SOLOPOS.COM - Host atau pembawa acara salah satu akun Tiktok Shop tengah menawarkan produk tas jinjing di kamar studio salah satu pelaku UMKM di Kecamatan Wonogiri, Kamis (28/9/2023). (Solopos/Muhammad Diky Praditia)

Solopos.com, JAKARTA – Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengatakan pelarangan TikTok menyediakan fitur belanja online tidak akan memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat.

Pasalnya, para penjual maupun konsumen masih punya banyak alternatif untuk bertransaksi melalui platform e-commerce lainnya. Sebagaimana diketahui, pemerintah resmi melarang TikTok Shop beroperasi seiring dengan terbitnya Permendag No.31/2023 yang mengatur perdagangan secara elektronik.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

“Jadi dilarang satu ya enggak masalah,” kata Esther dalam diskusi publik secara virtual, Selasa (3/10/2023). Dia menyebut, pelarangan social commerce melakukan transaksi jual beli justru berpotensi meningkatkan transaksi dan pengguna e-commerce. Adapun berdasarkan data Bank Indonesia pada 2022, nilai transaksi e-commerce di Indonesia mencapai hampir Rp500 triliun.

Sementara data Statista Market Insight memproyeksikan jumlah pengguna e-commerce di Indonesia mencapai 221,05 juta pengguna. Oleh karena itu, UMKM perlu melakukan penyesuaian strategi bisnis mereka untuk memasarkan produknya secara daring melalui platform e-commerce.

Esther pun mengaku setuju apabila social commerce hanya boleh mempromosikan barang tanpa transaksi di dalam platform. Permendag No. 31/2023 dianggap lebih mumpuni dari pada beleid sebelumnya yakni Permendag No. 50/2020. Musababnya, aturan terbaru telah mengatur izin usaha bagi merchant dalam negeri, membatasi harga bagi produk impor yang masuk ke Indonesia dan memberikan ruang promosi produk Indonesia dalam social commerce.

Kendati demikian, menurut Esther pemerintah juga perlu memastikan bahwa ruang promosi produk UMKM di social commerce nantinya ditingkatkan. Setidaknya, dibutuhkan regulasi untuk mengatur persentase minimal produk lokal yang dipromosikan di social commerce. Dengan begitu, ruang bagi produk lokal lebih banyak ketimbang produk-produk impor. “Social commerce harus memberi peluang besar untuk meningkatkan promosi dan pangsa pasar UMKM, jangkauan lebih luas,” ujar Esther.

Sebagai informasi, dalam pasal 21 ayat 3 Permendag No.31/2023 dengan jelas melarang model bisnis social commerce memfasilitasi transaksi pembayaran pada platformnya. Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) memberikan waktu satu pekan sejak aturan itu terbit kepada TikTok untuk menyetop fitur TikTok Shop di platform mereka.

Zulhas menegaskan bahwa pemisahan e-commerce dari media sosial untuk mencegah penguasaan data pengguna. “Media sosial kan jadi dipisah satu-satu yang berbeda. Tidak terjadi mencakup penguasaan data. Jadi kalau saya media sosial, enggak boleh pakai data orang untuk hal-hal lain,” katanya.

Zulhas pun blak-blakan ihwal nasib para UMKM yang selama ini berjualan di TikTok Shop. Menurut Zulhas, para penjual bisa segera beralih ke platform e-commerce yang sudah ada. Dia memastikan tidak ada kompensasi dari pemerintah kepada penjual atas ditutupnya TikTok Shop. “Tinggal pindah saja, banyak e-commerce, kenapa susah,” tuturnya.

Artikel ini telah tayang di Bisnis.com dengan judul TikTok Shop Ditutup, Ekonom Sebut Efeknya Justru Tak Terduga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya