SOLOPOS.COM - Pemerintah telah mengatur tarif baru pajak penghasilan (Pph) baik pribadi maupun karyawan. (Ilustrasi/Freepik)

Solopos.com, SOLO–Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) per 1 Januari 2024 memudahkan penghitungan pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 melalui implementasi tarif efektif rata-rata (TER). Artikel berikut ini membahas tentang skema TER PPh Pasal 21.

Kebijakan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 dengan skema TER tersebut diatur melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, atau Kegiatan Orang Pribadi.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

PMK ini, seperti dikutip dari laman kemenkeu.go.id, Jumat (26/1/2024), merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah (PP) nomor 58 tahun 2023. Kebijakan TER tersebut memberikan kemudahan yang tercermin dari kesederhanaan cara penghitungan pajak terutang dengan cara mengalikan penghasilan bruto dengan tarif efektif.

Kemenkeu memastikan tidak terdapat penambahan beban pajak baru sehubungan dengan penerapan tarif efektif sedangkan tarif tetap menggunakan ketentuan yang berlaku saat ini.

“Untuk memberikan kepastian hukum, kemudahan, dan kesederhanaan pemotongan PPh 21 oleh pemberi kerja. PMK ini diterbitkan agar bisa mengakomodir penyesuaian tarif pemotongan menggunakan tarif efektif dan tarif Pasal 17 Ayat (1) UU PPh,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu Dwi Astuti dalam keterangan resminya yang dilansir laman resmi Kementerain Keuangan.

Dia menjelaskan Pasal 13 PMK 168 tahun 2023 secara khusus mengatur ketentuan mengenai penggunaan tarif efektif dan tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) untuk memudahkan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21.

Lebih lanjut, tarif efektif yang dimaksud terdiri atas tarif efektif bulanan dan tarif efektif harian.

Dalam skema penghitungan pemotongan PPh Pasal 21 yang menggunakan tarif efektif dan tarif Pasal 17 Ayat (1) huruf a UU PPh, Dwi menjelaskan penerapan tarif efektif bulanan misalnya pada pegawai tetap hanya digunakan dalam menghitung PPh Pasal 21 setiap masa pajak selain masa pajak terakhir.

Sedangkan penghitungan PPh Pasal 21 pada masa pajak terakhir menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) UU PPh.

Dalam aturan tersebut, pemerintah mengatur skema penghitungan PPh 21 yang dipotong atas penghasilan bruto pegawai tetap menggunakan tarif bulanan kategori A, B, dan C. Kategori A diperuntukkan bagi orang pribadi dengan status penghasilan tidak kena pajak (PTKP) tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (TK/1), dan kawin tanpa tanggungan (K/0).

Sementara itu, Kategori B diterapkan untuk orang pribadi dengan status PTKP tidak kawin dengan tanggungan 2 orang (TK/2), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (TK/3), kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (K/1), dan kawin dengan jumlah tanggungan 2 orang (K/2).

Sedangkan kategori C diterapkan untuk orang pribadi dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (K/3).

Lebih lanjut, Dwi Astuti menjelaskan untuk memudahkan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21, DJP juga menyiapkan dua instrumen untuk mengasistensi pemberi kerja.

Kedua instrumen tersebut, kata dia, adalah alat bantu hitung PPh Pasal 21 (kalkulator pajak) yang dapat diakses melalui situs pajak.go.id mulai pertengahan Januari 2024 dan penerbitan buku pedoman penghitungan pemotongan PPh 21 yang dapat diakses melalui tautan pajak.go.id/id/sinopsis-ringkas-dan-unduh-buku-cermat-pemotongan-pph-pasal-2126

Simulasi Penghitungan PPh 21 dengan Implementasi TER

Simak contoh penghitungan pajak sesuai dengan PP No. 58/2023:

A bekerja pada perusahaan PT XYZ. Selama 2024, A menerima upah senilai Rp6 juta/bulan dan membayar iuran pensiun Rp100.000. A berstatus tidak kawin dan tidak memiliki tanggungan (TK/0).

Berdasarkan status PTKP (TK/0), masuk dalam kategori A. Dengan gaji Rp6 juta/bulan, menggunakan tarif efektif 0,75% (untuk penghasilan perbulan Rp5,95 juta hingga Rp6,3 juta).

Besaran PPh Pasal 21 per bulan yang dipotong oleh PT XYZ atas penghasilan A untuk masa pajak Januari sampai November 2024 adalah sebesar Rp6.000.000 x 0,75% = Rp45.000.

Khusus untuk Desember 2024, pemotongan pajak dilakukan mengacu Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan. Dengan demikian, penghitungan untuk Desember menjadi Rp6 juta X 12 = Rp72 juta.

Kemudian dikurang dengan iuran pensiun sebanyak Rp100.000 X 12 = Rp1,2 juta. Alhasil, penghasilan neto setahun senilai Rp70,8 juta.

Mengingat status PTKP (TK/0) senilai Rp54 juta, artinya Rp70,8 juta – Rp54 juta = Rp16,8 juta. Kemudian, PPh Pasal 21 setahun dihitung dengan Rp16,8 juta X 5%= Rp840.000.

Dengan demikian, A harus membayar PPh Pasal 21 untuk Desember 2024 dihitung dari PPh Pasal 21 setahun dikurang jumlah PPh Pasal 21 bulan Januari-November yang telah dipotong Rp840.000 – (Rp45.000 x 11) = Rp345.000.

Sebagian artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Cek Hitungan PPh Pasal 21 Pakai Tarif Efektif, Mulai 1 Januari 2024.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya