Bisnis
Selasa, 10 Oktober 2023 - 16:03 WIB

Tak hanya Bertumpu pada UU Tekstil, Industri Tekstil Dituntut Kreatif

Gigih Windar Pratama  /  Ika Yuniati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi seorang karyawan sedang bekerja di pabrik PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL). Divisi garmen merupakan salah satu pilar usaha perusahaan tekstil berbasis di Sukoharjo ini. (Sritex.co.id).

Solopos.com, SOLO — Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah, Frans Kongi, menilai undang-undang tekstil yang sedang masuk Program Legislasi Nasional Prioritas (prolegnas) Baleg DPR RI, bertujuan melindungi industri tekstil lokal, bukan melarang total barang impor masuk ke Indonesia.

Saat ditemui Solopos.com, di sela-sela acara Musyawarah Kota (Muskot) ke-10 DPK Apindo Solo, Senin (9/10/2023), Frans Kongi menilai secara kualitas hasil industri tekstil lokal tidak kalah dengan produk dari luar negeri.

Advertisement

“Sebenarnya kemampuan tekstil dalam negeri ini tidak kalah dengan negara manapun. Jadi kami mau supaya pemerintah bisa melindungi industri dalam negeri. Misalnya impor tekstil ilegal itu tidak boleh terjadi, impor ya bayar bea masuk, bukan kami enggak mau barang impor masuk, karena kami pun juga masih ekspor dan malah bisa di boikot nantinya,” ucapnya.

Frans juga mengingatkan, semua barang yang masuk ke Indonesia harus membayar bea masuk. Ia pun menyoroti kebijakan luar negeri yang membuat harga produk impor bisa lebih murah dan akhirnya bisa merugikan industri lokal.

Advertisement

Frans juga mengingatkan, semua barang yang masuk ke Indonesia harus membayar bea masuk. Ia pun menyoroti kebijakan luar negeri yang membuat harga produk impor bisa lebih murah dan akhirnya bisa merugikan industri lokal.

“Kami mau yang fair, mereka yang impor harus bayar pajak. Sekarang mereka bisa bayar murah sekali karena ada kebijakan dalam negeri mereka itu. Buat kita itu rugi besar, sedangkan mereka enggak terasa kerugiannya, harga pokok mereka lebih murah jadinya,” ulasnya.

Terpisah, Pengamat Ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS), Bhimo Rizky Samudro, menilai undang-undang tekstil seharusnya tidak menjadi tumpuan bagi industri tekstil.

Advertisement

“Kalau mau membangkitkan industri tekstil lebih kuat secara struktur, semestinya tidak hanya menggantungkan kepada pemerintah saja, tapi harus lebih kreatif. Sekali lagi saya melihatnya bagaimana memperkuat kekhasan baik dari input ataupun produknya,” ucapnya.

Bhimo mengatakan, saat ini yang perlu ditingkatkan adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) agar bisa membantu industri tekstil bersaing. Menurutnya, dengan kualitas SDM yang bagus bisa membantu industri tekstil meningkatkan return of investment (ROI).

“Secara SDM jumlahnya di Indonesia ini enggak kalah, tapi dari sisi produktifitas ini yang jadi pertanyaan. kenapa orang sekarang lebih senang ke properti karena ROI nya tinggi, tantangannya saat ini bagaimana industri tekstil ini punya ROI yang tinggi, mereka diberi previlage tapi enggak berkembang. Sekarang bagaimana SDM ini mulai ada sense of belonging untuk mengembangkan industri tekstil nasional,” ulasnya.

Advertisement

Sebelumnya, Presiden Komisaris PT Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, mengatakan, saat ini undang-undang tekstil diharapkan bisa meningkatkan serapan pekerja di industri tekstil.

“Anak-anak bangsa ini harus bisa berinovasi membuat produk kalau enggak ada inovasi bagaimana mau maju, kemudian menambah lapangan pekerjaan setelah itu devisa. Kemudian menciptakan enterpreneur baru di situ, jadi bukan hanya selling saja tapi bagaimana memproduksi di dalam negeri,” ulasnya.

Disinggung mengenai kapan UU pertekstilan bisa keluar, Iwan berharap bisa disahkan oleh DPR di 2024.

Advertisement

“Semoga di 2024 bisa, karena sudah masuk Program Legislasi Nasional Prioritas (prolegnas), ini inisiasi dari DPR dan industriawan tekstil,” lanjutnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif