SOLOPOS.COM - Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Program Penjaminan Simpanan Resolusi Bank, Didik Madiyono (kedua dari kiri), memaparkan terobosan yang dilakukan LPS dalam penanganan bank pada acara Temu Media di Solo, Minggu (12/5/2024). (Solopos.com/Ivan Indrakesuma)

Solopos.com, SOLO — Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) membuat berbagai terobosan baru demi menjaga kepercayaan nasabah perbankan. Salah satunya yaitu pembayaran klaim bank yang dicabut izin usahanya, kini bisa dilakukan dalam 5 hari kerja.

Inovasi terus dilakukan oleh LPS dalam menangani bank yang gagal dalam tata kelola agar nasabah tidak khawatir.

Promosi Telkomsel IndiHome dan Cooltura Gelar Festival Musik dan Budaya di 6 Kota

“Dalam rangka memberikan rasa tenang kepada masyarakat khususnya nasabah BPR yang dilikuidasi, tim LPS bergerak cepat di mana secara rata-rata pembayaran klaim sudah mulai dilakukan 5 hari kerja sejak bank dicabut izin usahanya oleh OJK,” ujar Didik Madiyono, Anggota Dewan Komisioner LPS Bidang Program Penjaminan Simpanan Resolusi Bank dalam acara Temu Media di Solo, Minggu (12/5/2024).

Berdasarkan data LPS, kata Didik, rata-rata waktu pembayaran klaim dari tahun ke tahun telah menunjukkan tren yang positif. Waktu pembayaran klaim pada tahun-tahun sebelumnya mencapai antara 9 hari hingga  14 hari kerja. Sekarang, dengan terobosan baru  yang dilakukan oleh LPS, pembayaran klaim bisa lebih cepat menjadi menjadi 5 hari kerja.

Selain terobosan percepatan pembayaran klaim simpanan nasabah, terobosan selanjutnya yang dilakukan LPS ialah early intervention dalam penanganan bank.

Berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK), LPS dapat lebih maju ke depan dalam menangani bank sebelum kondisi bank tersebut menjadi lebih buruk. Melalui undang-undang ini, fungsi LPS sebagai otoritas resolusi bank tidak sekadar menjadi paybox dan loss minimizer namun telah meningkat menjadi fungsi risk minimizer. Artinya, kewenangan LPS juga telah dilengkapi dengan fungsi surveilance dan early intervention.

Didik mengatakan LPS memilki berbagai macam opsi untuk menangani bank sebelum bank tersebut dicabut izin usahanya kemudian dilikuidasi. Opsi tersebut misalnya melakukan penjualan bank atau aset-asetnya kepada investor yang berminat.

“Hal ini telah kami praktikkan dalam penanganan beberapa BPR yang tengah ditangani LPS atau berstatus Bank Dalam Resolusi (BDR), misalnya dengan melakukan investor gathering untuk menawarkan aset-aset bank,” kata Didik.

Ia mengakui perubahan itu merupakan tantangan untuk meningkatkan kapasitas pegawai LPS yang dilengkapi dengan kemampuan pemasaran dalam rangka penjualan bank atau aset-aset bank. “Tentunya hal ini kami lakukan dengan tetap memperhatikan tata kelola yang baik.”

Update Pembayaran Klaim Simpanan Nasabah BPR yang Dicabut Izin Usahanya

Dalam pertemuan dengan puluhan jurnalis dari wilayah Jogja, Solo, Semarang (Joglosemar) itu Didik juga memaparkan data terkait pembayaran klaim simpanan nasabah BPR yang dicabut izin usahanya periode Januari – April 2024. Berdasarkan data per 8 Mei 2024, LPS telah membayarkan klaim simpanan nasabah sebesar Rp291 miliar milik lebih dari 48.000 rekening nasabah bank yang dilikuidasi. Pembayaran klaim simpanan nasabah tersebut masih terus dilakukan kepada para nasabah dari 11 Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang dilikuidasi LPS dalam kurun waktu 1 Januari hingga 30 April 2024.

Ketika ditanya mengenai kemampuan keuangan LPS untuk membayar klaim simpanan milik nasabah BPR-BPR tersebut, Didik menjelaskan bahwa keuangan LPS sangat memadai. Aset LPS sampai dengan akhir Triwulan I telah mencapai Rp225 triliun, yang diperkirakan akan terus bertambah hingga akhir tahun ini.

Sumber dana LPS sendiri berasal dari modal awal pemerintah sebesar Rp4 triliun, kontribusi kepesertaan yang dibayarkan pada saat bank menjadi peserta, premi penjaminan yang dibayarkan bank setiap semester sebesar 0,1 persen dari Dana Pihak Ketiga, dan yang terakhir adalah dari hasil investasi.

Sinergi LPS dan Industri BPR

LPS juga terus melakukan berbagai langkah preventif bersama asosiasi BPR/BPRS dalam hal ini ialah Perbarindo untuk meningkatkan tata kelola BPR melalui berbagai diskusi dan workshop sehingga penutupan atau pencabutan izin usaha BPR ini tidak mesti terjadi. Sebagaimana diketahui mayoritas BPR ditutup karena persoalan minimnya tata kelola.

“Jumlah BPR saat ini ada lebih dari 1.500. Jadi masih banyak BPR yang sehat dan bagus-bagus. Bukan berarti maraknya penutupan BPR membuat nama BPR rusak secara keseluruhan. Banyak sekali BPR yang memiliki peran dalam membantu perekonomian masyarakat di berbagai wilayah dengan beragam inovasi produk yang menarik. Dan bagi nasabah tidak perlu khawatir karena semua bank di Indonesia merupakan peserta penjaminan LPS. Jika ada bank dicabut izin usahanya LPS akan menjamin simpanan nasabah,” kata Didik .

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya