SOLOPOS.COM - Tanaman melon honey sweet dibudidayakan petani milenial di green house yang dibangun di Desa Soko dan Desa Brojol di Miri, Sragen. (Istimewa/Dalyono)

Solopos.com, SRAGEN — Sebanyak 45 petani milenial asal Miri, Sragen, membudidayakan tanaman melon honey sweet dengan cita rasa lebih manis dan segar dibandingkan melon pada umumnya.

Berbagai cara kaderisasi dalam dunia pertanian saat ini tengah diusahakan. Tidak dimungkiri, sedikit sekali generasi muda yang mau bergerak di bidang pertanian. Alasannya beragam, mulai dari keterbatasan lahan, wawasan tentang pertanian yang kurang, serta masih cenderung berpikir pertanian hanya bisa dilakukan dengan sistem konvensional.

Promosi Telkom Dukung Pemulihan 82,1 Hektare Lahan Kritis melalui Reboisasi

Dilansir dari laman ugm.ac.id, Rabu (25/1/2023), data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020 menunjukkan bahwa 64,50 juta penduduk Indonesia berada dalam kelompok umur pemuda. Namun, persentase pemuda yang bekerja di sektor pertanian hanya 21% dibanding dengan sektor manufaktur sebanyak 24% dan sektor jasa sebanyak 55%.

Minimnya pemuda yang bekerja di sektor pertanian membuat beberapa petani milenial mulai gencar mendorong pemuda tertarik bekerja di sektor agraris ini. Salah satunya yang dilakukan oleh Koordinator Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen, Dalyono.

Sebagai seorang PPL, Dalyono berusaha menyukseskan program dari Kementerian Pertanian yaitu Bina Petani Milenial. Ia mengaku fokus mengajak anak muda bisa menyenangi dan mulai mengembangkan sektor agraris di wilayah setempat.

“Kami membentuk komunitas milenial atau kelompok milenial, ada 45 orang pemuda dengan rentang usia 19-39 tahun yang tergabung. Mulai dirintis sendiri sejak 2021,” terang Dalyono saat dihubungi Solopos.com, pada Rabu.

Pada komunitas tersebut Dalyono banyak berdiskusi dan melihat peluang untuk membudidayakan tanaman melon. Modal awal untuk budi daya melon tersebut mereka dapat dengan iuran swadaya anggota dengan persentase yang disesuaikan kemampuan masing-masing.

Dari modal tersebut mereka mendirikan tiga green house untuk tempat budi daya tanaman melon dengan jenis honey sweet. Satu green house membutuhkan dana hingga Rp11 juta yang muat 500 batang melon dengan ukuran sekitar 7 x 12 meter. Sementara itu untuk bibit melon mereka mendapatkannya dari mitra.

Mereka membangun green house tersebut di Desa Soko dan Desa Brojol, Kecamatan Miri. Hingga awal Januari 2023 ini, ia mengaku sudah tiga kali panen melon. Melon itu dihasilkan dengan sistem pertanian semiorganik. Menurut Dalyono penggunaan sistem ini mampu menghasilkan rasa buah melon yang sedikit berbeda dengan melon yang dihasilkan dari pertanian konvensional, lebih manis dan segar.

Untuk panen pertama, mereka hanya membuka kebun mereka sebagai wisata petik yang ditujukan untuk warga sekitar karena penasaran ingin mencicipi buah melon tersebut. “Rata-rata bobot satu melon kemarin 1,5 kilogram, satu kilogram sendiri dibanderol dengan harga Rp18.000-Rp20.000/kg. Kurang lebih total panen menghasilkan 700 kilogram,” terang Dalyono.

Dalyono mengaku telah memiliki mitra sebagai lahan pemasaran panen melon kelak, karena memang awal panen sengaja ditujukan untuk warga sekitar saja. Ia menguraikan bertanam melon harus cukup jeli terutama masalah timing, misalnya setiap dua bulan sekali harus panen, kalau tidak tanaman akan mati.

“Kemudian ketika tanam awal umur 20 hari harus sudah berbunga. Untuk perawatan sendiri kami masih mengombinasikan antara produk kimia dan organik. Misalnya ketika ada jamur atau fungi, sebelum cukup parah kami semprot dengan pestisida nabati, barulah ketika tidak manjur diberi pestisida kimia,” terang Dalyono.

Tanaman melon tidak mengharuskan jenis tanah yang tertentu, Dalyono juga menguraikan tidak harus membangun green house. Namun ia memilih untuk membangun green house agar tidak mengenal musim, dan perawatan tidak terlalu rumit.

“Intinya bagaimana kami bisa mengubah mindset pemuda, walaupun susah, tapi pelan-pelan. Kami ingin menghilangkan stigma bahwa bertani tidak harus bergelut dengan endhut [lumpur] dan bermandikan sinar matahari. Kalau tekun dalam bertani hasilnya juga lumayan,” terang Dalyono.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya