Bisnis
Selasa, 30 Januari 2024 - 21:06 WIB

Tingkat PHK di Jateng Nomor 3 Tertinggi di Indonesia, Ini Analisis Apindo Solo

Galih Aprilia Wibowo  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi PHK massal.(Freepik).

Solopos.com, SOLO — Jawa Tengah menjadi provinsi nomor tiga tertinggi tingkat pemutusan hubungan kerja (PHK) pada 2023 setelah Jawa Barat dan Banten. Sedikitnya ada 9.435 pekerja yang terkena PHK dalam periode tersebut.

Hal ini mengacu pada unggahan akun Instagram, @dataindonesia_id, yang diakses Solopos.com, pada Selasa (30/1/2024). Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat, jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) mencapai 63.806 orang pada 2023.

Advertisement

Jumlah tersebut meningkat hingga 154,07% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebanyak 25.114 orang. Menurut wilayahnya, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah korban PHK terbanyak pada 2023, yaitu 19.222 orang.

Jumlahnya setara dengan 30,13% dari total korban PHK secara nasional. Posisinya diikuti Banten dengan 11.140 orang yang menjadi korban PHK pada sepanjang tahun lalu. Kemudian, korban PHK di Jawa Tengah dilaporkan sebanyak 9.435 orang.

Advertisement

Jumlahnya setara dengan 30,13% dari total korban PHK secara nasional. Posisinya diikuti Banten dengan 11.140 orang yang menjadi korban PHK pada sepanjang tahun lalu. Kemudian, korban PHK di Jawa Tengah dilaporkan sebanyak 9.435 orang.

Wakil Sekretaris Apindo Kota Solo, Sri Saptono Basuki menyebut kondisi geopolitik, lesunya pasar, dan perlambatan ekonomi atau stagflasi menjadi salah satu penyebab adanya PHK. Dengan adanya kondisi tersebut, menurut dia belum mendorong pertumbuhan di beberapa usaha.

“Apakah badai PHK akan terjadi [tahun ini]? Mungin. Hal ini tergantung banyak hal. Paling utama, daya saing dalam berkompetisi di market baik lokal maupun global,” ujar Basuki saat dihubungi, pada Selasa.

Advertisement

Basuki menguraikan di Soloraya, tentu ada pengurangan jam kerja sehingga ada tenaga kerja dengan jam kerja yang tidak maksimal yang bisa berujung ke arah PHK. Sebab, lanjut Basuki, utilitas tidak terpenuhi dan tidak mampu secara ekonomi dalam menjalankan bisnisnya.

Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) ’92, Endang Setiowati, menyebut di anggota serikat pekerja di tempatnya tidak ada laporan PHK sepihak dari perusahaan. Namun banyak pekerja yang juga mengundurkan diri karena perkembangan industri digital.

Menurut Endang banyak pekerja anak muda yang kurang meminati pekerjaan di sektor industri formal. Endang memperkirakan angka PHK di Jawa Tengah yang cukup tinggi karena dunia usaha masih mencoba pulih seusai pandemi Covid-19.

Advertisement

Namun, harus diperhatikan industri di sektor apa yang mengalami PHK paling besar. Banyak angkatan kerja anak muda, yang memilih untuk bekerja di sektor informal, misalnya menjadi pekerja lepas, kreator konten, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan lain-lain.

Endang menyebut banyak anak muda yang terjun di sektor UMKM karena pola pemasaran produk UMKM yang serba digital dan mudah. Serta, lanjut dia, pendapatan yang mereka terima kadangkala lebih besar dari pekerja pabrik.

Namun yang perlu dipertimbangkan, adalah jaminan kerja baik dari jaminan kesehatan dan jaminan kesehatan. “Orang yang bekerja di sektor informal itu kan juga rentan. Sedangkan di formal seharusnya sudah wajib diberikan oleh perusahaan,” papar dia.

Advertisement

Oleh sebab itu, bagi para pekerja di sektor informal harus memikirkan asuransi atau jaminan karena bisa mendaftarkan secara mandiri.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif