SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, JAKARTA–Indonesia mempunyai potensi untuk memerangi dampak negatif perubahan iklim dan mencapai target emisi karbon nol. Namun demikian, hal itu tak lepas dari tantangan-tantangan perekonomian berkelanjutan yang harus dihadapi.

Menurut anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi, Pemerintah Indonesia masih membutuhkan anggaran sebesar US$5,7 miliar atau sekitar Rp81,6 triliun per tahun untuk mendukung transisi ke energi yang ramah lingkungan.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

“OJK dan kementerian lainnya terus berdialog tentang bagaimana menyeimbangkan proses transisi menuju ekonomi hijau sambil mempertahankan pertumbuhan,” kata Inarno dalam Mandiri Sustainable Forum di Jakarta, Kamis (7/12/2023), seperti dilansir Antara.

Transisi energi merupakan proses mengubah penggunaan sumber energi berbasis fosil dan tidak ramah lingkungan menjadi penggunaan energi bersih dan ramah lingkungan seperti panel surya, air, panas bumi, dan angin.

Mengutip laman unpar.ac.id, isu transisi energi menjadi salah satu isu prioritas pada pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Bali 2022, yang menghasilkan kesepakatan seperti tertuang pada Deklarasi Pemimpin terutama poin 11 dan 12.

Dalam kedua poin itu, dinyatakan pentingnya mencapai net zero emission atau nol emisi karbon pada 2060 dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 7 (Energi yang Terjangkau dan Bersih) untuk menyediakan stabilitas, transparansi, dan keterjangkauan energi bagi seluruh masyarakat.

Nol emisi karbon adalah kondisi di mana jumlah emisi karbon yang dilepaskan ke atmosfer tidak melebihi jumlah emisi yang mampu diserap bumi sehingga tidak ada emisi yang menguap ke atmosfer dan bisa memicu pemanasan global.

Lebih lanjut, Inarno mengatakan OJK telah mengambil beberapa langkah sejak 2015 untuk menutup kesenjangan anggaran transisi energi dan mengurangi dampak negatif perubahan iklim. Salah satunya dengan menerbitkan Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan 2015-2019.

“Sebagai hasil dari peta jalan berkelanjutan fase satu, kami telah mampu menetapkan peraturan keuangan berkelanjutan, peraturan obligasi hijau atau greenbond, dan pedoman penerapan dan pelaporan keuangan berkelanjutan,” kata Inarno.

Selain itu, OJK juga telah menerbitkan Peta Jalan Keuangan Berkelanjutan 2021-2025 yang bertujuan memperkuat ekosistem keuangan berkelanjutan, yang juga menjadi landasan peluncuran taksonomi hijau pada 2020 yang kini telah berkembang menjadi taksonomi berkelanjutan.

Sementara itu pada tahun ini OJK meluncurkan Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon dan bursa karbon diluncurkan pada 26 September 2023 lalu.

“Bursa karbon diharapkan menjadi pusat perdagangan karbon global, karena sejalan dengan strategi nasional untuk pengembangan pasar keuangan,” katanya. Penerbitan obligasi ramah lingkungan di dalam negeri juga terus bertumbuh dengan pasar mencapai lebih dari Rp20 triliun.

Saat ini, 13 manajer investasi telah menggunakan Indeks Sri Kehati untuk menerbitkan reksa dana yang menerapkan prinsip Environmental, Sustainable, and Governance dengan total pasar senilai Rp6 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya