SOLOPOS.COM - Kompleks PLTU Paiton di Kabupaten Probolinggo dan Situbondo, Jawa Timur. (Antara/Dokumentasi PT Pembangkitan Jawa-Bali)

Solopos.com, JAKARTA – Lembaga think tank TransitionZero memperkirakan Indonesia membutuhkan dana transisi energi sebesar 37 miliar dolar AS atau setara Rp567,7 triliun untuk menghentikan lebih awal 118 pembangkit listrik batu bara.

“Sektor ketenagalistrikan Indonesia sangat kompleks dan energi terbarukan adalah industri yang baru lahir di negara ini. Untuk mempercepat penyebaran energi terbarukan, analisis kami menunjukkan bahwa Indonesia membutuhkan dana transisi sebesar 37 miliar dolar AS untuk mendukung penghapusan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) batu bara, khususnya, untuk mengganti nilai pembangkit batu bara yang kini beroperasi hingga 10 tahun ke depan,” kata Analis TransitionZero Jacqueline Tao dalam keterangan resmi seperti dilansir dari Antara, Kamis (13/10/2022).

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Pendanaan itu bakal sejalan dengan target nol bersih Indonesia dan tujuan iklim internasional, serta mendukung Indonesia dalam menghentikan penggunaan batu bara lebih dini sesuai dengan mandat dalam Peraturan Presiden 112/2022.

Secara khusus, lanjut Jacqueline, pihaknya mengidentifikasi sejumlah pembangkit yang cocok untuk pensiun dini berdasarkan faktor-faktor seperti biaya pensiun, dampak pada sistem jaringan yang ada, emisi gas rumah kaca, tekanan air, dan polusi udara. Beberapa pembangkit tersebut ialah PLTU Asam-Asam di Kalimantan Selatan, PLTU Paiton di Jawa Timur, dan PLTU Suralaya di Banten.

Baca Juga: Banyak Potensi, Indonesia Siap Jadi Pemain Bahan Baku Baterai Dunia

Selain itu, TransitionZero menyoroti potensi terciptanya pekerjaan di pembangkit listrik energi terbarukan yang akan menggantikan pembangkit batu bara. Jumlah pekerjaan baru di pembangkit listrik energi terbarukan dinilai akan melebihi jumlah pekerjaan yang hilang akibat penutupan pembangkit batu bara dengan rasio 6 banding 1.

Namun, solusi penutupan pembangkit batu bara itu dianggap rumit dan perlu pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi serta kondisi ketenagalistrikan Indonesia.

“Rencana penghentian batu bara harus terukur, layak, terjangkau, dan adil bagi semua pemangku kepentingan dan masyarakat yang terlibat, terutama bagi negara-negara seperti Indonesia, yang menjadikan ekstraksi bahan bakar fosil sebagai pusat pembangunan ekonomi. Selain itu, rencana peningkatan keterampilan ulang dan pelatihan pekerja sangat penting untuk memastikan transisi yang mulus dan adil bagi pekerja,” ujar dia.

Baca Juga: 48 Tim Adu Inovasi Kendaraan Irit Energi di Shell Eco Marathon 2022 Mandalika

Karena itu, pihaknya membuat Coal Asset Transition (CAT) Tool yang dapat mendukung pembuatan kebijakan dan investor dalam menentukan pembangkit batu bara untuk rencana pendanaan transisi energi, terutama bagi pembiayaan pensiun dini. Kemudian, pembangkit batu bara digantikan dengan sumber energi terbarukan menggunakan prinsip terbuka.

Jacqueline mengharapkan tracking tool akan digunakan untuk memulai percakapan tentang risiko dan peluang yang terkait dengan keputusan tersebut. “Dengan menghentikan PLTU batu bara Indonesia pada 2040, maka bakal menghasilkan penghematan emisi sekitar 1,7 giga ton CO2 (GtCO2), setara dengan hampir tiga tahun emisi tahunan Indonesia,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya