SOLOPOS.COM - Calon pembeli mencari informasi tentang rumah subsidi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu (18/1/2023). (Bisnis Indonesia/Arief Hermawan P.)

Solopos.com, SOLO — Beberapa pengembang rumah subsidi untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) menyebut kesulitan menjual unit.

Mereka menjelaskan, lokasi perumahan dan upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang rendah menjadi faktor utamanya.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Pengembang perumahan MBR menambahkan, warga yang hendak mengajukan kredit juga kesulitan karena tenor yang diberikan tidak sanggup dibayar karena UMK yang kecil.

Pengembang perumahan menjelaskan, ada juga masyarakat yang sulit mendapatkan kredit pemilikan rumah (KPR) dari bank.

Marketing perumahan subsidi di Sukoharjo, Yuda, ketika ditemui Solopos.com, Jumat (16/6/2023), menyebut peminat rumah MBR di Soloraya cukup besar.

Namun, akhirnya urung membeli karena tenor yang diberikan sangat mepet dengan UMK.

“Memang peminatnya banyak, tapi harga rumah sebesar Rp160 juta ditambah biaya lainnya, per bulan mereka harus membayar Rp2,1 juta dengan asumsi tenor 10 tahun. UMK Sukoharjo atau Solo juga hanya Rp2 juta sampai Rp2,2 juta, misalkan ditambah istri juga bekerja dengan penghasilan Rp2 juta bagi mereka terlalu berat. Karena setengah pengeluaran dari gaji suami-istri untuk rumah,” ucapnya.

Selain itu, Yuda menyebut, faktor lokasi perumahan juga berpengaruh besar terhadap keinginan masyarakat membeli rumah.

Ia menyebut, banyak yang ingin sedekat mungkin dengan Kota Solo, sedangkan semakin dekat dengan Solo harga perumahan semakin mahal.

“Banyak yang tanya, kenapa enggak bikin di daerah Mangesti, Sukoharjo yang dekat dengan Solo, sedangkan semakin dekat dengan Solo harga lahannya sudah mahal. Kalai kami jual untuk MBR kisarannya bisa sampai Rp200 juta,” kata dia.

Yuda menambahkan, dua hal tersebut membuat pengembang perumahan MBR kesulitan untuk menjual rumah. Ia menyebut, ada beberapa perubahan strategi pemasaran, mulai dari mengincar warga Solo hingga menambah fasilitas.

“Awalnya kami mengincar pasarnya orang-orang sekitar perumahan, tapi karena sekarang susah, kami mengincar warga Solo yang mau membeli rumah dan menambah fasilitas agar lebih menarik,” ucapnya.

Hal serupa juga diucapkan marketing perumahan subsidi di Sukoharjo, Adhi. Ia merasa kesulitan menjual rumah subsidi dan banyak calon pembelinya yang batal karena gagal mendapatkan KPR.

“Paling sering itu sudah sepakat, bahkan sudah cek unit, tapi ketika mengajukan KPR enggak bisa. Mulai dari masih ada tunggakan di pay later sampai perhitungan pendapatan calon pembeli dihitung bank dan enggak bisa mendapatkan KPR,” ucapnya.

Adhi menambahkan, UMK yang rendah di wilayah Soloraya menjadi pengaruh besar para pengembang menjual rumah. Ia menyebut, perlu ada penyesuaian UMK agar masyarakat Soloraya bisa membeli rumah sekaligus mendorong penjualan.

“UMK di Soloraya lumayan kecil kalau di Jawa Tengah, jadi sulit buat mencicil rumah. Kalau bisa ada peningkatan untuk UMK, jadi mereka yang mau beli rumah bisa dengan mudah mendapatkan KPR, tapi juga pengeluaran untuk rumah tangga enggak terganggu,” tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya