SOLOPOS.COM - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahendra Siregar dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK September 2024 melalui Zoom Meeting pada Senin (9/10/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan sektor jasa keuangan di Indonesia masih terjaga stabil di tengah suku bunga global tinggi.

Hal tersebut diungkapkap oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar. Mahendra menjelaskan sektor jasa keuangan yang stabil didukung karena permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan profil risiko yang terjaga.

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Oleh sebab itu, hal ini meningkatkan optimisme bahwa sektor jasa keuangan Indonesia mampu memitigasi risiko higher for longer suku bunga global.

Namun demikian, kondisi ekonomi yang beragam di berbagai negara ekonomi utama perlu diperhatikan.

“Di Amerika Serikat yang tingkat inflasinya masih tinggi di tengah masih solidnya kinerja perekonomian di sana mendorong kebijakan bank sentral Amerika Serikat atau The Fed yang diprediksi akan lebih hawkish. Sementara itu di Eropa meskin kinerja perekonomian terus lemah, tingkat inflasi yang masih tinggi otoritas moneter Eropa terus menaikkan tingkat suku bunganya. Namun juga mengisyarakan tingkat suku bunga saat ini telah mencapai puncaknya,” ujarnya dalam Konferensi Pers Asesmen Sektor Jasa Keuangan dan Kebijakan OJK Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK September 2023, yang diakses Solopos.com melalui Zoom Meeting pada Senin (9/10/2023).

Di sisi lain, pemulihan ekonomi di Tiongkok masih belum memenuhi ekspektasi dan masih berada pada level pandemi. Maka, menimbulkan kekhawatiran pemulihan ekonomu global sementara insentif fiskal dan moneter yang dikeluarkan oleh otoritas Tiongkok juga masih terbatas.

Lebih lanjut, Mahendra menyebut kondisi ekonomi global ini mendorong kenaikan yield surat utang dan nilai tukar Amerika Serikat terhadap mata uang utama dunia lainnya, serta negara berkembang.

Oleh karena itu, hal ini mengakibatkan tekanan outflow dari emerging market, termasuk Indonesia.

Sedangkan di Indonesia, lanjut Mahendara volatilitas pasar keuangan, baik saham maupun obligasi menunjukkan tren meningkat. Mahendra juga mengungkapkan inflasi naik sebesar 3,27% year on year (yoy), selaras dengan ekspektasi pasar sebesar 3,3%yoy.

Hal ini didukung dengan kenaikan harga kelompok pengeluaran, terutama makanan, minuman, dan tembakau. Sementara itu, tren inflasi inti melambat menjadi 2,18% yoy, yang tercermin dari rendahnya penjualan ritel.

Di sisi lain, untuk sektor korporasi, Mahendra mengatakan relatif masih baik. Ini tercermin dari Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur yang terus berada di zona ekspansi dan neraca perdagangan masih mencatatkan surplus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya