SOLOPOS.COM - Logo Facebook dan Instagram. (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA – Platform media sosial milik Mark Zuckerberg, Facebook dan Instagram tengah mengajukan izin social commerce di Indonesia.

Hal itu merupakan buntut aturan baru yang membuat hengkang TikTok Shop. Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim menyebut media sosial Facebook dan Instagram tengah mengajukan izin sebagai social commerce ke Kemendag.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Sebagaimana diketahui, selama ini media sosial di bawah induk Meta itu telah lama menjadi wadah promosi produk untuk diperdagangkan. Namun, aturan terbaru yakni Permendag No.31/2023 mengharuskan seluruh model bisnis PPMSE (penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik) berizin sesuai fungsinya.

Adapun pasal 1 ayat (17) menyatakan social-commerce adalah penyelenggara media sosial yang menyediakan fitur, menu, dan/atau fasilitas tertentu yang memungkinkan pedagang (merchant) dapat memasang penawaran barang dan/atau jasa.

Sementara pasal 21 ayat (3) menyatakan PPMSE dengan model bisnis social-commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya.

“Sedang mengajukan [izin] sosial commerce,” ujar Isy saat ditemui di Kantor Badan Pangan Nasional, Senin (16/10/2023) seperti dilansir Bisnis.com.

Dia menjelaskan, izin yang diberikan social commerce nantinya sebagai kantor perwakilan perusahaan perdagangan asing (KP3A). Adapun alasan izin sebagai KP3A yakni untuk menjembatani bilamana terjadi sengketa dengan konsumen.

“Kemudian dia [social commerce] harus menyelesaikan segala itu [sengketa] melalui kantor penghukum. Jadi KP3A itu sebagai kantor penghubung saja,” jelas Isy.

Dia memastikan dua aplikasi media sosial milik Mark Zuckerberg itu hanya akan diperbolehkan menjalankan fungsinya sebagai social commerce untuk mempromosikan produk, bukan bertransaksi dalam platform seperti yang dilakukan TikTok Shop sebelumnya.

Kemendag, kata Isy, akan terus melakukan pengawasan terhadap platform PPMSE. “Enggak boleh lah transaksi, hanya iklan saja. Pasti diawasi terus,” kata Isy.

Sementara ihwal kabar TikTok Shop bakal membuat platform e-commerce baru, kata Isy pihaknya mengaku belum menerima pengajuan izin dari platform media sosial asal China itu.

Menurutnya, sampai saat ini sosial media TikTok masih mengantongi izin sebagai KP3A yang tidak diperbolehkan untuk melakukan transaksi dalam platform layaknya e-commerce.

Sebelumnya TikTok telah resmi menutup fitur TikTok Shop di aplikasinya sejak 4 Oktober 2023 seiring mulai berlakunya Permendag No.31/2023. Penutupan itu seiring larangan untuk menjalankan bisnis e-commerce di dalam platform media sosial.

“Kalau untuk maju sebagai e-commerce sampai sekarang belum [mengajukan izin],” ungkap Isy.

Sebelumnya, Kehadiran TikTok Shop beberapa waktu lalu memantik polemik terkait pengaturan perdagangan digital, memunculkan istilah baru Social Commerce yang lebih agresif dibandingkan E-Commerce.

Alasan pemerintah memagari ekspansi social commerce pertama-tama adalah membuka peluang aksi predatory pricing hingga pintu masuk banjir impor. Pada sisi sebaliknya, alasan itupun coba dipatahkan. Sebab, sebelum muncul social commerce diwakili TikTok Shop, maneuver bakar duit hingga maraknya produk impor yang dijajakan juga terjadi pada platform e-commerce.

Penutupan TikTok Shop yang sebelumnya didukung mayoritas pedagang ritel seperti di Tanah Abang pun tak berbuah mendongkrak order. Berdasarkan penelusuran Bisnis pada pekan lalu, penilaian para pedagang pun beragam terhadap langkah pemerintah, bahkan terdapat suara yang justru menginginkan penutupan e-commerce sekaligus.

Di Indonesia, jual beli barang ataupun jasa langsung di sosial media di antaranya Facebook, Instagram, dan TikTok. Namun, Kemenkominfo menyampaikan bahwa Facebook dan Instagram tidak termasuk ke dalam social commerce. Social Commerce menawarkan beberapa keuntungan salah satunya adalah pelanggan dapat membeli produk sambil berinteraksi dengan pengguna lain.

Hal ini memudahkan pelanggan untuk mengobrol, meningkatkan kemampuan berinteraksi dengan audiens melalui konten. Untuk transaksi sosial atau sosial biasanya terdapat halaman pembayaran tersendiri. Oleh karena itu, pengguna mungkin harus membuka kembali halaman pembayaran dompet elektronik atau layanan tertentu.

Social commerce menawarkan fitur yang lebih beragam, termasuk kolom komentar. Setiap penjual perdagangan sosial memiliki kebijakan keterlibatan pelanggannya sendiri. Selain itu, social commerce yang tidak selalu menggantungkan pada kolom ulasan atau review dan tidak terlalu mempengaruhi belanja di media sosial layaknya e-commerce. Untuk social commerce, pelaku usaha sepenuhnya memanfaatkan fitur-fitur media sosial.

Misalnya menggunakan video TikTok, Reels Instagram, dan berbagai fitur lainnya. Sebaliknya, setelah TikTok Shop hengkang, kini giliran platform media sosial milik Mark Zuckerberg, Facebook dan Instagram tengah mengajukan izin social commerce di Indonesia.

Indonesia dengan populasi melek digital yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang stabil, telah menjadi salah satu pasar terbesar untuk social commerce di Asia Tenggara, mendominasi 71% pasar di Asia Pasifik dan diprediksikan mencapai pendapatan sebesar US$22 miliar dengan CAGR sebesar 47,9% pada 2028.

Potensi pasar demikian cukup menggiurkan bagi para raksasa teknologi digital. Harapannya, persaingan antar para pemain teknologi serta aturan pemerintah, kelak bisa jadi berkah bagi para pelaku ekonomi riil di Tanah Air, bukan sebaliknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya