SOLOPOS.COM - Penampilan website batik Naufa Kencana. (Tangkapan layar).

Solopos.com, SRAGEN – Transformasi digital menjadi hal yang tak bisa dihindari di era industri 4.0 seperti sekarang ini. Transformasi digital menjadi sebuah keharusan agar pelaku UMKM bisa naik kelas. Berkat transformasi digital, produk batik Naufa Kencana kian mengglobal hingga sampai ke sejumlah negara, termasuk Jerman.

Awal merintis usaha batik Naufa Kencana pada 2016 silam, Joko Waluyo, 36, masih menawarkan produk dagangannya itu secara konvensional. Dengan menggendong produk pakaian batik, Joko Waluyo mendatangi satu persatu pusat perkantoran di Kota Sragen.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Kala itu, dia memasarkan aneka pakaian batik secara door to door kepada konsumen. “Dulu saya jualan offline. Saya menawarkan batik secara door to door. Dari kantor dinas ke kantor lembaga atau perusahaan,” kenang Joko Waluyo yang lebih akrab disapa JW kepada Solopos.com, Selasa (30/5/2023).

Proses produksi pakaian batik Naufa Kencana dilakukan di rumahnya di Dukuh Sumber, Desa Bentak, Sidoharjo, Sragen. Ia biasa mendapat bahan kain batik dari pengrajin yang tersebar di Masaran dan Plupuh. Aneka pakaian batik mulai dari kemeja, gamis, tunik, dan lain-lain diproduksi sendiri olehnya.

Setelah lebih dari setahun memasarkan produk batik secara offline, JW berniat mengubah cara promosi batik Naufa Kencana. Ia kemudian memutuskan untuk belajar bisnis dengan bergabung dalam komunitas Sekolah Bisnis Sragen (SBS) pada 2017 lalu.

Di sana, JW mengikuti berbagai pelatihan dalam menjalankan bisnis. Salah satunya dengan memanfaatkan media digital untuk memasarkan dagangan. Selepas mengikuti pelatihan itu, JW tergerak untuk membuat website guna menjangkau pasar yang lebih luas. Beruntung ia memiliki teman sesama anggota SBS yang mau membantu. Terkadang ia juga belajar secara otodidak untuk mengoperasikan sebuah website.

Hingga akhirnya, pada 2018, dia melaunching website naufakencana.com. Dengan website itu, ia makin percaya diri untuk memperkenalkan batik Naufa Kencana kepada masyarakat luas.

“Dengan website, saya bisa menjangkau konsumen ke seluruh Indonesia, bahkan luar negeri. Melalui website, ada seorang konsumen dari Jerman yang membeli produk batik Naufa Kencana secara retail. Sebelum virus corona melanda, ada pembeli dari Singapura. Sampai sekarang juga masih ada pesanan dari Malaysia walau jumlahnya tidak banyak,” terang JW.

Untuk membantu proses produksi, JW melibatkan empat orang karyawan. Sementara untuk tenaga admin dan packing, JW melibatkan tiga karyawan. Dalam sebulan, terdapat ratusan pesanan batik Naufa Kencana. “Dari ratusan pesanan itu, 90% berasal dari website. Lainnya melalui media sosial dan marketplace,” jelas JW.

JW sengaja memberikan servis yang lebih untuk pelanggan. Dia sengaja melayani custome model pakaian dengan ukuran berapapun. Bahkan, ia menawarkan proses yang cukup cepat yakni hanya sehari. “Jika pesanan retail atau satuan, jika hari ini pesan, besok sudah jadi. Itu tidak berlaku untuk pesanan dalam partai besar,” paparnya.

Saat pandemi Covid-19 melanda, permintaan akan batik memang mengalami penurunan. Hal itu terjadi karena ada penurunan daya beli masyarakat. Namun, pandemi Covid-19 juga mengubah pola konsumsi masyarakat.

Sejumlah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk meredam pandemi Covid-19 juga secara tidak langsung turut berperan dalam mendorong percepatan arus digitalisasi yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Pandemi pun menjadi momentum pelaku UMKM bangkit melalui transformasi digital. Beruntung JW sudah menyiapkan website yang bisa menunjang penjualan secara digital.

JW mengakui sejak melakukan transformasi digital melalui website, pesanan pakaian batik makin meningkat. Tanpa bertransformasi digital dan hanya mengandalkan jualan offline, ia tidak yakin usahanya bakal berkembang seperti sekarang. Bagi dia, transformasi digital merupakan sebuah keharusan agar pelaku UMKM seperti dirinya bisa naik kelas. Transformasi digital menjadi hal yang tak bisa dihindari di era industri 4.0 seperti sekarang ini.

Kondisi perekonomian Indonesia yang terus membaik pascapandemi membuat pelaku UMKM terus bergeliat. Dampaknya, bisnis UMKM tetap melaju dan tangguh di tengah kekhawatiran resesi global.

Hal tersebut tercermin dari aktivitas bisnis UMKM pada kuartal IV-2022 yang semakin meningkat, di mana Indeks Bisnis UMKM yang naik dari 103,2 (Q3-2022) menjadi 105,9 (Q4-2022). Peningkatan ini ditopang oleh beberapa faktor, di antaranya peningkatan aktivitas masyarakat di luar rumah sejalan dengan mulai berubahnya pandemi Covid-19 menuju endemi. Hal itu menyebabkan permintaan terhadap barang dan jasa juga meningkat.

Sebagian besar pelaku UMKM meyakini kondisi usaha 2023 lebih baik dibandingkan 2022. Namun, ada beberapa faktor yang dikhawatirkan pelaku UMKM di 2023 yang bisa menghambat usahanya yaitu kenaikan suku bunga, resesi ekonomi dunia, kenaikan harga dan kelangkaan barang input, kenaikan harga barang dan jasa, dan serta peningkatan kembali kasus Covid-19.

Temuan hasil riset Indeks Bisnis UMKM Q4 2022 ini semakin memperkuat optimisme Direktur Utama BRI Sunarso menghadapi tantangan di masa mendatang. Ia menyampaikan bahwa peluang resesi di Indonesia hanya sebesar 3%.

Menurut Sunarso, ada dua faktor yang membuat Indonesia bisa tahan akan resesi di 2023, di antaranya terkait konsumsi dalam negeri dan optimisme akan kondisi UMKM. “Dua faktor inilah yang membuat kita memiliki ketahanan akan kondisi di 2023,” ujarnya dalam rilis yang diterima Solopos.com.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya