SOLOPOS.COM - Ilustrasi beras. (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA–Kenaikan harga beras yang terus terjadi dinilai bisa diatasi dengan strategi diversifikasi pangan. Hal itu karena diversifikasi pangan memiliki potensi untuk menciptakan kestabilan pada pasokan pangan dan mengurangi risiko inflasi yang dapat muncul.

“Saran konkret untuk mengurangi tekanan ekonomi akibat kenaikan harga beras, menurut saya kita tidak harus makan beras. Ada kan macam-macam sumber karbohidrat, tidak hanya dari beras, bisa dari singkong, sorgum. Jadi, saran konkretnya adalah diversifikasi pangan,” kata Direktur Program Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti saat dihubungi di Jakarta, Jumat (2/2/2024).

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Dia menambahkan strategi diversifikasi pangan memiliki potensi untuk menciptakan kestabilan pada pasokan pangan dan mengurangi risiko inflasi yang dapat muncul seiring dengan kenaikan harga beras.

Lebih lanjut, Esther memberikan contoh masyarakat Papua yang sebaiknya tidak dipaksa untuk mengonsumsi beras, melainkan diberi kebebasan untuk tetap makan sagu sesuai dengan kebiasaan mereka.

Demikian pula dengan masyarakat Nusa Tenggara yang dulu terbiasa makan nasi jagung. Esther menilai mereka seharusnya diberi keleluasaan untuk mempertahankan pola konsumsi tersebut. Jadi, lanjutnya. harus ada diversifikasi pangan sehingga kalau ada kenaikan harga beras ya kita bisa lebih santai.

“Konsep diversifikasi pangan bukan hanya sebagai solusi praktis, tetapi juga sebagai strategi untuk menciptakan ketahanan pangan yang lebih luas dan fleksibel, dengan begitu dapat terwujud swasembada beras,” ungkap dia dilansir Antara.

Selain diversifikasi pangan, ungkap Esther, beberapa kebijakan yang bisa mengontrol harga beras adalah swasembada pangan dengan memastikan suplai atau stok beras di masyarakat tetap aman; kedua, distribusi beras tidak terhambat.

Ketiga, memastikan biaya transportasi tetap terjaga karena hal tersebut akan berpengaruh pada kenaikan harga komoditas serta mengendalikan permintaan meskipun terbilang susah karena jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat.

Swasembada Beras

Esther berharap Indonesia bisa mengalami swasembada beras seperti pada kejayaannya pada 1984, di mana saat itu Indonesia mendapat penghargaan dari Organisasi Pangan dan Pertanian internasional atau Food and Agriculture Organization (FAO).

“Tapi sekarang kita adalah importir beras, kalau kita bisa memproduksi beras sendiri, maka kita lebih mudah untuk mengontrol harga beras dan bisa memenuhi pangan masyarakat dari produksi dalam negeri sendiri,” tutur Esther.

Menurutnya, dampak kenaikan harga beras terhadap ekonomi rumah tangga masyarakat akan sangat signifikan apalagi rumah tangga miskin 50 persen lebih pendapatannya dialokasikan untuk konsumsi pangan.

“Kita harus penuhi perut kita sendiri dari produksi dalam negeri, jadi jangan mengandalkan pangan dari negara lain, kita harus melakukan swasembada pangan,” kata Esther.

Diberitakan sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan kenaikan harga komoditas pangan termasuk beras terjadi akibat faktor cuaca dan rusaknya beberapa akses infrastruktur sehingga menghambat distribusi komoditas pangan.

Plt Kepala BPS Amalia A. Widyasanti saat menyampaikan Berita Resmi Statistik di Jakarta, Kamis (1/2/2024), menjelaskan secara umum kenaikan harga beras terjadi di 28 provinsi, sedangkan harga beras di 10 provinsi lainnya menunjukkan penurunan. Kemudian, seluruh provinsi di Pulau Jawa dan Bali Nusra disebut mengalami kenaikan harga beras.

Menurut Amalia, tingginya harga beras dipengaruhi oleh suplai yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan permintaan yang tinggi. Salah satu isu yang menyebabkan tingginya harga beras adalah beberapa negara penghasil beras menahan ekspornya sehingga menyebabkan pasar global relatif naik. Sedangkan faktor pendukung dari dalam negeri lantaran produksi beras terhalang oleh El Nino.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya