SOLOPOS.COM - Keseruan lomba PT Solo Murni dalam rangka memperingati HUT ke-78 RI, Kamis (17/8/2023). Acara tersebut turut dihadiri oleh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jawa Tengah agar mereka lebih dekat dan membumi dengan para pekerja di Jawa Tengah. (Solopos.com/Maymunah Nasution).

Solopos.com, BOYOLALI —  Bertepatan dengan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-78 Republik Indonesia (RI), Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jawa Tengah, Wahyu Rahadi mengingatkan pentingnya pekerja muda bergabung dengan serikat pekerja.

Salah satu alasan pentingnya berserikat adalah tingginya turnover rate atau persentase karyawan yang keluar dari sebuah perusahaan dalam jangka waktu tertentu di Jawa Tengah.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

Menurutnya isu tingginya turnover rate pekerja Jawa Tengah sudah mencapai tahap yang perlu ditangani pemerintah.

Turnover rate pekerja yang tinggi lambat laun bisa membuat investasi yang masuk bukan lagi padat karya tetapi padat modal, karena investornya juga melihat di Jawa Tengah ada lapangan pekerjaan tetapi tenaga kerja minim. Pekerja-pekerja muda bisa memperjuangkan ini di serikat,” ujar Wahyu saat ditemui Solopos.com di sela-sela acara peringatan HUT RI di PT Solo Murni, Kamis (17/8/2023).

Wahyu meneruskan, tantangan yang dihadapi pekerja ke depannya adalah tuntutan kemampuan dan daya adaptasi yang tinggi.

Investasi padat modal akan mendatangkan teknologi dan mesin-mesin baru masuk ke pabrik-pabrik di Jawa Tengah, sehingga pekerja dituntut mampu menguasai teknologi tersebut.

Namun, Wahyu menyadari kultur pekerja yang berkembang di Soloraya. Menurutnya, pabrik-pabrik di Soloraya lebih banyak menyerap pekerja sekitar yang berpikir yang penting punya pekerjaan.

Pola pikir ini dia lihat berkembang karena pekerja dari sekitar pabrik bukanlah pekerja rantau.

Sebagian besar dari mereka tetap tinggal bersama keluarga masing-masing sehingga memiliki jaminan dan kenyamanan sejak awal bekerja. Kenyamanan ini dapat berakibat buruk terutama jika pekerja lambat menyadari tuntutan yang menghadapi mereka.

Selain berserikat, Wahyu juga mengingatkan pekerja muda untuk tetap rajin belajar dan meningkatkan kemampuan diri agar bisa terus beradaptasi bekerja bersama teknologi baru.

Terpisah, Wakil Sekretaris Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Solo, Sri Saptono Basuki, mengatakan saat ini dunia kerja juga menghadapi era disrupsi dan transformasi yang sudah mengubah banyak hal.

“Kini nilai tambah yang menjadi kunci pokok, dan jika tenaga kerja memiliki nilai tambah yang rendah baik di produktivitas, daya saing, kompetensi, kualitas serta attitude tentunya menjadi bahan pertimbangan saat akan meningkatkan kapasitas,” ujar Basuki saat dihubungi Solopos.com, Kamis.

Perubahan juga terjadi di budaya kerja, baik karakter maupun paradigma, sehingga menurut Basuki, link match pendidikan perlu menjadi perhatian dan ekosistemnya harus dibenahi.

Basuki juga menegaskan, investasi teknologi akan selalu dilihat oleh pengusaha dari nilai tambahnya. Jika tidak terlalu signifikan secara ekonomi tentunya tidak akan dipilih oleh pengusaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya