SOLOPOS.COM - Ilustrasi UMK (Freepik)

Solopos.com, SOLO – Ketua Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) ’92, Endang Setiowati, menolak penggunaan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51/2023 sebagai pedoman kenaikan besaran upah minimum provinsi (UMP) ataupun upah minimum kota/kabupaten (UMK) 2024.

Endang menyebut pihaknya menolak semua aturan turunan dari Undang-Undang No. 11/2020 tentang Cipta Kerja (Undang-Undang Ciptaker). Menurut Endang, rumusan penghitungan upah dengan aturan tersebut sebenarnya jauh dari kata layak. Selain itu, ia menyebut, aturan ini tidak relevan untuk dijadikan acuan pemberian upah untuk pekerja.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

“Memang kalau kita kembali ke belakang itu ada namanya PP No. 78/2015 tentang Pengupahan. Di situ kita lebih pada mengakomodasi bahwa di Dewan Pengupahan itu harusnya punya data sendiri bukan data yang rumusannya diambil dari Badan Pusat Statistik [BPS],” terang Endang saat dihubungi Solopos.com, pada Senin (20/11/2023).

Lebih lanjut Endang menjelaskan penghitungan upah diambil nilai inflasi dan pertumbuhan ekonomi berasal dari data BPS, kemudian ditambahkan nilai alpha. “Nilai alpha sendiri bagi buruh adalah rumusan hebat tetapi tidak mengakomodasi. Di situ memang dijelaskan bahwa rumusan nilai alpha itu kembali lagi datanya ke BPS. Ada tingkat pengangguran terbuka [TPT], median upahnya berdasarkan produktivitas pekerja. Kami sendiri masih data yang disajikan bukan data yang sesuai dengan harapan buruh,” tambah dia.

Ia menguraikan nilai alpha juga dibatasi dengan nilai 0,1; 0,2 dan 0,3 yang menurut Endang nilainya jauh dari kehidupan hidup layak (KHL). Endang menjelaskan ketika mengggunakan PP Nomor 78/2018, menurutnya perumusan upah lebih transparan. Namun ketika menggunakan PP Nomor 51 Tahun 2023, Endang menilai buruh lebih bisa menyuarakan aspirasi namun tuntutannya juga tidak terserap.

“Ini yang dijadikan patokan pemerinah, kalau sudah ada penyerapan aspirasi, tapi di situ kami pertanyakan juga yang sepakat serikat mana?,” ujarnya.

Endang menguraikan ketika mempertimbangkan harga pasar sebagai indikator perumusan upah karena lebih relevan dan seusai KHL. Dengan penerapan PP No 51 Tahun 2023 menurutnya tidak rasional dan tidak relevan dengan kondisi di lapangan. Lebih lanjut ia menyebut standar kenaikan upah buruh pada 2024 paling tidak 15% hingga 20%. Ketika upah buruh naik 15%, maka paling tidak nilainya sebesar Rp2,5 juta.

Terpisah Wakil Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Solo, Sri Saptono Basuki, menjelaskan konsep PP No. 51/2023 sudah jelas. “Menurut saya, kita harus punya standar baku yang tercermin dalam pengupahan. Sekarang PP 51, konsepnya sudah jelas, validitas data jelas. Kalau memang dianggap tidak sesuai, silakan ambil langkah hukum. Karena produk itu produk berkekuatan hukum. Mari kita mulai mempersiapkan diri ke arah sana,” terang Basuki.

Basuki juga menguraikan banyak industri dan perusahaan yang terseok-seok, bahkan kolaps dan tutup. “Kami belum baik. Dulu kami sangat kecewa dengan tata cara pemerintah dalam memutuskan, kami ikuti mekanisme peradilan hukum yang berjalan meski nyatanya juga tidak seperti yang diharapkan. Ketetapan dan kepastian  harus mulai dibangun. Agar kami semakin kompetitif dan berdaya saing,” ujarnya.

Lebih lanjut Basuki menjelaskan di Solo tidak banyak industri, namun usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan industri kecil menengah (IKM) yang mendominasi. Ia menyebut pertumbuhan ekonomi Solo yang tinggi disebabkan masuknya investasi yang masuk atau bubble. Serta banyaknya pameran dan kegitan di Solo.

Ia menjelaskan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) karena kontraksi ekonomi global yang terdampak tidak hanya di Soloraya, namun terjadi juga di Jawa Barat. “UMK itu adalah safety net, untuk pekerja dengan masa kerja di bawah 12 bulan. Kalau minimumnya sudah sedemikian tinggi, terus gimana?” tambah dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya