SOLOPOS.COM - Warga membeli minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) di toko ritel modern, Solo Minggu (4/6/2023). Rencana pemerintah memungut cukai MBDK batal terealisasi pada tahun ini. (Joseph Howi Widodo)

Solopos.com, JAKARTA — Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut sebanyak 58% masyarakat mendukung wacana pemerintah mengenakan cukai pada produk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Hal itu disampaikan Ketua YLKI Tulus Abadi berdasarkan hasil survei terhadap 800 responden.

“Kami melakukan survei di 10 kota besar di Indonesia, hasilnya mereka mendukung wacana tersebut dan sekitar 18% masyarakat akan mengurangi konsumsi MBDK jika terjadi kenaikan harga sebesar 25%,” kata Tulus saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin (11/12/2023).

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Ia menyampaikan pemerintah harus segera menindaklanjuti penerapan cukai MBDK pada 2024 sebagai langkah untuk mengontrol pola konsumsi dan mencegah prevalensi diabetes pada anak dan remaja.

“Berdasarkan laporan Global Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang implementasi cukai MBDK yang baru dirilis bulan ini, sudah ada 108 negara di dunia yang memberlakukan cukai MBDK,” katanya.

Tulus mengungkapkan dukungan publik terhadap wacana tersebut cukup signifikan. Pengenaan cukai sebagai instrumen pengendalian konsumsi minuman manis cukup efektif dan penerapannya perlu diberlakukan secara komprehensif.

“Pengenaan cukai pada minuman berpemanis dalam kemasan sudah sangat urgen untuk melindungi konsumen Indonesia,” ungkap Tulus.

Ia menegaskan pemerintah seharusnya tidak ambigu untuk mengenakan cukai minuman manis sebagai bentuk kebijakan untuk melindungi masyarakat dari tingginya prevalensi penyakit tidak menular, khususnya diabetes melitus.

“Pemerintah harusnya tidak bergeming dengan upaya intervensi oleh pihak industri karena pengenaan cukai tersebut tidak akan menggerus produk MBDK seperti di Meksiko dan Peru cukai tersebut tidak menimbulkan pengangguran,” ucapnya.

Kementerian Keuangan mengusulkan produk minuman berpemanis dikenakan cukai Rp1.500 per liter untuk teh kemasan. Untuk produk berkarbonasi akan dikenakan cukai sebesar Rp2.500 per liter.

Untuk produk minuman berpemanis lainnya seperti minuman energi, kopi, konsentrat dan lainnya dikenakan cukai Rp2.500 per liter.

Total produksi minuman ini sebesar 808 juta liter dengan potensi penerimaan sebesar Rp1,85 triliun. Sehingga total penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp6,25 triliun.

Namun, Kebijakan Pemerintah memungut cukai MBDK diundur ke 2024. Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Askolani menyebut tiga faktor utama penundaan tersebut.

Pertama pemerintah masih menunggu ditetapkan dalam aturan turunan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sehingga belum bisa dibahas dan dimasukkan ke RAPBN.

Kedua, pemerintah masih mempertimbangkan kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi COVID-19.

Ketiga, untuk menetapkan komoditas baru menjadi Barang Kena Cukai perlu koordinasi dan sosialisasi, hingga aturan yang matang sehingga tidak menimbulkan kontra di masyarakat dan pelaku usaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya