional, meskipun sistem otonomi telah diimplementasikan.

Advertisement

Ia menuturkan bahwa ketidakadilan ekonomi antarwilayah terlihat dari belum meratanya kontribusi berbagai daerah terhadap pendapatan nasional, meskipun sistem otonomi telah diimplementasikan.

“Setelah ada otonomi, kemudian tetap saja wilayah Jawa dan Sumatra yang menyumbang 70 persen PDB,” kata Didin.

Ia juga menyoroti belum membaiknya ketimpangan ekonomi antara kawasan barat Indonesia dengan kawasan timur Indonesia walaupun pemerintah pusat telah memberikan Dana Alokasi Khusus (DAK) ke daerah tertentu.

Advertisement

Ia pun menyayangkan adanya korupsi besar di sektor tambang, seperti dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015 hingga 2022 yang berdasarkan hasil audit BPKP mencapai Rp300 triliun.

Sementara itu, terkait ketidakadilan ekonomi antargenerasi, Didin menuturkan bahwa menurut data BPS, terdapat 10 juta gen Z yang tidak sekolah dan tidak bekerja, sementara rencananya nominal uang kuliah tunggal (UKT) akan dinaikkan.

“Ini sangat menusuk rasa keadilan bagi generasi milenial dan generasi Z,” ucapnya.

Advertisement

Ia juga membahas mengenai ketidakadilan ekonomi antargolongan yang terlihat dari Material Power Index (MPI) yang merupakan indikator ketimpangan pendapatan di suatu negara dengan menghitung perbandingan antara pendapatan 40 orang terkaya di negara tersebut dengan pendapatan per kapita.

Menurut dia, MPI di Indonesia cenderung meningkat sejak 2008 hingga 2023, walaupun sempat menurun pada 2015 hingga 2017. Pada tahun lalu, ketimpangan antargolongan pendapatan tersebut mencapai 1.056.000 kali sehingga tercatat sebagai yang terburuk di ASEAN.

Didin menilai salah satu hal yang mendorong terjadinya ketimpangan yang besar tersebut adalah sistem politik di era reformasi yang sangat mahal sehingga banyak konglomerat bisnis yang terlibat politik dan menjadi oligarki bisnis.

Advertisement

“Ketidakadilan sosial yang sangat mencolok tersebut menjadi tanggung jawab presiden terpilih Prabowo nanti, mau seperti apakah desain pembangunan yang bisa menyelesaikan masalah ketidakadilan sosial ini,” tuturnya.

 

 

 

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif