SOLOPOS.COM - Ilustrasi investasi. (Freepik).

Solopos.com, SOLO — Investasi bodong merupakan salah satu masalah finansial serius di Tanah Air.

Investasi yang mestinya memberikan keuntungan, justru memberikan kerugian bagi para nasabahnya. Mereka yang terjebak investasi bodong rata-rata tergiur dengan nominal keuntungan yang tinggi dengan jangka waktu yang pendek.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Banyaknya masyarakat yang terjebak investasi bodong di Indonesia, termasuk warga Solo, tidak lepas dari minimnya liteasi masalah keuangan dan mudah tergiur sesuatu yang bersifat instan, tanpa memperhitungkan risikonya.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS), Taufiq Arifin, menyebut ada dua faktor utama mengapa masyarakat sangat udah tergiur investasi bodong.

“Menurut saya ada dua hal utama penyebab banyaknya korban investasi bodong. Pertama, literasi keuangan kita masih sangat rendah, sebagian besar masyarakat masih belum bisa membedakan mana investasi yang masuk akal mana yang penipuan. Kedua sebagian besar masyarakat masih senang dengan hal instan, sehingga akan mudah sekali tertipu ketika ada tawaran investasi yang memberikan keuntungan besar dan cepat padahal tidak masuk akal,” ucap Taufiq Arifin kepada Solopos.com, Minggu (5/2/2023).

Taufiq Arifin juga mengkritisi bagaimana masyarakat masih belum bisa membedakan antara investasi dan judi. Masyarakat dengan mudahnya dibutakan oleh perjudian yang berkedok investasi, walhasil, banyak masyarakat yang harus mengalami kerugian karenanya.

“Bahkan ada tawaran judi yang dibungkus investasipun masih banyak yang tertipu. Artinya, antara judi dan investasi masih belum bisa membedakan, kemudian diperparah dengan adanya keinginan untuk mendapatkan keuntungan secara cepat meskipun secara kalkulasi enggak masuk akal,” tambahnya.

Pria yang juga merupakan anggota UNS Fintech Center ini, juga melihat bagaimana ibu rumah tangga (IRT) merupakan salah satu yang paling rentan terjebak investasi bodong. 

“Bisa jadi karena beberapa hal, yang pertama, karena di Indonesia umumnya IRT adalah pengelola keuangan keluarga. Kedua, tingkat konsumerisme perempuan relatif lebih tinggi dan seringkali mengambil keputusan berdasarkan ego dengan sedikit rasionalitas,” tambahnya.

Bagi Taufiq, langkah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan membentuk Satgas Waspada Investasi (SWI) sudah cukup tepat.

Tetapi diperlukan literasi yang berkelanjutan di seluruh lapisan masyarakat. Pasalnya, literasi mengenai investasi adalah salah satu filter utama untuk menghindari investasi bodong.

“Langkah OJK tersebut [dengan membentuk SWI] harus diikuti edukasi yang berkelanjutan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk meningkatkan literasu keuangan. Karena investasi bodong akan terus muncul dengan berbagai bentuk, sehingga literasi itu menjadi filter untuk mencegah terjerumus investasi bodong,” tegasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya