SOLOPOS.COM - Inflasi. (Freepik)

Solopos.com, SOLO— Februari 2024 lalu, Solo mengalami inflasi 2,82% secara year on year (yoy). Meski disebut masih aman, namun hal itu harus menjadi alarm.

Bisa dikatakan pada Februari 2024, sejumlah komoditas pangan mengalami peningkatan harga. Mulai dari beras, daging ayam ras, telur ayam ras, bawang merah, bawang putih, dan beberapa jenis cabai. Sedangkan minyak goreng dan gula pasir stabil.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Jika melihat daftar harga komoditas pangan yang diunggah di https://www.bi.go.id/hargapangan, terlihat jika pada Februari 2024, tepatnya pada 20 Februari, secara serentak semua jenis beras naik harga. Jika sebelumnya harga beras antara Rp13.900-Rp17.750/kg, naik menjadi antara Rp14.850-Rp18.500/kg.

Harga daging ayam ras juga naik. Pada pekan pertama Februari dari Rp33.500/kg menjadi Rp34.500/kg. Kemudian pada 27-29 Februari kembali naik secara bertahap mulai Rp35.250/kg hingga Rp36.250/kg.

Harga telur ayam, jika pada awal Februari sekitar Rp25.500/kg, pada akhir Februari telah menjadi Rp31.250/kg. Bawang merah yang dari Rp29.000/kg pada awal bulan menjadi Rp36.500/kg, meskipun pada 29 Februari turun ke harga Rp35.250/kg. Sedangkan untuk bawang putih, juga ada peningkatan meski selisih Rp250/kg yakni dari Rp38.500/kg menjadi Rp38.750/kg.

Untuk harga cabai, jenis merah besar dari Rp62.500/kg kemudian terus naik menjadi Rp90.000/kg pada 22 Februari. Harga baru turun pada tiga hari menjelang akhir bulan dan pada 29 Februari harga cabai jenis tersebut sekitar Rp73.750/kg. Cabai keriting dari Rp45.750/kg naik menjadi Rp89.250/kg pada 23 Februari, kemudian berangsur turun. Cabai rawit merah dari Rp32.500/kg dan bergerak naik hingga puncaknya di 22 Februari yakni menjadi Rp76.750/kg.

Kondisi harga di pasar tersebut juga berdampak pada inflasi daerah. Sebab sesuai data BPS, pada Februari 2024, Kota Solo mengalami inflasi yoy sebesar 2,82% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 106,02. Kemudian tingkat inflasi month to month (mtm) sebesar 0,61% dan tingkat inflasi year to date (ytd) sebesar 0,50%.

Jika dibandingkan pada bulan sebelumnya, yakni Januari, inflasi yoy Kota Solo sebesar 2,67% dengan IHK sebesar 105,38. Sedangkan secara mtm dan ytd, Solo mengalami deflasi masing-masing sebesar 0,10 persen.

Menurut Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Solo, Dwiyanto Cahyo Sumirat, Senin (18/3/2024) lalu, laju inflasi daerah akan mengikuti pertumbuhan ekonominya. Jika pertumbuhan ekonomi tinggi, biasanya inflasi juga tinggi.

“Ini terkonfirmasi bahwa pada Februari 2024, inflasi tahunan Solo ada di 2,82%. Ini masih aman, masih berada di rentang target 2,5% plus minus 1,” kata dia Senin (18/3/2024) lalu.

Perlu Diwaspadai

Meski begitu, menurutnya kondisi inflasi di Solo harus dijadikan alarm. Hal itu karena melihat inflasi yang terjadi, meski baru masuk di bulan kedua, namun inflasinya sudah berada di atas titik tengah dari target.

“Ini belum masuk Ramadan dan Lebaran namun angkanya sudah berada di atas titik tengah dari target. Apalagi jika dibandingkan Januari dimana bahkan untuk kondisi bulanannya mengalami deflasi 0,10%. Sedangkan di Februari ada inflasi di 0,61%,” lanjut dia.

Untuk itu menurutnya, diperlukan upaya lebih untuk menjaga inflasi agar tetap berada dalam sasaran inflasi nasional (2,5% plus minus 1 % pada 2024.

Dikatakan jika sebagai bagian dari upaya tersebut, telah dilakukan gerakan pasar murah dan mengaktifkan kios mirunggan di berapa pasar seperti Pasar Gede, Pasar Legi, dan Pasar Nusukan. Pihaknya juga telah bekerja sama dengan Bulog untuk penjualan beras di kelurahan-kelurahan. Menurutnya hal itu dilakukan agar masyarakat bisa mendapatkan kebutuhan bahan-bahan pokok dengan harga yang terjangkau dan jumlah yang cukup.

Dalam melakukan langkah penanganan inflasi, pihaknya juga telah melakukan komunikasi dengan pemerintah daerah di Soloraya.

“Kami sudah melakukan komunikasi dengan Asisten 2 di masing-masing kabupaten/kota di Soloraya. Sebab kondisinya sekarang ada kabupaten yang surplus, ada yang defisit. Misalnya saat defisit terjadi di Kota Solo, namun di daerah lain ada yang surplus, misalnya di Boyolali atau Karanganyar,” kata dia.

Mengenai komoditas penyumbang inflasi, sepanjang penyelenggaraan Lebaran sejak 2019-2023, komoditas yang paling sering muncul sebagai penyumbang inflasi yakni minyak goreng, telur ayam ras dan daging ayam ras. Untuk itu komoditas-komoditas tersebut perlu diwaspadai. Selain itu, ada pula beberapa risiko yang perlu diwaspadai. Di antaranya adalah mengenai kenaikan harga beras yang sempat terjadi belum lama ini. Meskipun beberapa waktu terakhir harganya sudah mulai turun.

“[Pergerakan harga] daging ayam ras, telur, bawang merah, bawang putih, komoditas transportasi dan mundurnya musim panen juga perlu diwaspadai,” kata dia.

Di sisi lain, ada beberapa komoditas yang menjadi downside risk, yakni aneka cabai yang memasuki masa panen. Dimana diharapkan bisa mengatasi tekanan atau lonjakan harga di pasar.

Sementara berdasarkan data historis, disebutkan jika hingga 15 Maret 2024, mayoritas komoditas di wilayah Solo mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Terutama untuk komoditas daging ayam, telur ayam dan bawang merah serta beras yang masih stabil tinggi.

Meski begitu lonjakan harga menjelang Ramadan dan Lebaran, hingga menjadikan inflasi melebihi batas tengah target, dinilai menjadi sesuatu yang wajar. Hal itu karena disebabkan banyak masyarakat yang memiliki ekspektasi berlebihan saat Ramadan atau menjelang Lebaran. Banyak masyarakat yang berbelanja untuk memenuhi stok beras, gula dan lainnya.

“Untuk itu kami mengajak masyarakat tidak perlu panik dalam berbelanja. Bijak belanja,” jelas dia.

Dikatakan pula jika untuk mendukung memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut, pemerintah akan selalu hadir. Sementara mengenai perkiraan inflasi di masa Ramadan dan Lebaran tahun ini, Kepala Data Surveilans Ekonomi Keuangan KPw BI Solo, Hafidh Amrullah, mengatakan jika bicara perkiraan inflasi saat Ramadan dan Lebaran, maka akan melihat kondisi di dua bulan yang berbeda. Bulan pertama adalah bulan yang bertepatan dengan awal Ramadan dan bulan kedua yang bertepatan dengan Lebaran.

“Secara pola untuk 2024, jatuhnya Puasa dan Lebaran akan mirip pada 2021 dan 2018. Dimana awal puasa jatuh di pertengah bulan dan Lebaran juga di tengah bulan berikutnya,” kata dia.



Namun jika melihat kondisinya, dia lebih menyamakan kondisi di 2024 ini dengan kondisi di 2018. Sebab untuk kondisi di 2021 masih berada di masa pandemi, sehingga kurang bisa menggambarkan dengan kondisi saat ini.

Disebutkan jika di 2018, kondisi inflasi di bulan atau yang bertepatan dengan awal Ramadan akan memiliki tekanan yang tidak setinggi bulan kedua atau bulan yang bertepatan dengan Lebaran.

“Mungkin jika diperkirakan degan kondisi saat ini, secara angka, di bulan pertama [masuk Ramadan] akan sedikit lebih tinggi dari bulan sebelumnya. Artinya pada Maret akan lebih tinggi dari Februari. Sebab secara tekanan juga masih ada dari beras yang masih stabil tinggi. Kemudian potensi tekanan dari komoditas lain,” jelas dia.

Kemudian pada bulan yang bertepatan dengan Lebaran, yakni April, juga akan ada penambahan tekanan. Jika melihat situasi yang terjadi di 2018 lalu, tekanan biasanya datang dari sisi transportasi.

Namun dengan mulainya masa panen padi di beberapa daerah saat ini, harapannya pada April sudah semakin banyak panen. Hal itu memungkinkan maka inflasi beras termoderasi. Selanjutnya hal itu akan berdampak pada kondisi komoditas nasi dan lauk, sebab saat Lebaran, permintaan yang banyak dicari adalah nasi dan lauk.

“Harapan kami, Maret dan April tidak jauh dari range maksimal di 3%,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya