SOLOPOS.COM - Menkop UKM, Teten Masduki dalam acara Road to Indonesia Startup Ecosystem Summit 2023 di Solo Techno Park, di Kecamatan Jebres, Kota Solo, pada Jumat (11/8/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki meminta sektor perbankan untuk menggunakan skema credit scoring. Hal ini bertujuan mempermudah akses pembiayaan untuk pelaku usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

Teten menilai poin penting pengembangan UMKM harus didukung dari kebijakan kredit perbankan. Ia menuturkan menurut data Bank Indonesia, sebanyak 69% pelaku UMKM di Indonesia belum mengakses pembiayaan perbankan.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

“Artinya harus ada reformasi di perbankan. Saat ini UMKM, itu terkendala karena bank itu masih menerapkan penyaluran kreditnya harus pakai agunan, aset,” terang Teten saat ditemui awak media dalam acara Road to Indonesia Startup Ecosystem Summit 2023 di Solo Techno Park, di Kecamatan Jebres, Kota Solo, pada Jumat (11/8/2023).

Ia juga menguraikan sektor perbankan telah menggunakan skema credit scoring pada 145 negara. Menurutnya, rekam jejak digital dan kesehatan usaha bisa dijadikan aset atau agunan.

“Atau misalnya, order dari pemerintah misalnya dalam pengadaan barang dan jasa. Itu juga wudah bisa dijadikan agunan. Sudah banyak aplikasi digital di Indonesia yang bisa membantu bank untuk melakukan credit scoring,” tambah Teten.

Dalam hal ini, pihak perbankan harus memeriksa secara detail calon nasabah dan dinilai aman dan mampu bayar. Ia juga menjelaskan di luar negeri sektor peer to peer lending atau fintek telah diizinkan kredit Rp2 miliar tanpa agunan. Namun ia juga menyebut, kelemahan fintek adalah bunga yang tinggi.

Dalam hal ini, Teten meminta adanya perubahan kebijakan pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mempermudah UMKM dalam mengakses pembiayaan. Kendati demikian alasan bank dalam menerapkan prinsip prudent atau kehati-hatian. Namun, lanjut Teten, agunan berupa aset fisik itu belum tentu aman.

Menurut Teten ada kerentanan manipulasi nilai agunan atau nilai aset. Sehingga skema credit scoring dengan melihat kondisi kesehatan usaha tidak bisa direkayasa.

Indikator kesehatan usaha menurut Teten bisa dilihat dari pembayaran pajak dan juga perkembangan usaha dalam beberapa tahun ke depan.

“Kalau aset kan bisa dimanipulasi nilainya sehingga banyak nanti kredit macet karena gagal bayar. Karena sebenarnya ada manipulasi nilai aset. Tapi kalau credit scoring, [melihat] kesehatan usaha, [menurut] saya itu jauh lebih valid,” pungkasnya

Dilansir dari antaranews.com, Kemenkop UKM menghadirkan skema kredit usaha rakyat (KUR) klaster sebagai terobosan untuk mengatasi persoalan akses permodalan yang dihadapi UMKM.

Skema KUR Klaster juga menjadi solusi meningkatkan kepercayaan perbankan atau mengurangi risiko kredit macet. Melalui KUR Klaster, perbankan bisa memberikan pembiayaan KUR kepada kelompok usaha dengan plafon hingga Rp500 juta per orang.

Kredit KUR diberikan kepada UMKM secara berkelompok yang terintegrasi dari hulu hingga hilir sehingga ada kepastian pasar bagi pelaku UMKM karena offtaker atau pembelinya sudah jelas. Pengelolaan UMKM secara kelompok juga memudahkan perbankan melakukan proses monitoring.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya