SOLOPOS.COM - Para narasumber di acara Program Sharing dan Diskusi Sinergi BUMN Berdayakan UMKM yang digelar di Griya Solopos, Selasa (27/6/2023). (Solopos.com/Bayu Jatmiko Adi).

Solopos.com, SOLO — Tidak bisa dipungkiri, jumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Jawa Tengah (Jateng) dan DIY saat ini cukup banyak. Jumlah penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga terbanyak secara nasional.

Namun masih ada beberapa tantangan yang muncul dalam pengembangan UMKM khususnya dalam hal penyaluran pinjaman modal saat ini.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Kepala OJK Regional 3 Jawa Tengah (Jateng) dan DIY, Sumarjono, menyebutkan 80% pelaku UMKM secara nasional saat ini masih belum bankable atau belum terakses dengan layanan atau produk perbankan.

Menurutnya hal itu bukan hanya karena belum mengetahui soal perbankan. Namun, bisa saja dikarenakan pelaku UMKM belum bisa mengakses perbankan karena belum dapat memenuhi persyaratan yang ditentukan perbankan.

Untuk itu menurutnya perlu adanya pendampingan lebih lanjut.

“Pendampingan ini bukan hanya dari sisi produksi. Tapi dalam hal membuat laporan keuangan,” kata dia dalam Program Sharing dan Diskusi Sinergi BUMN Berdayakan UMKM: UMKM Bangkit, Ekonomi Melejit, yang digelar Solopos Media Group (SMG) di Multifunction Hall Radya Litera Griya Solopos, Selasa (27/6/2023).

Pihaknya pun mengajak kalangan industri jasa keuangan untuk membantu mengatasi persoalan tersebut. Tujuannya agar para pelaku UMKM mampu membuat laporan keuangan.

Laporan keuangan bukan hanya dibutuhkan untuk memantau lebih detail perkembangan usaha masing-masing pelaku UMKM. Melalui laporan tersebut nantinya pihak bank juga bisa melihat seperti apa perkembangan usahanya.

“Barulah setelah itu akan dilihat apakah itu bisa diberikan kredit atau tidak. Jadi proses itu harus kita lalui. Agar bank mau menerima dan UMKM menjadi bankable,” jelas dia.

Lebih lanjut dia menyampaikan adanya persoalan lain yang muncul terkait penyaluran pembiayaan kepada masyarakat. Dimana muncul upaya untuk menghindar dari pembayaran pinjaman di kalangan masyarakat.

Modus yang digunakan salah satunya adalah dengan alasan hijrah menjadi anti riba. Dimana saat mencari pinjaman, nasabah tersebut sama sekali tidak menyinggung soal riba.

Namun ketika tiba waktunya membayar angsuran pinjaman, beralasan hijrah anti riba, sehingga tidak mau melunasi pinjamannya.

“Bahkan beberapa justru sudah syariah. Untuk data yang lengkan sedang kami kumpulkan. Kami juga sedang berkoordinasi juga dengan MUI,” kata dia dalam acara yang didukung oleh PT Bank Syariah Indonesia (BSI), PT PLN (Persero), BRI, Darso Catering, dan Finatra member of FIF Group.

Sumarjono pun mengimbau kepada pelaku UMKM yang telah memiliki pinjaman modal ke bank, untuk tetap melunasi pinjamannya.

Meski menurutnya untuk masyarakat kecil biasanya takut untuk mengemplang, namun kemungkinan juga ada. Mengingat perkembangan teknologi informasi, hasutan pun dapat dilakukan secara masif melalui media sosial.

“Untuk UMKM, jangan sampai tergiur. Sebab yang namanya hutang akan ditagih sampai kita meninggal sekalipun. Kami ingin koordinasi juga dengan pihak-pihak terkait,” lanjut dia.

Pada acara yang sama, Plh. Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Solo, Aries Purnomohadi, mengatakan tidak bankable-nya pelaku UMKM itu bisa jadi karena memang terkait persyaratan atau kriteria bank secara teknis.

Setiap perbankan memiliki standar yang harus dipenuhi. Di sisi lain pengelolaan manajemen keuangan pelaku UMKM juga butuh penanganan.

Untuk itu saat ini sebagian kalangan perbankan telah menyediakan aplikasi yang bisa membantu UMKM untuk mempermudah pencatatan.

“Kalau kita bantu sebenarnya bisa. Artinya UMKM itu memiliki potensi untuk kemudian memiliki jangkauan terhadap fasilitas pembiayaan,” lanjut dia.

Sementara itu, Pemimpin Bidang Pemasaran Bisnis BNI Slamet Riyadi Solo, Baby Subiyanto, mengatakan terkait modus hijrah anti riba, saat ini juga tengah menjadi perhatiannya.

“Saat penandatanganan akad lancar, tapi begitu waktunya bayar, hijrah. Menurut saya tidak bisa dilakukan seperti itu, sebab hutang harus dibayarkan,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya