SOLOPOS.COM - Ilustrasi hasil urban farming. (Freepik.com)

Solopos.com, SOLO — Badan Pusat Statistik (BPS) Solo mencatat pelaku Usaha Pertanian Perorangan (UTP) urban farming di Kota Solo sebesar 36 unit. 

Statistisi Ahli Madya BPS Solo, Istanti mengatakan meski skalanya cukup kecil, urban farming di Kota Solo merupakan yang terbanyak di Jawa Tengah. 

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

“Untuk yang urban farming menunjukkan Kota Solo Masih tercakup sebagai kota dengan proporsi terbesar di Jawa Tengah, mungkin hal ini bisa mendorong sektor pertanian,” kata dia ketika memaparkan Rilis Diseminasi Hasil Sensus Pertanian 2023 Tahap 1 di Hotel Solia Zigna Kampung Batik Laweyan Solo, Selasa (12/12/2023). 

Dia mengatakan urban farming tersebar di seluruh kecamatan di Kota Solo. Sedangkan pelaku urban farming paling banyak berada di Kecamatan Banjarsari, sebesar 19 unit atau mencakup 52,78% dari total urban farming di Solo.

Kemudian disusul Pasar Kliwon sebanyak 8 unit, Jebres sebanyak 5 unit, Laweyan 3 unit, dan Serangan 1 unit.

Berdasar definisi BPS, aktivitas yang tergolong urban farming antara lain berkebun sayuran di taman kota, atap bangunan, atau dalam ruang tertutup seperti rumah kaca.

Kegiatan yang dilakukan pada urban farming selain budidaya tanaman, dapat juga berupa usaha peternakan. 

Kepala Dinas Pertanian Ketahanan Pangan dan Perikanan (Dispartan KPP) Kota Solo, Eko Nugroho Isbandijarso mengatakan urban farming menjadi salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan di Kota Solo. 

Kota Bengawan merupakan pemukiman padat penduduk, sehingga lahan pun semakin menyempit dan tidak memungkinkan adanya lahan pertanian baru.

Eko mengatakan minimal kegiatan urban farming bisa memenuhi kebutuhan keluarga. 

“Walaupun nanti bisa juga bisa jadi usaha, jadi tidak hanya keluarga saja, tapi untuk kegiatan ekonomi juga menjanjikan. Karena Kota Solo ini terbatas lahannya, ya itu menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan produksi pertanian,” kata dia.

Eko mengatakan kecenderungan kegiatan urban farming di Kota Solo mulanya lebih banyak untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari.

Namun tidak jarang ada yang intens memproduksi dan memasarkannya. Dia mengatakan sudah ada beberapa kelompok tani di Kota Solo yang memiliki jejaring penjualan. “Yang penting itu konsistensi produksi harus dipertahankan,” kata dia.

Dia mengatakan Dispartan KPP sudah melakukan pembinaan dan pendampingan pelaku urban farming melalui Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) di masing-masing kecamatan.

Dia mengatakan selain memberikan bantuan sarana produksi, pihaknya juga melakukan pendampingan secara aktif terkait proses produksi.

Dia menyatakan kegiatan urban farming di Kota Solo menggunakan metode yang beragam. Beberapa di antaranya hidroponik dan vertikultur.

Metode hidroponik lebih menekankan untuk memanfaatkan air tanpa menggunakan tanah. Sedangkan vertikultur, kata Eko, merupakan metode tanam dengan cara vertikal untuk menyiasati sempitnya lahan.

“Kalau vertikal kan tidak harus menggunakan hidroponik. Medianya bisa tetap tanah tapi menggunakan polybag. Selain itu juga dengan kantong atau botol bekas,” kata dia.

Eko mengatakan produk urban farming di Solo didominasi oleh tanaman sayur seperti cabai, tomat, dan selada.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya