SOLOPOS.COM - Ilustrasi Hotel dan rumah sakit menawarkan fasilitas isolasi mandiri (isoman). (Freepik)

Solopos.com, JAKARTA — Sebuah tayangan video yang memperlihatkan para penumpang pesawat telantar di Bandara Internasional Soekarno-Hatta viral di media sosial.

Dalam video yang diunggah oleh akun Twitter @resty442_ tersebut terlihat para penumpang yang kebanyakan TKI itu baru pulang dari luar negeri.

Promosi Telkom dan Scala Jepang Dorong Inovasi Pertanian demi Keberlanjutan Pangan

Mereka semalaman mengantre untuk mendapatkan fasilitas karantina di Wisma Atlet. “Kita di Bandara Soekarno-Hatta, kita mau antre karantina di Wisma Atlet. Dari habis Magrib sampai Subuh belum selesai, masih antre, ini bener-bener pemerintah penyiksaan kepada rakyatnya,” kata seorang perempuan di video tersebut.

Menurutnya, para penumpang yang baru tiba di Tanah Air sengaja lebih memilih untuk melakukan karantina di Wisma Atlet. Pasalnya, karantina hotel yang ditawarkan oleh para calo di bandara tersebut harganya tidak masuk akal.

“Mau di hotel satu orang Rp19 juta, ini perlakuan pemerintah kepada rakyat Indonesia. Tadi banyak calo membujuk (untuk karantina di hotel),” lanjutnya seperti dilansir Bisnis.

Baca Juga: Keren! Industri Fesyen Muslim RI Masuk Peringkat Tiga Dunia

Terkait dengan hal itu, Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf mendesak Pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan karantina tersebut. Menurutnya, tingginya biaya karantina hotel itu diduga ada mafia yang bermain.

“Kami meminta BNPB selaku unsur strategis dalam Satgas Covid-19 untuk segera menindaklanjuti dugaan ini. Segera lakukan evaluasi dan koreksi secara menyeluruh terhadap temuan yang dinilai menyimpang. Jika benar terbukti, praktik mafia karantina ini mesti segera diberantas dari akar hingga pucuknya,” tegas Bukhori dikutip dari laman fraksi.pks.id, Senin (20/12/2021).

Untuk menghindari dugaan permainan mafia karantina itu, Bukhori juga meminta BNPB menjelaskan secara wajar dan terbuka harga semua hotel yang telah ditetapkan untuk menjadi tempat karantina.

Selain itu, kebijakan isolasi terpusat atau karantina di hotel diharapkan tidak dikonsentrasikan di hotel tertentu demi menghindari tudingan adanya kongkalikong antara petugas satgas dengan pelaku bisnis.

“Jangan sampai orang itu hanya dikebiri atau laiknya membeli kucing dalam karung. Itu tidak tepat dan tidak wajar. Dalam situasi mencekam seperti ini yang terdampak keras akibat pandemi itu rakyat, bukan hanya pengusaha saja,” kritiknya.

Baca Juga: Tolak Kenaikan UMP DKI, Pengusaha Minta Anies Baswedan Dijatuhi Sanksi

Anggota Baleg ini menambahkan, regulasi yang berorientasi pada pelindungan dan keselamatan rakyat tidak boleh dinodai dengan masuknya pengaruh kartel. Keberadaan kartel terbukti menimbulkan masalah baru karena, patut diduga, menjadi penyebab melonjaknya tarif hotel di atas harga yang wajar.

Terlebih lagi, tidak semua WNI yang tiba dari luar negeri memiliki kemampuan finasisal yang memadai. Oleh karena itu, alih-alih memperoleh simpati dari masyarakat, kebijakan itu justru berpotensi mendapat kecaman masyarakat.

“Tarif hotel yang awalnya Rp600.000 per malam atau Rp350.000 per malam meroket menjadi Rp800.000 hingga Rp1.200.000 dan seterusnya. Ini tidak bisa dilihat semata-mata tentang persoalan tarif hotel yang membuat kita mengernyitkan kening, tetapi di balik itu patut diduga ada kartel yang ikut bermain, ada calo-calo di situ. Calo yang tidak resmi sehingga membuat rakyat semakin menjerit. Saya berharap masalah tersebut segera diakhiri, dan saya mendukung kinerja rekan media untuk mengekspos isu ini hingga menjadi perhatian banyak pihak,” ucapnya.

Baca Juga: Garuda Indonesia Batalkan Penerbangan Umrah, Ini Alasannya

Haus Ditelusuri

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IX DPR Anshory Siregar meminta pemerintah harus segera menindak mafia hotel yang melakukan permainan harga. Pasalnya, ia menerima aspirasi ada warga yang melaporkan hotel yang biaya karantinanya berkali-kali lipat dari biaya menginap biasa.

“Saya mencurigai adanya mafia hotel yang bermain dari kebijakan wajib karantina 10 hari untuk kedatangan pelancong internasional. Aktivifas hotel-hotel ini jelas merugikan rakyat. Harga yang mereka terapkan untuk karantina ini sangat mahal dan tidak masuk akal, bisa mencapai 3 kali lipat. Kami mencurigai ini ada permainan,” ujar Ansory melalui rilis yang diterima Parlementaria, Senin (13/12/2021).

Sebagai contoh, harga paket karantina 10 malam di hotel sekitar Mangga Dua mencapai Rp11 juta per orang. Karena itu, total biaya karantina sepasang orang tua dengan 1 anak di satu kamar hotel mencapai Rp24 juta. Sehingga jika mereka pulang dari Singapura dengan biaya tiket (PP) sebesar Rp10 juta, biaya yang dikeluarkan bisa mencapai Rp34 juta.

Baca Juga: Ternyata Kesehatan Keuangan Negara Ditentukan Oleh Keluarga, Kok Bisa?

“Ini belum termasuk tes PCR ya. Biayanya kalau sama PCR bisa Rp36 juta- Rp37 juta per keluarga. Jika ini terus dibiarkan, wisatawan akan sulit berkunjung ke negara ini dan pada akhirnya merugikan pemerintah sendiri,” tutur politikus Partai Keadilan Sejahtera [PKS] tersebut. Oleh karena itu, pemerintah harus segera melakukan penindakan terhadap mafia hotel yang melakukan permainan harga.

Caranya adalah dengan menyisir hotel-hotel dan mengecek biaya-biaya yang mereka kelurkan. Anshory juga mengusulkan agar pemerintah menetapkan harga maksimal karantina di hotel.

“Pemerintah bisa terapkan harga tertinggi karantina di hotel untuk mencegah permainan-permainan pemilik hotel untuk mengeruk keuntungan besar dari kebijakan karantina ini,” ujar Ansory.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya