SOLOPOS.COM - Menkeu Sri Mulyani Indrawati saat Konferensi Pers Hasil Rapat Berkala Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Senin (8/5 - 2022). (Dok. Kemenkeu RI).

Solopos.com, JAKARTA — Posisi utang pemerintah Indonesia pada Juni 2023 meningkat menjadi Rp7.805,19 triliun. Posisi utang tersebut meningkat jika dibandingkan dengan posisi pada Mei 2023 yang mencapai Rp7.787,51 triliun.

Alhasil, rasio utang Indonesia saat ini mencapai 37,93 persen terhadap produk domestik bruto atau PDB.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Kemenkeu mengklaim pemerintah senantiasa melakukan pengelolaan utang secara berhati-hati dengan risiko yang terkendali melalui komposisi yang optimal, baik terkait mata uang, suku bunga, maupun jatuh tempo.

Tercatat, komposisi utang pemerintah didominasi oleh utang domestik yaitu 72,49 persen. Sementara berdasarkan instrumen, komposisi utang pemerintah mayoritas berupa Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 89,04 persen.

“Selain itu, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan tenor menengah panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif,” tulis Kemenkeu dalam Buku APBN Kita edisi Juli 2023, dikutip Minggu (30/7/2023).

Profil jatuh tempo utang Indonesia per Juni 2023 disebut cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturity/ATM) di kisaran 8 tahun.

Ke depan, untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan utang dalam jangka panjang, Kemenkeu menyatakan pemerintah terus berupaya mendukung terbentuknya pasar SBN domestik yang dalam, aktif, dan likuid.

Salah satu strateginya adalah melalui pengembangan berbagai instrumen SBN, termasuk pula pengembangan SBN tematik berbasis lingkungan dan Sustainable Development Goals (SDGs), baik SDG bond dan blue bond.

Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Akhmad Akbar Susamto menyampaikan tren pertumbuhan utang pemerintah hingga pertengahan tahun 2023 cenderung melambat.

Rasio utang terhadap PDB pun telah menunjukkan tren penurunan. Namun demikian, menurutnya risiko pembayaran bunga utang yang masih terus meningkat perlu menjadi perhatian pemerintah.

Dia menjelaskan, meski pemerintah telah melakukan konsolidasi fiskal dan mengetatkan belanja, tapi konsekuensi dari tingginya defisit pada masa pandemi Covid-19 masih berlanjut.

“Ketika pemerintah menaikkan defisit, defisit harus ditutup dengan sumber lain selain pendapatan dan itu biasanya berupa utang, konsekuensinya adalah membayar utang plus bunganya,” katanya.

Jika situasi ketika pemerintah jorjoran belanja dan tidak segera melakukan konsolidasi fiskal, maka beban bunga utang pemerintah akan semakin besar pula.

Pada tahun ini saja, pembayaran bunga utang pemerintah mencapai 14,4 persen dari total anggaran belanja. Hal ini kata Akbar berisiko mengganggu aktivitas perekonomian.

“Paling tidak, pada periode 2022 dan 2023 seiring dengan konsolidasi fiskal, rasio utang kita cenderung turun. Di satu sisi PDB meningkat dan di sisi lain utangnya di rem, kita harapkan tren ini terus berlanjut,” katanya.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Utang Pemerintah Naik Jadi Rp7.805,19 Triliun per Juni 2023, Ekonom Beri Catatan Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya