SOLOPOS.COM - Ilustrasi deflasi. (Freepik)

Solopos.com, SOLO–Kota Solo tercatat mengalami deflasi sebesar 0,19% pada Mei 2024 secara bulanan atau month to month (mtm). Asosiasi peritel dan penyewa pusat perbelanjaan menyebut adanya penurunan daya beli masyarakat.

Dewan Pembina Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Jawa Tengah (Jateng), Liliek Setiawan, menilai deflasi menjadi sinyal penurunan daya beli masyarakat.

Promosi Perluas Akses Kehidupan Desa, Telkom Rekonstruksi Jembatan Gantung di Sukabumi

Pihaknya mencatat saat ini tingkat belanja masyarakat di ritel modern mengalami penurunan sebanyak 11% secara nasional. Menurut Liliek, banyak masyarakat yang mulai beralih dari berbelanja di minimarket atau ritel modern ke pasar tradisional maupun toko kelontong.

Dia pun menyoroti beberapa merek ritel seperti Matahari ataupun Ramayana yang mulai meredup.

Liliek menegaskan permasalahan ini dipicu karena daya beli konsumen. Mayoritas market mereka adalah kelompok masyarakat dengan pendapatan menengah ke bawah. Kelompok ini rata-rata bekerja di industri manufaktur, salah satunya tekstil.

“Harus diingat bahwa pertumbuhan perekonomian Indonesia selalu ditopang oleh konsumsi dalam negeri sebagai penyumbang terbesar, sehingga apabila pasar dalam negeri tidak dilindungi maka lambat laun akan habis total,” terang Liliek saat dihubungi Solopos.com, Selasa (4/6/2024).

Liliek yang juga Wakil Ketua Asosiasi Pertekstilan (API) Jateng ini menyebut serapan pekerja di industri tekstil yang terdaftar di asosiasi tercatat ada 4,8 juta pekerja. Bahkan bisa mencapai 7 juta pekerja jika digabung dengan perusahaan yang tidak terdaftar di asosiasi.

Industri tekstil saat ini juga dihadapkan beragam tantangan, misalnya impor. Dia menyebut saat ini utilisasi industri tekstil berkisar 40% hingga 50%. Dengan kondisi, ini menurut Liliek muncul kekhawatiran meningkatnya gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Pada bagian lain, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Solo, Ratna Setyowati, menyebut komoditas penyumbang deflasi mtm di Solo pada Mei 2024 rata-rata berasal dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Antara lain beras, daging ayam ras, cabai rawit, pepaya, tarif angkutan antar kota, pisang, tomat, bawang merah, tarif kereta api, bawang putih, jeruk dan daging sapi.

Ratna menyebut fenomena deflasi ini tidak secara langsung dipengaruhi oleh daya beli masyarakat. Menurut dia, deflasi pada periode ini cenderung disebabkan ketersediaan stok sehingga harga cukup terkendali.

Dia menjelaskan pada Mei 2024 hingga Juni 2024  masih masuk dalam masa panen sebagai dampak bergesernya masa tanam.

“Pada Mei ada juga fenomena penyesuaian relaksasi harga acuan penjualan dan harga eceran tertinggi berlaku di komoditas tertentu,” ujar Ratna dalam jumpa pers di Aula BPS Solo, Selasa.

Pihaknya juga mencatat pada periode yang sama Kota Solo mengalami inflasi year on year (yoy) sebesar 2,94% dengan indeks harga konsumen (IHK) sebesar 106,72.

Inflasi tahunan ini terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya indeks kelompok pengeluaran,  yaitu kelompok makanan, minuman dan tembakau sebesar 7,91% kelompok pakaian dan alas kaki sebesar 1,24 % kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga sebesar 0,96%.

Berdasarkan data yang dihimpun dalam publikasi BPS Solo bertajuk Kota Surakarta Dalam Angka 2024 tercatat ada penurunan rata-rata pengeluaran per kapita sebulan pada 2023. Pada 2022 rata-rata pengeluaran per kapita warga Solo sebanyak Rp1.746.011. Angka ini turun menjadi Rp1.675.332 pada 2023.

Pada 2023, mayoritas warga Solo bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai yaitu sebanyak 149.921 orang. Disusul dengan kelompok pengusaha sebanyak 59.096 orang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya