SOLOPOS.COM - Kepala BPJS Kesehatan Cabang Solo, Debbie Nianta Musigiasari, seusai konferensi pers di Kantor BPJS Solo, Rabu (20/3/2024). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo)

Solopos.com, SOLO — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Solo mencatat persentase tertinggi jumlah masyarakat terkaver jaminan kesehatan nasional (JKN) berada di Kota Solo dan terendah di Kabupaten Wonogiri.

Sebagai informasi, wilayah kerja BPJS Solo meliputi Kota Solo, Sukoharjo, Karanganyar, Sragen,dan Wonogiri. Hingga 1 Maret 2024, Di Kota Solo tercatat ada 573.866 orang yang sudah terkaver BPJS Kesehatan dari total jumlah penduduk sebanyak 586.166 orang dengan persentase pendaftar sebesar 97,90%. Dari data tersebut sebanyak 12.300 warga Solo yang belum menjadi peserta JKN.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Untuk persentase pendaftar JKN di Sukoharjo tercatat 96,12%, kemudian Karanganyar sebesar 95,29%, dan di Sragen sebanyak 96,36%. Sementara di Wonogiri, persentase pendaftar JKN tercatat sebanyak 84,23%.

Dari 1.074.474 warga Wonogiri sebanyak 905.024 orang yang telah terdaftar menjadi peserta JKN. Ada sebanyak 169.450 warga Wonogiri yang belum terkaver BPJS Kesehatan.

“Namun demikian Wonogiri berkomitmen sebelum Juli 2024 sudah mencapai 98% untuk cakupan peserta JKN,” terang Kepala BPJS Kesehatan Cabang Solo, Debbie Nianta Musigiasari, saat ditemui Solopos.com seusai acara konferensi pers di Kantor BPJS Solo, Rabu (20/3/2024).

Menurutnya, tingkat persentase pendaftar JKN di Wonogiri yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain disebabkan keterbatasan anggaran. Namun, dari pihak pemerintah daerah setempat tengah mengupayakan melalui perubahan anggaran untuk meningkatkan jumlah kepesertaan JKN.

Debbie menyebut di wilayah Jawa Tengah (Jateng) masih ada enam hingga tujuh kabupaten/kota yang belum mencapai tingkat universal health coverage (UHC) sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah yaitu sebesar 98% pada 2024.

Tingkat Kemampuan Membayar

Dalam kesempatan yang sama, Debbie menyebut peserta JKN segmen mandiri cenderung memiliki kemampuan yang lebih rendah dibandingkan segmen lainnya. Hal ini berkaitan dengan tingkat kemampuan membayar masing-masing peserta.

“Memang kolektibilitas peserta JKN  mandiri itu hampir rata-rata di indonesia biasanya lebih rendah daripada segmen lain, kisarannya sekitar 60%. Misalkan dari 100 peserta yang rutin membayar itu hanya 60 orang, 40 orang masih mempunyai tunggakan,” kata Debbie.

Pihaknya mengaku terus melakukan upaya-upaya untuk mengatasi tunggakan pembayaran JKN, misalnya saja dengan program cicil pembayaran dan adanya kader JKN di setiap daerah. Kader JKN bertugas untuk mengingatkan masyarakat agar membayar iuran.

Ihwal rencana program Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) atau penyamaratakan semua golongan masyarakat yang akan mendapatkan perlakukan yang baik dari rumah sakit, menurut Debbie hal ini masih dalam tahap wacana.

“Sampai dengan saat ini untuk program KRIS itu kewenangannya di Kementerian Kesehatan. Jadi memang masih wacana, kalaupun nantinya dilaksanakan BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara siap melaksanakan program tersebut,” ungkap Debbie.

Menurut Debbie program ini masih memerlukan kajian-kajian terkait. Misalnya baik dari fasilitas kesehatan, mutu layanan kesehatan, ketersediaan obat, dan distribusi tenaga kesehatan. Namun menurut dia, program ini dimaksudkan agar peserta JKN mendapat pelayanan dengan kualitas yang baik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya