SOLOPOS.COM - Warga mengantre saat mengikuti operasi pasar murah yang diselenggarakan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Solo di halaman Kantor Kecamatan Banjarsari, Solo, Jumat (24/11/2023). TPID Kota Solo menggelar operasi pasar dengan menyediakan beras kualitas medium sebanyak 5 ton yang dijual dengan harga Rp50.000 per kemasan lima kilogram, minyak goreng Rizky sebanyak 600 botol seharga Rp13.500 per 900 mililiter, dan gula pasir sebanyak 1 ton dengan harga Rp15.500 per kilogram untuk membantu warga mendapatkan bahan kebutuhan pokok dengan syarat menunjukan KTP tersebut sebagai upaya mengendalikan inflasi pangan di Kota Solo. (Solopos/Joseph Howi Widodo).

Solopos.com, SOLO — Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Anton Agus Setiawan menilai pasar murah tetap diperlukan untuk mengendalikan harga pasar.

Menurut dia, digelarnya pasar murah paling tidak bisa memberikan warning kepada spekulan agar tidak terus melakukan spekulasi harga.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Mengacu pada publikasi Badan Pusat Statistik (BPS) Solo, pada Desember 2023, inflasi Kota Solo mencapai 3,2%. Angka inflasi tersebut termasuk yang tertinggi di Jawa Tengah (Jateng). Gejala ini, menurut Anton juga terjadi pada 2-3 tahun terakhir.

Ada beberapa alasan tingginya angka inflasi di Kota Bengawan. Hampir semua pasokan kebutuhan di Kota Solo disokong dari daerah lain.

“Kalau saya amati memang ada beberapa sebab. Kenapa angka inflasi di Solo itu tinggi? Pertama memang benar supply [Solo] hampir semuanya dari luar daerah. Yaa wajar karena Solo perkotaan sehingga enggak mungkin menghasilkan komoditas pangan, dan sebagainya,” terang Anton saat dihubungi Solopos.com, pada Selasa (9/1/2024).

Selain pasokan, Anton menyebut permintaan konsumsi di Kota Solo cukup tinggi.

“Kemudian kalau dilihat dari pola indeks harganya di BI itu, ada beberapa komoditas yang naik nilainya atau naik harganya,” kata dia.

Ada beberapa komoditas yang berkontribusi tinggi terhadap inflasi, salah satunya beras dan cabai rawit

“Kenapa kemudian penyumbang ke inflasi atau angka kontribusinya tinggi? Karena bahan dari beberapa industri pangan atau kuliner dan Solo kan cukup banyak itu,” tambah Anton.

Lebih lanjut Anton menyebut sektor transportasi juga menjadi salah penyumbang inflasi selain komoditas pangan. Dia menilai perlu ada intervensi dari Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di sektor transportasi. Harga bahan bakar minyak (BBM) yang fluktuatif perlu juga diperhatikan.

“Tarif transportasi itu bisa enggak diintervensi untuk turun, paling tidak mengendalikan supaya tidak jadi penyebab inflasi. Kemudian saya kira TPID tidak hanya melakukan operasi pasar, tapi melakukan pengawasan tindakan spekulatif. Karena ada beberapa lokasi pasar di Solo jadi salah satu penentu harga. Karena pasar ini mengendalikan suplai komoditas pangan,” ujar Anton.

Anton menilai pemerintah setempat perlu mendekati pedagang agar tidak mencari untung terlalu besar agar menekan inflasi. Karena dalam sistem oligopoli, pedagang atau pasar mempunyai peran untuk mengendalikan harga. Sebab dampak negatif inflasi salah satunya bisa mengurangi nilai riil pendapatan masyarakat karena kenaikan harga.

Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispartan KPP) Kota Solo, Eko Nugroho Isbandijarso menguraikan Gerakan Pangan Murah yang digelar cukup efektif menekan kenaikan harga. Namun langkah ini tidak menurunkan harga pangan secara signifikan.

“Salah satu upaya untuk menekan inflasi, tapi [harga] juga bisa bertahan, tidak melambung tinggi. Walaupun harganya memang, masih mahal, tapi bisa mengendalikan harga pasar,” ujar Eko pada Senin (8/1/2024).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya