SOLOPOS.COM - Ilustrasi kredit usaha rakyat (KUR). (kur.ekon.go.id)

Solopos.com, SOLO — Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Solo, Nugroho Joko Prastowo menilai ketahanan industri perbankan nasional pada 2024 tetap akan terjaga. Hal ini ditopang dengan permodalan yang tinggi, likuiditas yang mencukup, dan kinerja intermediasi yang meningkat.

Joko, sapaan akrabnya, menjelaskan salah satu tantangan yang dihadapi oleh perbankan berasal dari sisi suku bunga yang menunjukkan tren peningkatan. Terutama suku bunga acuan secara global yang diperkirakan masih pada level yang tinggi dalam jangka waktu yang cukup lama atau higher for longer.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Namun menurut Joko, suku bunga domestik masih tetap kondusif dan kompetitif untuk mendukung kinerja intermediasi karena kenaikan suku bunga acuan domestik yang lebih kecil dari kenaikan suku bunga acuan global.

Sebagai ilustrasi, BI Rate hanya naik 250 bps dari 3,50% menjadi 6,00% saat ini, sedangkan suku bunga acuan Amerika Serikat atau Fed Fund Rate naik 525 bps dari 0% hingga 0,25% menjadi 5,25% hingga 5,50%.

“Baru kali ini perbedaan [gap] antara BI Rate dan FFR sedemikian dekat, yang didorong oleh keberhasilan dalam pengendalian inflasi domestik,” terang Joko dalam keterangan resmi yang diterima Solopos.com, pada Jumat (30/12/2023).

Lebih lanjut Joko menyebut kondisi likuiditas masih relatif longgar memberi ruang bagi perbankan untuk mendorong pertumbuhan kredit ke depan. Namun, menurut dia, permintaan kredit akan meningkat meskipun terdapat perilaku wait and see dari pelaku usaha ihwal adanya penyelanggaran Pemilihan Umm (Pemilu).

Menurut Joko, investasi yang terjadwal akan tetap berlanjut dan terjadi peningkatan konsumsi di beberapa daerah, seperti Soloraya yang menjadi destinasi wisata. Dia menguraikan potensi penguatan permintaan kredit juga berasal dari korporasi maupun rumah tangga seiring adanya insentif PPN DTP.

Bank Indonesia, sambung Joko, juga melanjutkan dan memperluas kebijakan insentif likuiditas makroprudensial, untuk penyaluran kredit pada sektor prioritas, yaitu hilirisasi, perumahan, dan pariwisata. Termasuk penyaluran kredit inklusif pada ultra mikro dan pembiayaan hijau. Joko menyebut kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga diproyeksi menunjukkan potensi yang baik.

Pihaknya memperkirakan pertumbuhan kredit mencapai 10-12% pada 2024 mendatang. Pada 2024, pihaknya akan melanjutkan kebijakan moneter yang pro stability dan kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran yang pro growth. Serta terus menjalin koordinasi kebijakan dan sinergi dengan kementerian/lembaga lainnya untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi.

Dilansir dari Bisnis.com, pada Sabtu (31/12/2023), Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae mengatakan ada sejumlah pertimbangan kenapa proyeksi pertumbuhan kredit di level 10% hingga 12% bisa tercapai.

“Kalau kita sih bisa dikatakan optimis [bisa tercapai], karena pertumbuhan perekonomian juga konsisten di atas 5%,” ujar Dian dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) bulanan OJK pada Senin (4/12/2023).

Selain itu, kegiatan perekonomian terus bergerak dibandingkan pada periode-periode sebelumnya. “Sebelum terjadi pandemi Covid-19. pertumbuhan kredit hanya 6,08%, masa pandemi sudah negatif, tapi kita sekarang pertumbuhan kredit di level 8,99%,” kata Dian.

Direktur Utama PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) Nixon L.P. Napitupulu mengatakan BTN memproyeksikan kinerja kredit tahun depan moncer, terutama kredit pemilikan rumah (KPR) yang menjadi andalan.

“BTN masih ke KPR, kita enggak ke mana-mana. KPR subsidi masih tumbuh, KPR non subsidi makin tumbuh,” ujarnya. Apalagi, menurutnya permintaan KPR terdorong oleh sejumlah insentif dari regulator dan pemerintah.

“Stimulus dari pemerintah juga bagus, pasti penjualan naik,” ujar Nixon.

Namun, Senior Economist INDEF Aviliani mengatakan mengatakan pada dasarnya proyeksi pertumbuhan kredit pada 2024 di kisaran 10% hingga 12% berat bagi perbankan.

“Berat, tadinya kita melihat [pertumbuhan kredit] antara 8%-10%,” ujarnya setelah acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2023 pada Rabu (29/11/2023). Proyeksi tersebut bisa saja terwujud, asalkan sejumlah syarat bisa terpenuhi.

“Syaratnya memang harus ada sektor yang benar akan diarahkan ke mana penyaluran kreditnya,” tutur Aviliani. Dia menilai pada periode-periode sebelumnya, sektor yang didorong adalah infrastruktur. Namun, pada 2024 seiring dengan gelaran pemilu, infrastruktur belum bisa bergeliat.

“Korporasi untuk izin baru juga kan cenderung tunggu pemilu, seperti tambang,” ujarnya. Adapun, saat ini yang cenderung bisa diandalkan adalah kredit modal kerja dan investasi yang sifatnya ekspansi di lini bisnis eksisting, seperti industri makanan minuman. “Jadi, ketika bicara proyeksi 10%-12%, asal infrastruktur jalan, sektor manufaktur skala besar juga menciptakan lapangan kerja, bisa tercapai,” kata Aviliani.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya