SOLOPOS.COM - Suasana sepi di lantai I Pasar Legi Solo yang kebanyakan berisi pedagang sembahko dan kelontong. Foto diambil Kamis (23/11/2023). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO—Suasana lengang terasa di hampir setiap sudut dalam Pasar Legi, Kota Solo. Pasar yang dibangun ulang pascakebakaran hebat pada 2018 itu disebut tidak banyak dikunjungi orang. 

Solopos.com menelusuri dan menantu pasar lebih dari satu jam. Pasar Legi terdiri atas tiga lantai, yakni lantai dasar, lantai I, dan lantai II. Di lantai dasar dibagi dalam empat blok yang diurutkan sesuai abjad, yakni Blok A sampai D. 

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Di lantai dasar itu dipenuhi oleh pedagang sayur, cabai, bawang merah, bawang putih, ketela, dan  hasil bumi lain. Ada juga daging, areng, garam, kolang-kaling, gilingan tepung, hingga tempe. Jika dibandingkan dengan lantai lain, bisa dibilang lantai dasar yang paling ramai, terutama waktu pagi.

Suasana lebih sepi terasa di lantai I  yang didominasi oleh penjual sembako, plastik, dan kelontong. Tampak, ketika siang hari sangat jarang ada aktivitas jual beli. Kondisi yang sama juga tampak di lantai II, dari sudut ke sudut dalam pasar tampak lengang.

Menurut pengakuan sejumlah pedagang, Pasar Legi mulai sepi setelah pembangunan ulang lantaran kebakaran hebat lima tahun lalu. Salah satu penjual sembako di Pasar Legi, Purwanto, 51, mengatakan keadaan Pasar Legi sebelum dibangun selalu ramai pengunjung.

Menurunnya kondisi pasar yang dulu memungkinkan pengunjung lebih mudah menjangkau pedagang. Sedangkan desain pasar yang baru cukup tertutup, sehingga membuat pengunjung tidak tahu pedagang di dalam menjual apa saja.

“Pasar Legi dulu itu setiap 10 detik pasti ada orang. Saya dulu jualan dekat masjid. Dulu pasar lebih dekat dengan pembeli. Memang dulu kotor, tapi lebih hidup. Makanya [setelah revitalisasi] banyak yang menangis, maksudnya kowe sambat ya hasile koyo ngono ya sabar wae [kamu mengeluh ya hasilnya seperti itu ya sabar saja],” kata dia ditemui Solopos.com, Kamis (23/11/2023).  

Memang konsep Pasar Legi yang baru lebih banyak menampung pedagang. Berdasarkan data Dinas Perdagangan Kota Solo, jika terisi penuh, Pasar Legi bisa menampung bangunan tiga lantai itu menampung 321 pedagang kios, 2.218 pedagang los, dan 700 pedagang pelataran. 

Konsep yang dihadirkan pun lebih modern dan lebih bersih. Desain ini itu diharapkan bisa mengubah stigma pasar tradisional yang kumuh, kotor, dan sesak. Namun konsep modern itu dirasa pedagang malah mematikan pasar.

“Harusnya disurvei dulu, pasar tradisional dibuat model mal [modern] kan tidak bisa. Lahan parkir juga minim. Pasar harus dirapikan dan ditata tidak apa, yang penting cash flow lancar [perputaran uang dan jumlah pengunjung banyak], ” kata Purwanto

Makanya, dia bercerita banyak pedagang yang mulanya menempati kios di dalam Pasar Legi lebih memilih pindah dan menyewa ruko di sekitar pasar. Ruko yang terletak di pinggir jalan itu dinilai lebih strategis mendatangkan pembeli. “Di sini [Pasar Legi] tidak bisa ngoyak [mencapai] target,” kata dia.

Penurunan Pendapatan

Keluhan serupa juga disampaikan oleh pedagang lain yakni Ninik, 71, yang mengatakan semenjak Pasar Legi selesai direvitalisasi mengalami penurunan jumlah pengunjung. 

“Ini pasar sepi ora karuan, tidak ada orang. Semenjak pasar ini baru, itu jarang dimasuki orang, langka. Apa karena ada undak-undakan [tangga] naik, orang-orang tua pada males,” kata dia.

Dia merasakan kondisi Pasar Legi jauh berbeda sebelum peristiwa kebakaran terjadi. Dia mengaku mengalami penurunan pendapatan. 

“Dulu itu pas belum kobong [kebakaran] itu bagus pasar ee. Orang beli tidak ada habisnya, terus ada. Tunggulah ini satu dua jam tidak ada orang,” kata dia.

Ninik mengatakan luas kios di Pasar Legi juga lebih kecil. Saat ini dia hanya mendapat kios  3×4 meter. Sedangkan kiosnya yang dulu cukup luas, yakni 3×12 meter. Lantaran kuruang, dia sampai menyewa dua ruko untuk jualan dan gudang guna menyimpan stok dagangan. 

Ninik menjual kebutuhan hari-hari seperti sembako, keperluan mandi, sampai bumbu dapur. Dia setia menunggu pembeli dari pagi dan tutup pukul 17:00 WIB. Dia berharap kondisi Pasar Legi bisa ramai seperti dulu. “Kalau enggak ada orang masuk [pasar], nanti tekor, rugi,” kata dia.

Sebetulnya kondisi pasar yang tidak kunjung bergeliat seperti sedia kala itu sudah disampaikan oleh para pedagang kepada Wakil Wali Kota Solo, Teguh Prakosa ketika berkunjung ke Pasar Legi.

Waktu itu Teguh Prakoso menghadiri kegiatan Siap Jaga Harga Pasar dengan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SIGAP SPHP) khusus beras di Pasar Legi Solo, Senin (28/8/2023).

Catatan Solopos.com, Teguh Prakosa juga sempat menanggapi terkait keluhan para pedagang yang mengeluh akibat pasar tak kunjung ramai pembeli. Menurutnya, dengan menjual produk yang spesifik dan banyak dicari dengan harga bersaing akan membuat pedagang di lokasi kurang strategis tetap bisa berjualan.

“Saya kira kondisi sepi ini proses ya, seperti Pasar Klewer bagian timur itu perlu setahun agar bisa ramai lagi. Menurut saya, ini memang kendala. Artinya, ini tugas pemerintah untuk mengingatkan seluruh pedagang yang belum mengisi kios dan los mereka meskipun tidak semua merupakan lokasi strategis,” ujar Teguh, Senin (28/8/2023).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya