SOLOPOS.COM - Sumber: bisnis.com

Solopos.com, JAKARTA – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatatkan kenaikan nilai transaksi aset kripto secara year on year menjadi sebesar Rp21,57 triliun per Januari 2024.

Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti Tirta Karma Sanjaya mengatakan sampai dengan Januari 2024, total transaksi kripto tercatat sebesar Rp21,57 triliun, atau naik 77,69% yoy dibandingkan dengan Januari 2023 sebesar Rp12,14 triliun.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

“Sebenarnya Februari sudah naik transaksinya sekitar Rp30 triliun, jadi sudah mulai menaik, karena Bitcoin dan beberapa Altcoin sudah mulai naik, kita harapannya [transaksi] bisa kembali ke 2022,” kata dia kepada wartawan, Kamis (14/3/2024).

Naiknya harga aset kripto saat ini masih tersengat oleh sentimen halving Bitcoin. Bitcoin halving juga mendapatkan antusiasme besar dari investor. Bitcoin Halving mengurangi laju pasokan Bitcoin di pasar berpotensi menyebabkan lonjakan harga. Saat ini, pasar kripto menunjukkan tanda-tanda bullish dengan harga yang stabil.

Permintaan terhadap Bitcoin semakin meningkat sejak diperkenalkannya Bitcoin ETF pada awal Januari 2024, mencapai 10 kali lipat dari produksi harian saat ini sebesar 900 Bitcoin per hari.

Dengan terjadinya Bitcoin Halving, dimana pasokan turun menjadi 450 Bitcoin per hari, jika permintaan tetap tinggi, maka ada peluang besar untuk kenaikan harga yang signifikan di masa mendatang.

Setiap Harinya Co-Founder Komunitas BitcoinIndo21 Dimas Surya Alfaruq menjelaskan investor perlu mempersiapkan strategi trading dan investasinya agar dapat memanfaatkan situasi pasar dengan baik.

“Investor dapat menabung rutin atau Dollar Cost Averaging dan diversifikasi di sejumlah aset kripto. Karena Halving Bitcoin juga berpotensi mempengaruhi naiknya harga aset-aset kripto lainnya,” kata dia.

Secara historis, halving Bitcoin di tahun 2013 mencatat peningkatan harga Bitcoin hingga 93,1 kali setara 164 juta. Kemudian Halving di tahun 2017, harga Bitcoin meningkat 30,1 kali yang membuat Bitcoin mencapai level Rp 300 juta. Selanjutnya tahun 2021 meningkat sebesar 7,8 kali, menyentuh All-Time-High (ATH) di angka Rp 939 juta.

Pajak

Di sisi lain, Bappebti  akan melanjutkan pembahasan evaluasi pajak kripto dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder), termasuk Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo).

Tirta Karma Senjaya mengatakan pembahasan secara internal akan dilakukan setelah adanya tanggapan dari pihak Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terkait evaluasi pajak kripto.

“Ada [pembahasan], kita nanti [membahas] dengan Pak Robby, Ketua Aspakrindo nanti supaya satu suara. Kemarin juga kan sudah dibicarakan di berita, Ditjen Pajak sudah menanggapi ya, kemarin mereka siap untuk bicara. Kalau begini kan, mereka sudah [memberikan] lampu hijau, kita juga enak ya masuknya seperti itu,” kata Tirta dalam acara diskusi Reku Finance Flash di Jakarta, Kamis (14/3/2024) seperti dilansir Antaranews.

Tirta menilai, pengenaan pajak terhadap aset kripto perlu dievaluasi ulang mengingat industri kripto di Indonesia saat ini masih tergolong baru. Industri yang masih baru tersebut seharusnya diberi ruang untuk bertumbuh.

Dalam pembahasan nanti, rencananya Bappebti akan mempertimbangkan untuk mengusulkan nilai pajak setengah dari pajak kripto yang berlaku saat ini.[

“Sebelum ditetapkan itu [pajak kripto] kan, dulu usulan dari kita sebenarnya setengahnya ya, mungkin ada yang pernah mencatat usulan itu, jadi itu setengahnya. Jadi 0,05 [persen] dan 0,055 [persen],” ujar Tirta.

Pemerintah resmi menetapkan pajak untuk aset kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Republik Indonesia Nomor 68/PMK.03/2022 yang berlaku sejak 1 Mei 2022.

PMK tersebut mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto. PPh untuk penjual aset kripto tercatat sebesar 0,1 persen dari nilai transaksi, dan PPN yang dikenakan sebesar 0,11 persen dari nilai transaksi.

Sementara itu, bagi yang belum terdaftar di Bappebti, pungutan pajaknya lebih tinggi yakni PPh 0,2 persen dan PPN sebesar 0,22 persen.

Tirta juga menyampaikan bahwa pajak yang dikenakan dalam industri kripto di Indonesia akan turut berdampak terhadap nilai transaksi kripto di dalam negeri.

Pasalnya, dengan penetapan PPn dan PPh terhadap transaksi kripto mengakibatkan banyak para nasabah yang bertransaksi kripto di luar negeri.

“Kalau dikenakan (pajak) langsung besar, industri kripto Indonesia masih embrio. Secara keseluruhan industri kripto masih baru. Industri yang masih baru perlu diberi ruang untuk bertumbuh,” kata Tirta dalam Talk Show tentang Ekosistem Kripto oleh Indodax, Selasa (27/2/2024).

Untuk itu, bertepatan dengan proses peralihan pengawasan aset kripto dari Bappebti ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), maka diharapkan juga menjadi momentum evaluasi untuk aturan pajak aset kripto.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya