SOLOPOS.COM - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (kiri) memberikan dokumen pandangan pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani (kedua kanan) disaksikan Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel (kedua kiri), Lodewijk Freidrich Paulus (tengah) dan Sufmi Dasco Ahmad (kanan) saat Sidang Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (21/3/2023). Dalam Rapat Paripurna tersebut Pimpinan dan Anggota DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww.

Solopos.com, JAKARTA – DPR resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2/2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadi Undang-Undang (UU) pada rapat paripurna DPR ke-19 masa persidangan IV tahun sidang 2022-2023 pada Selasa (21/3/2023). Berikut adalah untung rugi disahkannya UU Cipta Kerja versi pemerintah dan buruh.

Pengesahan itu lantas menimbulkan pro dan kontra, terutama soal perbedaan pendapat antara pemerintah dan pihak buruh. Di satu sisi, pemerintah mengklaim buruh akan banyak menerima banyak manfaat dari penerapan UU Cipta Kerja.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Sebaliknya, pihak buruh menganggap banyak muatan dalam UU Cipta Kerja yang merugikan mereka. Berikut keuntungan UU Cipta Kerja bagi buruh versi pemerintah:

  1. Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menuturkan tujuan UU Cipta Kerja sesuai bingkai pasal 4 dan pasal 18 undang-undang Dasar 1945 terkait dengan perlindungan dan kepastian hak bagi pekerja buruh. “Dengan undang-undang ini negara hadir dalam bentuk hubungan industrial Pancasila yang mengutamakan hubungan triparted antara pemerintah pekerja dengan dikeluarkannya jaminan JKP atau jaminan kehilangan pekerjaan,” tegas Airlangga di dalam rapat paripurna DPR, Senin (5/10/2020).

Menurutnya, program jaminan kehilangan pekerjaan yang berikan manfaat cash benefit dan pelatihan untuk upgrading atau reskilling, serta akses informasi ke pasar tenaga kerja. Dia mengatakan JKP akan dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan, di mana modal awalnya akan diberikan oleh pemerintah.

  1. Cuti Haid dan Cuti Hamil Tetap Ada

Airlangga juga menegaskan hak-hak pekerja tetap ada dalam Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja, meski tidak dicantumkan. Dia mengungkapkan cuti melahirkan dan cuti haid tetap sesuai dengan aturan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003.

“Mengenai isu hak cuti haid dan cuti melahirkan dihapus, kami tegaskan bahwa pengusaha wajib memberikan cuti dan waktu istirahat. Waktu ibadah, cuti haid, cuti melahirkan, waktu menyusui, kami tegaskan tidak dihapus dan tetap sesuai UU lama,” tegas Airlangga.

  1. Banjir Investasi dan Lapangan Kerja

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyebut 153 investor akan masuk pasca pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker). Bahlil mengatakan bahwa masuknya rencana investasi tersebut merupakan kabar baik karena akan membuka pasar kerja baru bagi jutaan masyarakat yang membutuhkan pekerjaan.

“Jadi enggak benar kalau hanya menguntungkan pengusaha, 153 perusahaan otomatis akan masuk ke Indonesia,” kata Bahlil, Rabu (7/10/2020). Bahlil juga menegaskan bahwa priroritas pemerintah adalah tenaga kerja lokal. Tenaga kerja asing hanya dibutuhkan untuk pekerjaan di level-level tertentu atau posisi yang membutuhkan keahlian khusus.

Berikut kerugian buruh jika UU Cipta Kerja diterapkan versi buruh:

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai setidaknya ada empat persoalan terkait pengaturan mengenai upah minimum dalam UU Cipta Kerja. Pertama, terdapat pasal yang menyebutkan gubernur dapat menetapkan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Dengan menggunakan kata ‘dapat’, maka artinya UMK bisa ditetapkan dan bisa juga tidak. Oleh sebab itu, KSPI meminta kata ‘dapat’ dihapuskan. Kedua, kenaikan upah minimum yang tidak jelas karena berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan variabel indeks tertentu.

Said mengatakan, indeks tertentu ini tidak jelas. Seharusnya cukup berbunyi, kenaikan upah minimum didasarkan pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi tidak perlu indeks tertentu.

Ketiga, pasal baru yang mengatur dalam keadaan ekonomi dan keadaan ketenagakerjaan tertentu, formula kenaikan upah minimum bisa berubah. Pasal itu dinilai membingungkan sebab bertentangan dengan pasal sebelumnya yang mengatur formula kenaikan upah minimum berdasarkan inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu.

Keempat, dihapusnya upah minimum sektoral. Mereka meminta upah minimum sektoral tetap diberlakukan. Outsourcing atau alih daya outsourcing tetap diperbolehkan dalam UU Cipta Kerja dengan penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan alih daya ditentukan oleh pemerintah, tetapi tidak jelas pembatasannya berapa jenis pekerjaan.

Mereka meminta pasal outsourcing harus kembali kepada UU No. 13/2003, karena dalam aturan itu yang boleh menggunakan outsourcing hanya di pekerjaan penunjang. Itu pun hanya dibatasi untuk 5 jenis pekerjaan yakni cattering, security, driver, cleaning servis, dan penunjang perminyakan.

Terkait dengan pesangon, Said meminta uang penggantian hak 15 persen tidak dihilangkan, pesangon bisa di atas satu kali aturan. Terkait karyawan kontrak, periode kontrak dan masa kontrak juga dinilai harus dibatasi. Meski pemerintah menyatakan cuti haid dan hamil tetap ada, tapi Said mengatakan ketentuan itu harus diperjelas dengan dituangkan dengan tegas bahwa upahnya tetap dibayar.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul Untung-Rugi Buruh jika UU Cipta Kerja Diberlakukan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya