SOLOPOS.COM - Ilustrasi sampah sisa makanan. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO — Penanganan sisa makanan menjadi perhatian lebih saat ini. Indonesia tercatat membuang sampah makanan antara 23 juta ton hingga 48 juta ton per tahun. Ada dampak yang muncul dari kondisi tersebut, salah satunya gas rumah kaca. Beberapa pihak, termasuk perhotelan pun kini berupaya untuk mengelola sisa makanan tersebut agar bisa didapatkan hasil yang lebih baik.

Sisa makanan atau sampah makanan bisa dihasilkan dimana saja yang memiliki aktivitas untuk mengolah makanan. Misalnya di rumah, warung makan, restoran, hotel dan sebagainya. Terkadang, orang makan di warung, karena porsinya terlalu banyak akhirnya tidak habis dimakan dan menimbulkan sisa makanan di piring. Bahkan di hotel yang mengusung konsep buffet, yang memberikan kesempatan untuk para pengunjung mengambil makan sesuai kebutuhannya pun masih bisa menimbulkan sisa makanan.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Berdasarkan informasi yang diunggah di http://greengrowth.bappenas.go.id, hasil kajian Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) bersama sejumlah lembaga, menunjukkan bahwa Indonesia membuang sampah makanan 23 juta ton sampai 48 juta ton per tahun pada periode 2000-2019. Jumlah itu setara dengan 115 kg hingga 184 kg per kapita per tahun. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan sebesar Rp213 triliun hingga Rp551 triliun per tahun atau setara dengan 4%-5% PDB Indonesia per tahun.

Pada artikel yang diunggah di https://envihsa.fkm.ui.ac.id, dijelaskan bahwa limbah makanan atau food wastage dapat dikategorikan menjadi dua macam. Pertama adalah food loss, dimana makanan mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh berbagai faktor selama prosesnya dalam rantai pasokan makanan sebelum menjadi produk akhir. Misalnya tanaman yang diserang hama atau terdampak cuaca buruk yang kemudian merusak hasil panen. Atau ketika proses distribusi, di mana saat makanan atau bahan makanan itu diangkut, mengalami rusak sehingga tidak layak untuk dikonsumsi.

Kategori kedua adalah food waste, yakni makanan yang telah melewati rantai pasokan makanan hingga menjadi produk akhir. Meski berkualitas baik dan layak dikonsumsi, tetapi ternyata tidak dikonsumsi dan dibuang. Food waste biasanya terjadi pada tingkat ritel dan konsumen. Misalnya makanan yang tersisa di piring dan makanan yang sudah kedaluwarsa.

Berdasarkan hasil kajian Bappenas, dalam artikel itu disebut bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penghasil sampah makanan terbesar di dunia, selain Arab Saudi dan Amerika Serikat.

Melansir dari agrofarm.co.id, Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi dalam Leadership Dialog pada forum United Nation Food Systems Summit (UNFSS) +2 Stocktacking Moment di Roma, Italia, Rabu (26/07/2023) waktu setempat mengatakan sekitar 14 persen dari total produksi pangan global mengalami penyusutan (food loss) , dan 17 persen pangan terbuang percuma karena perilaku boros pangan (food waste).

“Karena itu kita memerlukan kolaborasi global dalam upaya menekan food loss and waste mengingat dampaknya terhadap ketahanan pangan dan gizi,” jelas dia.

Arief menjelaskan berdasarkan mata rantai produksi pangan, poin terbesar yang berpengaruh dalam food loss and waste terjadi pada tahap konsumsi. Hal ini menjadi acuan pemerintah dalam merumuskan kebijakan pemerintah dalam menangani food loss and waste secara efektif.

“Dalam menghadapi isu food loss and waste, Indonesia telah mengidentifikasi beberapa kebijakan, antara lain dengan mengubah perilaku, peningkatan support system, penguatan regulasi, optimalisasi pendanaan, pemanfaatan food loss and waste, pengembangan kajian, serta pendataan food loss and waste,” kata dia.

Pada kesempatan tersebut, Arief memamparkan sejumlah strategi mencegah food loss and waste antara lain dengan membuat platform dan berkolaborasi lintas sektor yang melibatkan tiga kelompok pelaku.

“Kelompok pertama adalah penyedia makanan/donator yang meliputi restoran, hotel dan retail dan penjual makanan lainnya. Kelompok kedua adalah organisasi sosial yang menjadi food hub yang bertugas dalam menguhubungkan penyedia/donor makanan dengan kelompok penerima, seperti FoodBank of Indonesia, Yayasan Surplus, Badan Amil Zakat Nasional, dan lain-lain. Kelompok terakhir adalah kelompok penerima manfaat yang tengah menghadapi masalah kekurangan pangan diantaranya anak-anak, lansia, panti asuhan dan pihak-pihak yang membutuhkan,” ungkapnya.

Emisi Gas Rumah Kaca

Di sisi lain, food loss dan food waste juga disebut berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca. Sebab saat membusuk di tempat pembuangan sampah, sisa makanan akan menghasilkan gas rumah kaca yang disebut metana, yang lebih berbahaya daripada CO?

Saat ini, penanganan sampah makanan terus menjadi perhatian, terutama di kalangan perhotelan dan restoran. Hal ini juga sempat disinggung dalam diskusi yang digelar Bank Indonesia sebagai rangkaian dari peluncuran buku Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No. 41 di Solo, Senin (23/10/2023).

Wakil Ketua Umum Bidang Organisasi DPP Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI), yang juga Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, saat menjadi salah satu pembicara dalam diskusi sesi kedua di acara itu mengatakan saat ini PHRI juga tengah mengkaji pengelolaan sampah dalam rangka mendukung wisata berkelanjutan.  PHRI saat ini sedang menggalakkan tentang bagaimana mengatasi masalah sampah organik untuk dikelola dengan maggot.

“Kami fokus pada food waste. Jadi waste ini dapat dikelola menjadi raw material,” kata dia saat itu.

Saat ini PHRI tengah menjadikan Integrated Waste Management (IWM) pada pengelolaan sampah yang dilakukan di Taman Safari Indonesia (TSI) Bogor sebagai proyek percontohan untuk program tersebut.

“Nanti mereka akan pungut sampah dari restoran dan hotel. Ini nilai circular economy yang cukup baik dan hasilnya juga potensial,” kata dia.

Pada acara yang sama, Direktur Akses Pembiayaan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif / Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Anggara Hayun Anujuprana, juga berharap pengembangan pariwisata yang saat ini berjalan bisa berkontribusi untuk menyelesaikan masalah lingkungan.

“Misalkan soal sampah. Di hotel pasti menghasilkan food waste. Bagaimana food waste itu bisa dikelola menjadi ekonomi yang lain,” kata dia.

Namun yang juga lebih penting untuk mengantisipasi agar food waste tidak terus meningkat adalah dengan menggalakkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. Misalnya saja ketika masyarakat melakukan kegiatan di hotel, dapat diedukasi agar mengambil makanan sesuai porsinya. Dengan begitu tidak banyak menyisakan makanan dalam piring.

Kondisi saat ini, beberapa hotel di wilayah Solo juga telah memperhatikan mengenai penanganan food waste. Di Favehotel Solo misalnya, upaya itu sudah dimulai dengan memberikan informasi kepada tamu yang hadir, untuk mengambil makanan sesuai porsinya.

“Campaign food waste ini kami lakukan dengan memberikan informasi ke tamu, agar mengambil makanan secukupnya.

Namun ketika ada sisa kami manfaatkan untuk beberapa hal yang bisa kontribusi ke peternakan. Kalau yang sifatnya makanan rusak, akan kami musnahkan,” kata Cluster Hotel Manager Favehotel Solo (Manahan Solo dan Solo Baru), Khuswatus Solikhin, saat ditemui Solopos.com, Jumat (27/10/2023).



Sedangkan untuk penggunaan maggot untuk pengelolaan sampah tersebut menurutnya akan dipertimbangkan ke depan. Dia memastikan sejauh ini Favehotel Solo selalu mendukung konsep go green.

Jumlah hotel dan kamar hotel di Solo berdasarkan kelas atau jenis menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS) Solo pada 2022:

Kelas Jumlah Hotel Jumlah Kamar
Hotel Bintang Lima      3      542
Hotel Bintang Empat      11     1.649
Hotel Bintang Tiga      17     1.423
Hotel Bintang Dua      21     1.631
Hotel Bintang Satu         6   192
Hotel Non Bintang      101    2.268
Jumlah     159     7.705
  

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya