SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pertumbuhan Ekonomi (Solopos)

Solopos.com, JAKARTA – Bank Indonesia (BI) memperkirakan ekonomi Indonesia 2024 akan tumbuh dalam kisaran 4,7 persen-5,5 persen, ditopang oleh permintaan domestik baik di sisi konsumsi rumah tangga dan investasi.

“Pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat. Perkembangan ini didorong oleh permintaan domestik yang baik di konsumsi rumah tangga dan investasi,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur BI Bulan Maret 2024 di Jakarta, Rabu (20/4/2024) seperti dilansir Antaranews.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Perry mengatakan investasi bangunan lebih tinggi dari prakiraan, didukung oleh berlanjutnya Proyek Strategis Nasional (PSN) di sejumlah daerah dan berkembangnya properti swasta sebagai dampak positif dari insentif pemerintah.

Selain itu, konsumsi rumah tangga dan investasi nonbangunan tetap terjaga, meskipun perlu terus didorong untuk mendukung berlanjutnya pemulihan ekonomi nasional.

Tetap baiknya permintaan domestik tercermin pada sejumlah indikator, seperti Indeks Keyakinan Konsumen, Indeks Penjualan Riil, dan PMI Manufaktur yang berada di zona optimis.

Sementara itu, ekspor barang diperkirakan belum kuat seiring penurunan permintaan dari negara mitra dagang utama, khususnya untuk komoditas crude palm oil (CPO), besi baja, dan batu bara, sedangkan ekspor jasa khususnya pariwisata tumbuh kuat.

BI akan terus memperkuat sinergi stimulus fiskal pemerintah dengan stimulus makroprudensial Bank Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, khususnya dari sisi permintaan domestik.

Ekonomi Global

Di sisi lain, BI juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global pada 2024 mencapai tiga persen di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi.

“Momentum pemulihan ekonomi global berlanjut di tengah ketidakpastian pasar keuangan yang masih tinggi. Pertumbuhan ekonomi global pada 2024 diprakirakan mencapai tiga persen,” kata Perry Warjiyo, Rabu.

Perry menuturkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) tetap kuat ditopang oleh permintaan domestik. India juga tumbuh lebih baik dari prakiraan didukung oleh investasi pemerintah dan swasta.

Sementara itu, prospek ekonomi Tiongkok tetap belum kuat, meskipun sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya didorong peningkatan stimulus fiskal.

“Harga komoditas meningkat didorong oleh naiknya biaya angkut karena ketegangan geopolitik dan ketatnya pasokan akibat faktor cuaca,” sebutnya.

Perry menuturkan berbagai perkembangan tersebut mengakibatkan laju penurunan inflasi global tertahan, dengan inflasi di negara maju masih di atas targetnya.

Oleh karenanya, suku bunga Fed Funds Rate (FFR) diprakirakan baru menurun pada semester II 2024.

Di samping itu, ketidakpastian pasar keuangan global masih tinggi tercermin pada yield US Treasury yang meningkat sejalan dengan premi risiko jangka panjang dan inflasi yang masih di atas prakiraan pasar.

“Perkembangan ini mendorong berlanjutnya penguatan dolar AS secara global, lebih terbatasnya aliran masuk modal asing, dan meningkatnya tekanan pelemahan nilai tukar di negara emerging market,” tuturnya.

Kondisi tersebut memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi dampak negatif rambatan global tersebut, termasuk di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya