SOLOPOS.COM - Ilustrasi mengisi bensin atau BBM. (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA – Rencana pemerintah untuk mengerek pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) akan berdampak terhadap harga jual eceran bahan bakar minyak atau BBM nonsubsidi.

Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman menyampaikan, PBBKB merupakan salah satu komponen pembentuk harga eceran BBM nonsubsidi. Saat ini, kata Saleh, harga jual eceran BBM nonsubsidi seperti Pertamax berbeda-beda di sejumlah daerah. Misalnya, DKI Jakarta dipatok Rp12.950 per liter, Bali Rp13.200 per liter, dan Papua Rp13.500 per liter.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

“Jika dari 5% naik jadi 10%, tentu ada dampaknya terhadap harga jual eceran bbm nonsubsidi,” kata Saleh kepada Bisnis.com, Minggu (28/1/2024).

Kendati ada wacana untuk mengerek PBBKB, dia berharap masyarakat yang selama ini menggunakan BBM nonsubsidi tetap memilih bahan bakar yang lebih ramah lingkungan.

Sementara itu, Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso menuturkan harga BBM nonsubsidi bersifat fluktuatif. Pasalnya, harga BBM nonsubsidi mengikuti tren harga minyak dunia.

“Setiap bulannya penyesuaian harga BBM nonsubsidi sudah diberlakukan sehingga masyarakat diharapkan sudah terbiasa,” jelasnya.

Penetapan harga bbm nonsubsidi sendiri telah diatur dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020 tentang Formula Harga Dasar Dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Bensin dan Minyak Solar yang Disalurkan Melalui Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum.

Sementara itu, DKI Jakarta telah menetapkan tarif PBBKB sebesar 10% melalui Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta No.1/2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Khusus untuk BBM kendaraan umum, tarif PBBKB ditetapkan sebesar 50% dari tarif PBBKB untuk kendaraan pribadi. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya menegaskan kenaikan PBBKB masih merupakan wacana.

Wacana tersebut muncul guna mengatasi masalah polusi udara dan mengakselerasi kenaikan penggunaan kendaraan listrik. Adapun saat ini, Luhut mengaku belum memerinci dampak kenaikan pajak PBBKB terhadap harga jual BBM. Pihaknya masih terus mengkaji dan memperhitungkan dampak kenaikan pajak PBBKB terhadap berbagai aspek, termasuk harga BBM.

“Saya baru lihat sepintas, ini masih dihitung baik-baik. Bisa saja harga subsidi menjadi kurang, jadi nggak perlu lagi, kita subsidi aja ke sana. Kita belum tahu pastinya,” jelas Luhut di Kantor Kemenko Marves, Jakarta, dikutip Minggu (28/1/2024).

Sementara itu, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi mengatakan kenaikan pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) dapat berimbas kepada naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi di DKI Jakarta.

“PBBKB masuk dalam komponen pembentuk harga BBM, sehingga dengan adanya kenaikan dari 5 persen menjadi 10 persen, tentunya akan berimbas pada naiknya harga BBM,” ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, Senin (29/1/2024) seperti dilansir Antaranews.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan aturan baru terkait besaran PBBKB. Melalui Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, tarif PBBKB ditetapkan mengalami kenaikan menjadi 10 persen dari sebelumnya 5 persen.

Sesuai beleid yang berlaku sejak 5 Januari 2024 itu, khusus tarif PBBKB untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan sebesar 50 persen lebih rendah dari kendaraan pribadi.

Menurut Fahmy, kenaikan tarif pajak bahan bakar kendaraan bermotor itu juga kurang tepat diterapkan pada tahun politik seperti saat ini.

“Saya kira di tahun politik ini tidak akan diterapkan secara meluas, karena akan mempunyai dampak terhadap peningkatan inflasi kemudian penurunan daya beli,” sebutnya.

Ia pun menilai kenaikan tarif PBBKB tidak serta merta akan mendorong masyarakat beralih ke kendaraan listrik secara signifikan. Pasalnya, banyak variabel yang memengaruhi orang untuk menggunakan kendaraan listrik.

“Keputusan membeli kendaraan listrik itu banyak faktor yang memengaruhinya, tidak semata-mata tentang harga. Kalau misalnya diberikan subsidi dalam jumlah yang besar, juga tidak mendorong konsumen kemudian berpindah, karena banyak variabel seperti ketersediaan infrastruktur untuk kendaraan listrik, kemudian juga ketersediaan jaringan service after sales-nya,” jelas Fahmy.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya