SOLOPOS.COM - Pemeran keris yang diadakan oleh Paguyuban Tosan Aji Sukoharjo dalam rangka hari pahlawan di Solo Grand Mall berlangsung Jumat-Minggu (10-12/11/2023). (Solopos.com/Dhima Wahyu Sejati)

Solopos.com, SOLO — Keris kini tidak lagi dipandang sebagai benda klenik melainkan benda seni yang memiliki nilai ekonomi dan patut untuk dikoleksi. Tidak jarang keris juga dijadikan sebagai cendera mata.

Hal itu diungkap oleh salah satu perajin aksesori keris sekaligus pedagang keris di Alun-Alun Utara Kota Solo, Aris Crsitanto. Pria asal Gentan, Sukoharjo itu menekuni bisnis keris sudah sejak 200-an awal.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Awalnya dia menekuni bisnis aksesoris keris dari SMA pada 1997 dan sekitar tahun 2000-an sudah produksi aksesori keris secara mandiri. Produknya ada pendok, mendak, selut, warangka/sarung keris, sampai singep.

Mayoritas produk buatnya biasanya menggunakan bahan dari tembaga dan kuningan. Namun ada juga yang dihias berlian, intan, dan safir. Tidak jarang ada yang memesan dengan hiasan emas dan perak.

“Saya tidak pernah kerja lainnya, saya bisa beli mobil dan rumah ya dari sini, teman-teman juga sama,” kata dia ketika berbincang dengan Solopos.com, Jumat  (10/11/2023).

Dia menyebut peminat keris secara umum masih cukup banyak. Terlebih ketika kondisi ekonomi sedang baik, para kolektor keris tidak akan ragu mengalokasikan uangnya untuk hobinya itu.

“Ramainya tergantung kondisi ekonomi, karena ini kan buka kebutuhan pokok, tapi hanya hobi. Jadi kalau ekonominya bagus ya pasti ramai,” kata dia.

Dia saat ini sudah memiliki enam tukang untuk memproduksi aksesoris keris. Masing-masing tukang, menurutnya bisa mendapatkan pendapatan setara upah minimum Kota Solo.

“Satu tukang sehari bisa mendapatkan Rp75.000 sampai Rp100.000, jika dikali sebulan bisa Rp2,250 juta sampai Rp3 juta,” kata dia.

Selain aksesoris, dia juga menjual keris sebagai cindera mata. Namun dia tidak membuat sendiri melainkan pesan pada pengrajin keris di Madura.

“Saya kerja sama dengan orang madura untuk pembuatan keris. Jadi yang saya jual itu keris biasanya, yang Kinatah, yang pakai emas itu. Emasnya ada yang ditempel, ada juga yang dilapisi,” kata dia.

Dia mengatakan pangsa pasar dan ekosistem bisnis keris sampai sekarang masih bagus. Hal ini menurutnya tergambar melalui banyaknya pameran keris di berbagai wilayah. Melalui pameran tersebut menandakan bahwa masih terdapat penjual, pengrajin, dan kolektor yang berkumpul dalam satu acara.

Menurunnya minat keris yang tinggi juga semakin menepis stigma benda seni itu yang selalu identik dengan perdukunan atau klenik. “Sedangkan sekarang keris sudah dipandang sebagai sebagai hobi dan investasi,” kata dia.

Dia menjual keris paling murah Rp1,5 juta sampai Rp2 juta. Sedangkan dia mengaku pernah menjual keris dengan harga paling tinggi yakni Rp200 juta. “Waktu itu karena bahannya lawas, ada emasnya, pondoknya bagus, ukir kerangka juga bagus,” kata dia.

Untuk aksesoris, dia menjual dari paling murah Rp150.000. Sedangkan harga jual keris dengan aksesoris perak bisa sampai Rp10 juta. “Kalau dengan emas bisa lebih mahal lagi,” kata dia.

Dia juga memanfaatkan sosial media untuk mempromosikan dagangannya seperti Facebook, Instagram, dan TikTok. Selain itu dia memanfaatkan WhatsApp Grup dari paguyuban penjual dan pengrajin keris di berbagai daerah di Indonesia.

“Itu kan bisa menjadi pasar ya, bisa dapat pembeli dari situ, dari situ saja sudah cukup. Soalnya saya kan gabung lebih dari 30 WhatsApp grup dan masing-masing anggotanya bisa ratusan kan,” kata dia.

Keberlangsungan bisnis keris yang masih memiliki masa depan cerah juga disampaikan oleh Ketua Paguyuban Tosan Aji Sukoharjo (Panji Suko), Sean Budi Utomo yang menyebut banyak orang yang bisa hidup melalui sektor ini.

“Buktinya banyak dari pengrajin dan penjual itu bisa hidup. Ada juga pengrajin yang punya belasan karyawan. Ini kan artinya bisnis di bidang seni atau keris ini masih menjanjikan,” kata dia.

Menurutnya memang pada mulanya segmentasi dari keris adalah orang-orang kelas menengah ke atas. Namun menurutnya ada banyak keris yang bisa dijangkau oleh orang kebanyakan.

“Keris lama yang harganya Rp250.000 sampai Rp500.000 itu ada. Sedangkan keris baru yang harganya sampai puluhan juta juga ada. Tergantung kualitas dan kelangkaan. Maka ya orang bisa menyesuaikan kemampuan untuk beli,” kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya