SOLOPOS.COM - Ilustrasi mengakses media sosial. (Freepik).

Solopos.com, JAKARTA  — Tren kampanye menjelang Pemilu 2024 secara daring dengan memanfaatkan media sosial, buzzer atau influencer menjadi salah satu alasan pendapatan UMKM yang menjual atribut kampanye turun selama periode kampanye.

“Tadinya kan tidak online dan offline, itu sangat berpengaruh sekali. Bukan karena [tidak suka bagi-bagi kaus] gitu karena harga [kampanye online] lebih murah saja,” kata Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKopUKM) Yulius saat konferensi pers di Kantor KemenKopUKM Jakarta, Senin (8/1/2024) seperti dilansir Antaranews.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Yulius menyampaikan Pemilu 2024 sudah memasuki tahap kampanye sejak 27 November 2023.

Para pelaku UMKM terutama yang bergerak di bidang konfeksi dan sablon yang memproduksi atau menjual alat peraga kampanye seperti baliho, kaus/kemeja/jaket, topi dan lain-lain, berharap bahwa pesta demokrasi tersebut akan memberikan dampak positif terhadap usahanya.

“Namun agak berbeda situasinya dengan masa kampanye saat ini, dari catatan kami di lapangan menunjukkan bahwa masa Pemilu 2024 belum memberikan dampak signifikan bagi sebagian besar pelaku UMKM bidang usaha konveksi dan sablon yang memproduksi dan menjual produk atau alat peraga kampanye,” ucapnya.

Sepinya pendapatan pelaku UMKM pada masa kampanye Pemilu 2024 tersebut, lanjutnya, didasarkan pada hasil wawancara dengan 15 pelaku UMKM di area Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen.

Sejumlah pedagang mengaku penjualan produk untuk kampanye pada periode pemilu sebelumnya yakni pada tahun 2019 dirasakan lebih baik dibandingkan pemilu tahun ini. Dinilai terdapat penurunan penjualan produk untuk kampanye cukup drastis sekitar 40-90 persen.

Selain karena tren kampanye pemilu yang beralih menggunakan cara daring, kemungkinan penurunan penjualan juga disebabkan oleh sejumlah faktor lain.

Di antaranya, partai politik peserta pemilu sudah memesan produk untuk kampanye melalui pelaku usaha mitra dari partai. Kemudian, jangka waktu pemilu yang lebih singkat yakni hanya 2,5 bulan. Padahal pada periode sebelumnya masa kampanye pemilu adalah 6 bulan.

Lalu, harga penjualan produk untuk kampanye secara daring lebih murah hingga peserta pemilu lebih memilih untuk membagikan sembako/tunai dibandingkan membagikan kaus.

Mencermati situasi tersebut, kata Yulius, pemerintah berupaya menjembatani agar masa kampanye tahun ini bisa memberikan dampak positif bagi pelaku UMKM.

Salah satunya mendorong partai politik/calon legislatif yang memiliki ruang lingkup bisnis produk untuk kampanye agar dapat melibatkan pelaku UMKM dalam rantai pasok bisnisnya.

“Seharusnya masa kampanye dan tahun politik ini bisa meningkatkan secara signifikan ekonomi pelaku UMKM. Partai politik, para caleg [Calon Legislatif], dan tim sukses Pilpres memanfaatkan produk-produk UMKM dalam proses kampanye. Secara nyata memberikan keberpihakan kepada UMKM dan juga akan membantu promosi dan meningkatkan penjualan UMKM sehingga membantu keberlangsungan UMKM,” tutur Yulius.

Dugaan Impor

Tak  hanya itu, impor atau pembelian alat kampanye Pemilu yang berasal dari luar negeri diduga juga menjadi salah satu penyebab omzet UMKM penjual atribut kampanye turun hingga 90 persen.

“Beberapa Pemilu yang kemarin yang 5 atau 10 tahun lalu banyak pemesanan barang-barang ke UMKM. Sekarang pesanan itu lari ke e-commerce dan juga yang kita tahu e-commerce barangnya dari luar negeri,” kata Yulius.

Yulius menuturkan pemesanan alat kampanye dari luar negeri tersebut masih merupakan dugaan karena isu tersebut didapatkannya seusai melakukan wawancara kepada 15 orang pelaku UMKM yang berjualan di Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen Jakarta. Praktik pembelian alat peraga kampanye seperti kaus, kemeja, jaket atau topi tersebut disebutnya sebagian besar dilakukan melalui e-commerce.

“Datanya tidak ada. Kita lihat, datanya tidak ada. Jadi beli online, misalnya barang dari China mereka [tambah] gambar Garuda dengan distempel, gambar atau lambang PDIP distempel,” ucapnya.

Selain karena harga yang ditawarkan penjual dari luar negeri lebih murah, Yulius juga menduga peserta Pemilu yang sudah memesan produk untuk kampanye melalui pelaku usaha mitra dari partai tersebut juga menjadi penyebab kampanye tidak berdampak signifikan pada pengusaha dalam negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya