SOLOPOS.COM - Sejumlah narasumber memberikan materinya dalam Talkshow Online Kesehatan 2023: Indonesia Sehat, Indonesia Maju, yang digelar Solopos Media Group dan disiarkan di Youtube Espos Live, Rabu (15/11/2023). (Tangkapan layar/Youtube Espos Live).

Solopos.com, SOLO – Berbekal bonus demografi, Indonesia mencoba untuk terus bangkit menuju negara yang lebih maju. Namun bonus demografi saja tidak cukup menjadi bekal, melainkan harus didukung dengan kesehatan setiap warganya, terlebih mereka yang berada di masa-masa produktif.

Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah pun terus berupaya untuk mewujudkan masyarakat yang sehat. Juru Bicara Kementerian Kesehatan sekaligus Dirut RSUP Fatmawati, Mohammad Syahrir, mengatakan saat ini Indonesia memiliki bonus demografi yang cukup tinggi. Dimana 68% dari populasinya merupakan usia produktif yang puncaknya ada di 2030 nanti.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Namun, masih menjadi pertanyaan, apakah nantinya bonus demografi tersebut akan menjadi kabar baik atau tidak. “Dari Presiden sudah mengingatkan bahwa bonus demografi saja tidak cukup. Kita perlu meningkatkan produktivitas tenaga kerja sebanyak 40%. Saat ini Indonesia masuk middle income, harapannya dengan bonus demografi ini akan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan pendapatan yang bagus, menuju negara maju,” kata dia dalam Talkshow Online Kesehatan 2023: Indonesia Sehat, Indonesia Maju, yang digelar Solopos Media Group dan disiarkan di Youtube Espos Live, Rabu (15/11/2023).

Menurutnya untuk menjadi Indonesia yang maju, diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang unggul. Di mana SDM yang unggul tersebut harus sehat, cerdas dan produktif. Dia pun mengajak semua pihak untuk mengambil peran guna memastikan bahwa generasi Indonesia berikutnya adalah generasi yang sehat, berpendidikan dan produktif.

Namun dalam hal kesehatan, masih ada sejumlah persoalan yang muncul. Di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Akses layanan fasilitas kesehatan.

Dengan kondisi demografi yang sangat beragam, masih ada beberapa daerah yang masih kesulitan dapatkan akses kesehatan.

2. Pemerataan fasilitas kesehatan dan SDM.

Disebutkan bahwa saat ini masih sering didengar beberapa daerah yang kekurangan dokter, perawatan dan sebagainya.

3. Mutu layanan kesehatan.

Pemerintah berharap semua masyarakat mendapatkan mutu layanan kesehatan yang baik. Namun saat ini masih banyak orang memilih berobat ke luar negeri. Ada kemungkinan hal itu juga berkaitan dengan dengan mutu layanan.

4. Biaya layanan kesehatan.

Ada sejumlah penyakit yang menyedot anggaran terbesar. Berdasarkan informasi dari BPJS Kesehatan, ada sekitar 10 penyakit yang harus dilakukan intervensi agar pembiayaannya tidak terlalu besar.

5. Capaian program kesehatan masyarakat.

Saat ini angka stunting masih di atas 5%, angka kasus TB juga masih cukup tinggi secara global. “Kelima masalah kesehatan tersebut sangat penting untuk kita lakukan transformasi guna menyiapkan negara dengan usia produktif yang tinggi. Dari lima masalah besar tadi, maka pemerintah memberikan terobosan melalui transformasi sistem kesehatan,” jelas dia.

Ada enam pilar transformasi yang dimaksud. Di antaranya adalah tranformasi layanan primer, transformasi layanan rujukan, transformasi sistem ketahanan kesehatan, transformasi sistem pembiayaan kesehatan, transformasi SDM dan transformasi teknologi kesehatan. “Intinya adalah bagaimana kita melakukan suatu upaya promosi, preventif termasuk edukatif agar masyarakat memiliki perilaku hidup yang sehat,” lanjut dia.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Solo, Dyah Miryanti, menyebutkan pada 1 Maret 2023, jumlah cakupan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah mencapai 252,17 juta jiwa atau 90,79% dari total penduduk 277,7 juta jiwa. Di mana jumlah tersebut juga masih terus bertambah.
“Sampai 1 September kemarin ada 262,74 juta jiwa atau 94,6%. Jadi hampir 95%, artinya hampir [mencapai target minimal] Universal Health Coverage untuk Indonesia,” jelas dia.

Untuk melayani peserta JKN yang ada, saat ini sudah ada 23.730 fasilitas kesehatan (faskes) tingkat pertama di 2022. Kemudian faskes rujukan tingkat lanjutan ada sebanyak 2.963 di 2022. Keduanya ada tambahan dibandingkan 2014 yang masing-masing masih 18.437 untuk faskes tingkat pertama dan 1.681 untuk faskes rujukan tingkat lanjutan.

Tingkat utilitas di 2022 ada 1,4 juta per hari atau 502,8 juta per tahun. Dimana untuk 23,2 juta di antaranya merupakan kasus penyakit katastropik (gagal ginjal, jantung, kanker, leukimia, stroke dan lainnya) atau yang membutuhkan pengobatan terus-menerus. Dimana untuk jenis penyakit tersebut menyerap biaya sekitar Rp24 triliun setiap tahunnya.

Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Solo, M. Eko Irawanto, menyampaikan untuk mendukung tingkat kesehatan masyarkat perlu adanya dukungan dari semua pihak, termasuk dari kalangan masyarakat. Menurutnya jika dibandingkan pada era Pandemi Covid-19, tingkat kesehatan masyarakat saat ini jauh lebih baik.

Hanya menurutnya, suatu penyakit akan tetap ada atau terjadi karena beberapa faktor. “Ketika jumlah penduduk semakin banyak, kasus penyakit kecenderungannya juga akan semakin banyak. Penyakit ada yang sifatnya genetik, ada yang karena faktor lingkungan, genetik dan lingkungan dan tidak diketahui penyebabnya. Jika karena faktor genetik, kadang tidak bisa dihindari,” jelas dia.

Namun untuk penyakit yang kaitannya dengan faktor lingkungan, masih bisa dikendalikan, misalnya dengan menjaga pola hidup sehat. Seperti pola makan yang baik, menjaga kebersihan, rutin berolahraga dan sebagainya.

Beberapa kebiasaan yang muncul saat pandemi Covid-19 lalu, menurutnya juga baik untuk tetap diterapkan guna mengendalikan penularan penyakit. Misalnya memakai masker, menjaga kebersihan seperti mencuci tangan dengan sabun dan lainnya.

Rektor ITS PKU Muhammadiyah Solo, Weni Hastuti, menilai kesehatan memerlukan investasi cukup besar. Jika ada yang beranggapan sehat itu mahal, namun dengan menjaga pola hidup sehat, penyakit dapat dicegah dengan biaya yang murah. Dibandingkan dengan biaya pengobatan, kebiasaan menjaga pola hidup sehat dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah.

“Dengan pola makan yang benar, istirahat cukup, olahraga tepat, maka sehat bisa didapatkan secara murah. Namun sehat akan mahal ketika pola hidup kita seenaknya sehingga muncul penyakit-penyakit yang memerlukan pengobatan dengan biaya sangat besar,” kata dia.

Untuk itulah, pentingnya peran semua pihak termasuk masyarakat dalam mewujudkan Indonesia Sehat Indonesia Maju. Sebab dengan kondisi yang sehat, semua aktivitas dapat dilakukan dengan baik dan lancar. Mulai dari bekerja, belajar hingga beribadah. “Maka saya sepakat sekali dengan konsep Indonesia Sehat Indonesia Maju ini,” lanjut dia.

Sementara itu Kepala Balai Besar POM di Semarang, Lintang Purba Jaya, mengatakan selain menjaga ketahanan tubuh, kesehatan seseorang juga ditentukan dengan apa yang dikonsumsinya. Baik berupa obat, makanan dan segala yang dikonsumsi dalam kesehariannya.

Di sisi lain, saat ini Balai Besar POM, di Semarang, memiliki tantangan untuk mencapai Indonesia sehat. “Tantangan yang paling mendasar yang ke depannya menjadi suatu ancaman, yakni bagaimana upaya strategis untuk penanganan pasar lokal dan global,” kata dia.

Menurutnya perlu pengawasan lebih terkait penyebaran obat-obatan atau makanan yang masuk dan diedarkan baik dari Indonesia maupun luar Indonesia. Termasuk mengenai pasokan bahan baku yang masih tergantung dari luar Indonesia. Termasuk juga kerawanan produk-produk yang kualitasnya di bawah standar kesehatan serta produk palsu.



“Ini yang akan kita hadapi ke depannya,” jelas dia. Menurutnya hal itu bukan hanya tanggung jawab Balai Besar POM sepenuhnya, tapi juga tanggung jawab masing-masing individu untuk bisa melindungi diri sendiri dari produk-produk yang berisiko pada kesehatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya