SOLOPOS.COM - Ilustrasi nonton bioskop. (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA — Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyebutkan sebanyak 20 judul film buatan anak bangsa masing-masing mencapai rekor 1 juta penonton.

“Ini sebuah rekor juga bahwa 20 judul film Indonesia telah mencapai rekor 1 juta penonton,” kata Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf Dessy Ruhati di Jakarta, Senin (5/2/2024) seperti dilansir Antaranews.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Ia mengatakan industri film Indonesia merupakan subsektor ekonomi kreatif yang pertumbuhannya sangat positif setelah pandemi Covid-19.

Menurutnya, industri ini menjadi salah satu penunjang pendapatan bagi sektor pariwisata di Tanah Air.

Secara kumulatif, pihaknya mencatat sepanjang 2023 ada sebanyak 55 juta penonton telah memberikan sumbangsih untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan cara menonton film di bioskop.

“Pertumbuhannya sangat positif setelah pandemi dan di tahun ini 55 juta penonton bioskop telah tercapai di 2023,” katanya.

Sementara itu, Penasihat Ekonomi PT Samuel Sekuritas Indonesia Fithra Faisal juga menyampaikan industri film menjadi salah satu subsektor yang menjanjikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Hal itu dikarenakan nilai dari film merupakan produk intelectual property (IP), yang akan terus mendatangkan keuntungan secara berkelanjutan.

“Kalau kita bicara IP ini nanti kayak film Dono dulu, Warkop DKI tahun 1980-an.Tapi, sampai sekarang masih diputar terus. Itu kan bicara IP, ini lah yang berputar terus dan ini adalah satu hal yang menurut saya sangat menjanjikan ke depannya,” katanya.

Fithra mengatakan nilai materi yang dapat dihasilkan dari industri yang termasuk dalam pembuatan konten ini (content creating industries) yakni sebanyak Rp130 triliun, serta dapat menciptakan hingga 500 ribu lapangan pekerjaan.

“Jadi, kalau misalnya mau investasi di content creating industries. Nah, karena kita bicara IP, kita bicara potensi Rp130 triliun masuk di ekosistem ini, kita bicara mengenai 400.000-500.000 tenaga kerja yang bisa tercipta,” katanya.

Platform Streaming

Di sisi lain, hasil studi terbaru dari Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia bersama PwC Indonesia menunjukkan potensi film, animasi, video nasional untuk berkembang di era layanan platform streaming film dan media sosial.

Kepala Riset dan Ekonomi PwC Indonesia, Denny Irawan di Jakarta, Kamis (1/2/2024), menyampaikan PwC Indonesia bersama LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia dalam satu tahun terakhir melakukan penelitian terbatas untuk mengukur definisi dampak ekonomi dari karya atau produk industri layar yang ditujukan untuk hiburan.

Pengukuran dilakukan pada dampak langsung (dampak ekonomi), dampak tidak langsung (peningkatan kontribusi produk domestik bruto/PDB), dampak terinduksi (peningkatan lapangan pekerjaan), serta dampak limpahan.

Studi dilakukan berdasarkan data dari Tabel Input-Output Ekonomi Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) 2014, data Kemenparekraf hingga tahun 2020 mengenai Nilai Tambah Bruto atau kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto sektor ekonomi kreatif, serta Laporan Global Entertainment and Media Outlook 2023-2027 dari PwC.

Menurut hasil analisis yang dilakukan oleh PwC dan LPEM Universitas Indonesia pada 2023, total pendapatan industri layar (film, animasi, dan video) diproyeksikan tumbuh menjadi Rp109,6 triliun pada 2027 dari Rp90,9 triliun pada 2022.

Denny mengatakan, potensi dari setiap peningkatan pendapatan industri layar sebesar Rp1 triliun akan menghasilkan dampak sebesar Rp1,43 triliun dalam bentuk “output ekonomi” atau nilai barang dan jasa berdasarkan harga yang dibayarkan kepada pemasok industri layar pada periode waktu tertentu, kontribusi PDB senilai Rp892 miliar, dan penciptaan 4.300 lapangan kerja baru.

Menurut dia, saat ini proporsi dampak terhadap total PDB dari industri layar di Indonesia baru 0,41 persen, lebih rendah dibandingkan dengan Brazil dan Thailand (0,61 persen).

Hasil studi juga menunjukkan pekerjaan di industri layar sangat produktif. Nilai tambah bruto (NTB) per kapitanya Rp55 juta, lebih tinggi dibandingkan sektor ekonomi lainnya seperti kuliner, mode, kerajinan, dan seni pertunjukan.

Investasi di industri layar juga mendukung lapangan kerja pada sektor-sektor di seluruh rantai pasok. Platform layanan streaming menurut studi mengalami peningkatan minat dari kalangan konsumen yang mencari hiburan. Pada 2022, 66 juta pemirsa Indonesia mengonsumsi tiga miliar jam konten dari layanan streaming setiap bulan.

Di Indonesia, sebanyak 75 persen pengguna layanan streaming premium seperti Netflix, Vidio, Viu, dan WeTV tertarik menggunakan layanan itu karena menghadirkan konten dengan kualitas lebih baik.

Kemampuan layanan streaming menghasilkan konten yang disukai diharapkan dapat mendorong kebangkitan industri layar pada tahun-tahun mendatang.

Menurut Denny, platform tersebut juga meningkatkan rasio layar di Indonesia dari 1 berbanding 120.000 orang, yang dihitung berdasarkan jumlah layar bioskop yang sekitar 2.300 saja untuk 277 juta penduduk.

Ia menyampaikan bahwa penayangan konten Indonesia pada industri layar juga mampu membangkitkan potensi dampak limpahan pada negara.



Misalnya, film The Raid berdampak pada penerimaan masyarakat pada silat di level global. Film seperti Laskar Pelangi dan Ngeri-Ngeri Sedap menimbulkan penerimaan masyarakat terhadap pariwisata lokal.

Selain itu, film KKN Desa Penari yang mencatatkan rekor Box Office di Malaysia, Singapura, dan Brunei dan Gadis Kretek yang masuk 10 film teratas Netflix global juga dapat menimbulkan potensi dampak limpahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya