Bisnis
Kamis, 17 Agustus 2023 - 19:52 WIB

Tantangan Kian Tinggi, SPSI Jateng Ingatkan Pentingnya Gabung Serikat Pekerja

Maymunah Nasution  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Keseruan lomba PT Solo Murni dalam rangka memperingati HUT ke-78 RI, Kamis (17/8/2023). Acara tersebut turut dihadiri oleh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jawa Tengah agar mereka lebih dekat dan membumi dengan para pekerja di Jawa Tengah. (Solopos.com/Maymunah Nasution).

Solopos.com, BOYOLALI —  Bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia (RI), Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jawa Tengah, Wahyu Rahadi mengingatkan pentingnya pekerja muda bergabung dengan serikat pekerja.

Salah satu alasan pentingnya berserikat adalah tingginya turnover rate atau persentase karyawan yang keluar dari sebuah perusahaan dalam jangka waktu tertentu di Jawa Tengah.

Advertisement

Menurutnya isu tingginya turnover rate pekerja Jawa Tengah sudah mencapai tahap yang perlu ditangani pemerintah.

Turnover rate pekerja yang tinggi lambat laun bisa membuat investasi yang masuk bukan lagi padat karya tetapi padat modal, karena investornya juga melihat di Jawa Tengah ada lapangan pekerjaan tetapi tenaga kerja minim. Pekerja-pekerja muda bisa memperjuangkan ini di serikat,” ujar Wahyu saat ditemui Solopos.com di sela-sela acara peringatan HUT RI di PT Solo Murni, Kamis (17/8/2023).

Advertisement

Turnover rate pekerja yang tinggi lambat laun bisa membuat investasi yang masuk bukan lagi padat karya tetapi padat modal, karena investornya juga melihat di Jawa Tengah ada lapangan pekerjaan tetapi tenaga kerja minim. Pekerja-pekerja muda bisa memperjuangkan ini di serikat,” ujar Wahyu saat ditemui Solopos.com di sela-sela acara peringatan HUT RI di PT Solo Murni, Kamis (17/8/2023).

Wahyu meneruskan, tantangan yang dihadapi pekerja ke depannya adalah tuntutan kemampuan dan daya adaptasi yang tinggi.

Investasi padat modal akan mendatangkan teknologi dan mesin-mesin baru masuk ke pabrik-pabrik di Jawa Tengah, sehingga pekerja dituntut mampu menguasai teknologi tersebut.

Advertisement

Pola pikir ini dia lihat berkembang karena pekerja dari sekitar pabrik bukanlah pekerja rantau.

Sebagian besar dari mereka tetap tinggal bersama keluarga masing-masing sehingga memiliki jaminan dan kenyamanan sejak awal bekerja. Kenyamanan ini dapat berakibat buruk terutama jika pekerja lambat menyadari tuntutan yang menghadapi mereka.

Selain berserikat, Wahyu juga mengingatkan pekerja muda untuk tetap rajin belajar dan meningkatkan kemampuan diri agar bisa terus beradaptasi bekerja bersama teknologi baru.

Advertisement

Terpisah, Wakil Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Solo, Sri Saptono Basuki, mengatakan saat ini dunia kerja juga menghadapi era disrupsi dan transformasi yang sudah mengubah banyak hal.

“Kini nilai tambah yang menjadi kunci pokok, dan jika tenaga kerja memiliki nilai tambah yang rendah baik di produktivitas, daya saing, kompetensi, kualitas serta attitude tentunya menjadi bahan pertimbangan saat akan meningkatkan kapasitas,” ujar Basuki saat dihubungi Solopos.com, Kamis.

Perubahan juga terjadi di budaya kerja, baik karakter maupun paradigma, sehingga menurut Basuki, link match pendidikan perlu menjadi perhatian dan ekosistemnya harus dibenahi.

Advertisement

Basuki juga menegaskan, investasi teknologi akan selalu dilihat oleh pengusaha dari nilai tambahnya. Jika tidak terlalu signifikan secara ekonomi tentunya tidak akan dipilih oleh pengusaha.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif