Bisnis
Jumat, 22 September 2023 - 22:15 WIB

Tak hanya Pasar Offline, Hippindo Jateng Sebut Lokapasar Luar Negeri Juga Lesu

Galih Aprilia Wibowo  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pedagang memotret produk fesyen untuk kebutuhan penjualan lewat online, di salah satu kios pusat perbenjaan kain dan produk fesyen di Solo, Rabu (2/8/2023). (Solopos/Joseph Howi Widodo)

Solopos.com, SOLO — Lesunya industri ritel di Indonesia yang juga terjadi di pusat perdagangan fesyen Kota Solo tengah menjadi sorotan.

Ketua Himpunan Peritel Penyewa Pusat Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Jawa Tengah (Jateng), Liliek Setiawan menyebut beberapa dugaan penyebab lesunya pusat perbelanjaan fesyen saat ini.

Advertisement

Liliek mengatakan lesunya industri ritel tidak hanya terjadi pada pasar offline, namun juga perdagangan fesyen di lokapasar. Bahkan hal serupa juga terjadi di luar negeri.

“Sejujurnya pasar online juga mengalami penurunan. Semua marketplace di dalam dan luar negeri mengeluh,” terang Liliek kepada Solopos.com, pada Jumat (22/9/2023).

Advertisement

“Sejujurnya pasar online juga mengalami penurunan. Semua marketplace di dalam dan luar negeri mengeluh,” terang Liliek kepada Solopos.com, pada Jumat (22/9/2023).

Liliek menyebut ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini, salah satunya krisis ekonomi di Eropa .

Salah satu reseller di Shopee, Wildan Farih, mengakui ada penurunan penjualan. Ia menyebut hal ini adanya platform digital TikTok yang memfasilitasi produsen untuk menjual langsung ke konsumen.

Advertisement

“Hal ini menyebabkan putusnya rantai distribusi. Rantai distribusi ini terputus tentunya membuat efek pada penurunan perekonomian dari pihak distributor maupun toko yang selama ini sudah ada. Apalagi aplikasi Tiktok itu untuk harga lebih murah dibandingkan kompetitor lain, mungkin karena strategi mereka yang diindikasikan sebagai praktik predatory pricing,” tambah dia.

TikTok Shop Tidak Dilarang Beroperasi

Di sisi lain, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Isy Karim mengatakan, revisi Permendag No. 50/2020 akan mengatur dengan jelas mengenai social commerce.

“Itu bukan dilarang, diatur kembali. Nanti tentu ada pemisahan,” kata Isy saat ditemui di Kantor Pusat Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jumat (22/9/2023).

Advertisement

Terkait dengan proses revisi Permendag No.50/2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan izin prakarsa dan sedang diproses oleh Kemendag, untuk kemudian di tandatangani oleh Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan.

Kemendag mengharapkan agar beleid tersebut ditandatangani paling lambat Senin (25/9/2023) untuk kemudian diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).

Isy menyampaikan, proses pengundangan di Kemenkumham kemungkinan akan memakan waktu selama satu pekan. “Nanti kita tunggu proses dari Kemenkumham,” ujarnya. Lebih lanjut Isy menuturkan, dalam revisi Permendag No. 50/2020 pengertian e-commerce dan social commerce akan diatur lebih jelas.

Advertisement

Selain itu, akan diatur pula pembatasan harga minimum barang yakni US$100 atau setara Rp1,5 juta yang boleh ditampilkan di marketplace yang menerapkan cross border atau penjualan lintas batas.

Positive list atau barang-barang yang dapat dijual juga akan tercantum dalam beleid ini. Diatur pula larangan marketplace bertindak sebagai produsen.

“Misal Tokopedia membuat barang sendiri mereknya dijual di situ. Itu dilarang, diatur di situ,” jelasnya. Selanjutnya, barang-barang yang diperjualberlikan di marketplace harus memenuhi standar, misalnya Standar Nasional Indonesia (SNI)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif