SOLOPOS.COM - Ilustrasi mudahnya mengakses pinjaman online. (freepik).

Solopos.com, JAKARTA — Skema pinjaman biaya pendidikan bunga rendah untuk mahasiswa (student loan) yang digunakan untuk membayar uang kuliah tunggal (UKT) hanya menjadi salah satu alternatif.

Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengingatkan bahwa produk jasa keuangan pada dasarnya bertujuan memudahkan kehidupan masyarakat asalkan produk tersebut memang digunakan secara tepat dan sesuai kebutuhan.

Promosi Jelang HUT ke-59, Telkom Gelar Customer Gathering hingga Beri Bantuan ke UMKM

“Tiap produk keuangan itu tidak tentu cocok untuk semua orang, termasuk seperti student loan ini kan menjadi satu alternatif saja yang bisa dipilih oleh mahasiswa khususnya mahasiswa S1,” kata perempuan yang akrab disapa Kiki itu saat dijumpai di Palembang, Minggu (26/5/2024) seperti dilansir Antaranews.

Kiki memandang, skema tersebut memerlukan kajian yang matang oleh berbagai pihak, termasuk pihak perbankan, apabila hendak mewujudkan skema tersebut dengan tetap mempertimbangkan tujuan utama yakni membantu mahasiswa hingga lulus kuliah.

“Misalnya, term and condition-nya dipermudah. Misalnya, nanti kalau membayar bisa setelah dia bekerja dan lain-lain. Jadi term and condition-nya bisa dibahas untuk semua pihak bisa dengan win-win solution,” ujar Kiki.

Di sisi lain apabila pemerintah memiliki skema lain yang memungkinkan biaya UKT sangat terjangkau, langkah ini dinilai Kiki juga lebih baik. Namun, kata Kiki, langkah ini tentu tidak mudah sehingga produk jasa keuangan untuk mahasiswa dapat menjadi jembatan.

Sebagai informasi, wacana skema student loan kembali mengemuka di tengah biaya UKT yang melonjak tinggi hingga memicu demo mahasiswa di berbagai daerah.

Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyatakan bantuan pinjaman biaya pendidikan bunga rendah untuk mahasiswa atau student loan akan memperluas kesempatan anak-anak Indonesia untuk dapat berkuliah.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK Warsito menyebutkan angka partisipasi kasar (APK) perguruan tinggi saat ini masih rendah yaitu di bawah 40 persen.

“Kita semua melihat latar belakang yaitu masih rendahnya APK pendidikan tinggi yang di bawah 40 persen sehingga mau tidak mau pemerintah akan mengakselerasi kuantitas dan kualitas APK pendidikan tinggi kita seperti negara-negara ASEAN lainnya,” katanya di Jakarta, Senin (18/3/2024) seperti dilansir Antaranews.

Warsito menuturkan bantuan pinjaman biaya pendidikan bunga rendah untuk mahasiswa student loan yang nantinya digunakan untuk membayar uang kuliah tunggal (UKT) ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia.

Meski demikian, ia menegaskan hingga saat ini skema beserta aturan student loan tersebut masih dalam tahap pengkajian termasuk terkait tata kelola pengembalian pinjaman oleh mahasiswa.

Sejauh ini terdapat dua skenario student loan yang sedang dikaji yaitu pertama adalah pinjaman sangat lunak seperti kredit mikro yakni pinjaman diberikan dengan jumlah kecil sekaligus bunga yang juga kecil sedangkan skenario kedua adalah pinjaman tanpa bunga atau dana bergulir.

“Ini yang sedang menjadi fokus kami, membahas kemampuan pihak-pihak lain tidak hanya pemerintah tentunya CSR dan filantropi untuk bagaimana membuat skenario yang tanpa bunga,” katanya.

Tak hanya itu, Warsito mengatakan pemerintah turut mengkaji sistem pengembalian dana student loan yaitu berkaitan dengan melacak alumni ketika peminjam sudah selesai berkuliah dan memiliki kewajiban untuk membayar pinjaman.

Hal tersebut, kata Warsito, akan ditempuh pemerintah salah satunya melalui penguatan basis data termasuk bekerja sama dengan berbagai ikatan alumni perguruan tinggi yang ada di Indonesia.

Terlebih, kebijakan student loan ternyata pernah hadir di Indonesia pada sekitar 1980-an namun tidak berlangsung lama karena sulitnya melacak alumni yang meminjam dana hingga akhirnya pengembalian tidak berjalan dengan baik.

“Kita belajar dari situ. Berbagai konsep, tata kelola, dan skenario termasuk penyatuan data serta nomor induk kependudukan (NIK) sehingga akan tertelisik dengan baik seperti (yang diterapkan) di negara maju,” kata Warsito.

Fenomena Pinjol

Sebelumnya pada awal tahun ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyampaikan bahwa Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) tengah menyiapkan pengembangan student loan, namun masih dalam tahap pengkajian.

Hal itu disampaikan Sri Mulyani merespons isu penggunaan fasilitas pinjaman oleh mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB) dari perusahaan peer-to-peer lending (P2P Lending) yang digunakan untuk membayar UKT.

Bendahara Negara itu juga telah mewanti-wanti agar student loan tak mengalami gagal bayar seperti yang terjadi di Amerika Serikat (AS) sehingga berujung pada pinjaman yang justru membebani mahasiswa.

“Saat ini, terkait dengan adanya mahasiswa yang masih membutuhkan pinjaman kita sekarang sedang membahas dengan Dewan Pengawas LPDP meminta untuk mengembangkan student loan,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers KSSK di Jakarta, Selasa (30/1/2024) seperti dilansir Antaranews.

Sri Mulyani memerincikan, student loan nantinya menyasar para mahasiswa yang tidak memiliki kemampuan secara ekonomi untuk membayar uang kuliah. Sumber dana student loan akan dialokasikan dari dana abadi yang tersedia pada progam LPDP.

Dibuatnya skema tersebut menurut Sri Mulyani, sangat diperlukan lantaran akses pendidikan harus dapat dinikmati oleh semua masyarakat. Oleh karena itu student loan dirancang agar biaya pendidikan tidak terlalu membebani para mahasiswa.



Namun ia mewanti-wanti agar student loan tak mengalami gagal bayar seperti yang terjadi di Amerika Serikat (AS) sehingga berujung pada pinjaman yang justru membebani mahasiswa.

“Kami sudah membahas dengan perbankan, LPDP nanti akan merumuskan bagaimana affordability pinjaman itu (student loan). Sehingga tidak memberatkan mahasiswa, tapi tetap mencegah terjadinya moral hazard, dan tetap memberikan afirmasi terutama kepada kelompok yang tidak mampu,” ujarnya.

Lebih lanjut, Bendahara Negara itu menjelaskan bahwa sejauh ini program LPDP terus mengalami perkembangan, dari yang awalnya Rp1 triliun hingga saat ini hampir mencapai Rp139 triliun. Ditambah dengan penambahan anggaran yang mencapai Rp150 triliun.

Sri Mulyani menyampaikan bahwa dalam program LPDP, banyak jendela yang dibuat antara lain dana abadi untuk penelitian, perguruan tinggi, pesantren, dan diperluas untuk pendidikan agama lainnya.

Menurutnya, dana abadi turut merespon banyak hal termasuk kebijakan yang disebut beasiswa afirmasi, terutama untuk para murid jenjang S1.

“Bahkan untuk kebutuhan yang sangat spesial seperti Menteri Kesehatan ingin memperbanyak jumlah dokter spesialis. Ini selalu kami coba akomodasi,” tuturnya.

Lebih lanjut, Sri Mulyani menilai program student loan merupakan upaya pemerintah untuk mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang handal. Untuk itu, pendidikan menjadi sesuatu yang krusial untuk terus melakukan perbaikan kualitas pendidikan di Indonesia.

“Untuk mencapai SDM yang baik kualitasnya, maka kita akan terus memperbaiki berbagai isu mengenai human capital terutama di pendidikan melalui program yang didanai LPDP,” pungkasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya