SOLOPOS.COM - Ilustrasi digital (Dok/JIBI)

Solopos.com, SOLO — Saat ini banyak platform gobal yang digunakan media online dalam menjaring pendapatan melalui iklan. Hanya, sebagian juga menilai untuk memperoleh pendapatan dari global platform tersebut, cenderung menuntut pada tren clickbait, bukan kualitas konten. Sementara penghitungan pendapatan yang didapat tidak jelas.

Pemimpin Redaksi Solopos Media Group (SMG), Rini Yustiningsih, dalam sebuah webinar yang disiarkan di Youtube Espos Live belum lama ini, menyampaikan saat ini SMG telah berkomitmen untuk tidak menggunakan platform programmatic selain Tadex yang merupakan produk dalam negeri.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Menurutnya, hal itu dilakukan sebagai bentuk nasionalisme serta sebagai upaya untuk menjaga ekosistem yang baik di dunia media digital atau media online.

Menurutnya saat ini banyak terdapat platform programmatic yang menuntut clickbait untuk bisa mendapatkan tambahan pendapatan pihak publisher.

“Itu [platform programmatic] yang dari Indonesia jumlahnya tidak banyak. Saya pernah cek, sebagian besar yang aneh-aneh [berisi konten yang tidak sesuai] itu kebanyakan dari Rusia, Ukraina juga ada, kemudian ada juga Google,” kata dia.

Lalu yang menjadi pertanyaan, dari kerja sama dengan global platform tersebut, berapa yang didapatkan publisher di Indonesia yang menurutnya tidak banyak, bahkan dia menyebut hanya 0,0 sekian persen. Belum lagi dengan cara penghitungan pendapatan itu yang tidak jelas. Artinya, publisher tidak punya kuasa untuk melihat pergerakan perolehannya. Selain itu karena platform tersebut merupakan platform luar, maka kemungkinan besar uang uang dihasilkan akan banyak tersedot ke luar negeri.

“Itulah kenapa kami pilih Tadex. Kita punya programmatic milik bangsa sendiri, dan nantinya perputaran uangnya ada di bangsa kita sendiri,” kata dia.

Diketahui Tadex merupakan platform programmatic yang diluncurkan oleh Telkomsel Group dan diklaim sebagai platform programmatic lokal terbesar saat ini. Dimana dalam pelaksanaannya, Tadex hanya mengakomodasi publisher yang telah terverifikasi oleh Dewan Pers. Media yang terlibat di dalamnya juga media yang tidak bergerak di ranah clickbait.

General Manager Digital Advertising Sales Telkomsel, Parulian L. Sitorus, menyebutkan keberadaan Tadex menjadi bentuk nyata dari Telkom Group dan media-media yang terlibat di dalamnya untuk membuat platform lokal untuk mewadahi publisher yang secara jurnalisme sudah benar serta memiliki produk yang tidak clickbait, atau lebih mengedepankan kualitas.

Disebutkan saat ini sudah ada sekitar 86 publisher yang tergabung di Tadex dan semuanya telah terverifikasi Dewan Pers. Dia mengatakan Tadex hanya melayani pemasang iklan yang datang dari publisher terverifikasi. Dimana konten yang ditampilkan bukanlah konten-konten clickbait atau berita miring.

“Itu yang akan kami majukan. Harapannya ini yang akan dibeli oleh advertiser. Sebab dari kalangan advertiser juga tidak mau iklannya tayang di tempat sembarangan,” lanjut dia.

Diharapkan melalui ekosistem yang dibentuk, akan muncul kerja sama yang baik di dalamnya, baik antara advertiser, publisher maupun penyedia platform. Untuk menguatkan ekosistem, Tadex menonjolkan dari sisi komersialnya. Tadex memberi kebebasan kepada publisher untuk memilih iklan yang sesuai. Bahkan sebelum iklan tayang, jelas Parulian, Tadex akan memberi tahu atau menawarkan kepada publisher jika ada brand yang mau beriklan. Kalau publisher menilai tidak cocok, bisa menolak.

Selain filtering dari sisi iklan, publisher juga dapat melakukan filtering harga. “Kami akan memberikan pembagian pendapatan yang adil, bahwa porsi terbesar harus untuk publisher. Selain Ditindaklanjuti dalam kontrak, pada perjalannya saat ada iklan juga akan ada transparansi,” kata dia.

Belanja Iklan

Sementara itu, menurut laporan Nielsen Ad Intel, belanja iklan semester I/2022 tumbuh 7 persen dibandingkan periode yang sama sebelumnya dengan total belanja iklan mencapai Rp135 triliun berdasarkan gross rate card.

Laporan Nielsen Ad Intel menunjukkan TV masih mendominasi dengan porsi belanja iklan sebesar 79,2 persen, tumbuh lebih dari 8 persen dengan total belanja iklan mencapai Rp107,5 triliun. Selanjutnya, diikuti porsi belanja iklan digital tumbuh 15,2 persen dengan belanja iklan mencapai Rp20,5 triliun. Akan tetapi, kontraksi terjadi pada media cetak sebesar 4,8 persen dan radio 0,3 persen.

Director Client Lead Nielsen Indonesia Selly Putri mengatakan selama semester pertama 2022, kategori layanan online menjadi pembelanjaan terbesar dengan total belanja iklan hingga 69 persen atau sebesar Rp28,5 triliun. Kategori hair care berada di peringkat kedua dengan pertumbuhan 20 persen dengan total belanja iklan sebesar Rp 6,9 Triliun.

“Namun secara umum, layanan online, hair care, facial care, seasoning and condiments, dan government and political organization mengambil porsi sebesar 35 persen dari total angka belanja iklan,” ujar Selly dalam siaran persnya di Kantor Nielsen, Jakarta, Kamis (11/8/2022) seperti dilansir Bisnis.

Dalam periode tersebut, Selly menuturkan Nielsen juga mencatat beberapa kategori yang menunjukkan penurunan belanja iklan. Dua kategori dengan penurunan tertinggi adalah communication equipment dan health drink, keduanya turun masing-masing 28 dan 20 persen.

“Secara umum peningkatan belanja iklan ini cukup menandakan optimisme pengiklan masih cukup tinggi untuk beriklan di tengah transisi ini. Khususnya untuk saluran televisi dan digital masih dipercaya menjadi kanal yang efektif untuk mempromosikan produknya ke publik,” ujarnya.

Menurut Selly, hal tersebut terefleksi dari pengiklan yang masih memberikan porsi yang besar terhadap bujet belanja iklannya pada kedua kanal tersebut. Terlihat belanja iklan didominasi oleh produk Fast Moving Consumer Good (FMCG) dan e-commerce, dimana FMCG banyak beriklan di saluran televisi sedangkan e-commerce banyak beriklan di saluran digital.

Dalam laporan Nielsen Digital Ad Intel semester I/2022 ini, Nielsen juga mencatat peningkatan jumlah kreatif iklan sebesar 40 persen yang didominasi oleh iklan-iklan digital dengan masa tayang pendek.

Namun yang menjadi perhatian dari laporan Nielsen adalah terkait jumlah produk baru yang muncul. Jika dibandingkan dengan 2019, jumlah produk baru pada semester pertama 2022 justru lebih kecil, yaitu sebesar 4,334 dari total 13,704 produk yang beriklan. Kategori leisure dan facial product mendominasi untuk meluncurkan iklan produk baru.

 

 



 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya