SOLOPOS.COM - Pengunjung menikmati hidangan Selat Solo di outlet Selat Vien’s Pusat di Jl. Hasanuddin, Solo pada Kamis (13/7/2023). (Solopos.com/Galih Aprilia Wibowo).

Solopos.com, SOLO — Cita rasa manis gurih dan menyegarkan dalam seporsi selat Solo memang selalu menggoyang lidah. Steak Eropa ala Jawa ini berisi potongan daging lengkap beserta sayuran mulai dari wortel, kentang, buncis, dan daun selada.

Hidangan selat juga lengkap dengan telur disiram kuah dengan bumbu berbagai jenis rempah untuk menghasilkan rasa yang khas.

Promosi Layanan Internet Starlink Elon Musk Kantongi Izin Beroperasi, Ini Kata Telkom

Selat kerap menjadi hidangan dalam acara perayaan di daerah Solo. Ada kisah unik di belakang pilihan menu khas Kota Bengawan ini.

Dilansir dari laman indonesia.go.id pada Kamis (13/7/2023), nama selat berasal dari kata slachtje yang berarti salad. Sementara, dagingnya disebut steak atau dalam bahasa Belanda disebut sebagai biefstuk.

Jika biasanya daging steak di Eropa disajikan dalam ukuran besar dan dimasak setengah matang, beda halnya dengan daging Selat Solo.

Mengingat, tidak semua nakanan khas Eropa diterima dengan mudah di lidah kaum ningrat di Keraton Kasunanan Surakarta. Selera dan budaya lokal turut berperan.

Makanan di Jawa identik dengan cita rasa manis. Untuk menyesuaikan rasa steak dengan selera raja-raja Keraton Kasunanan Surakarta, modifikasi dilakukan.

Salah satu tempat dengan menu selat yang populer di Kota Solo adalah Selat Vien’s yang eksis sejak 2008.

Berdasarkan pantauan Solopos.com pada outlet Selat Vien’s Pusat di sekitar Jalan Hasanudin, Banjarsari, pembeli silih berganti datang jika dikalkulasikan bisa ratusan.

Saat awal berjualan dulu, satu porsi Selat Vien’s pernah dibanderol dengan harga Rp4.500. Harga tersebut kemudian terus naik berkisar Rp17.000 sampai Rp20.000-an.

Vien’s juga menjual aneka makanan tradisional lain, misalnya timlo dan sup matahari. Resep kuah miliknya juga merupakan hasil modifikasi ibunya sehingga bisa masuk ke lidah semua usia.

Pemilik Selat Vien’s, Serra Argo Rianda, Kamis (13/7/2023) mengatakan cita rasa selat yang cenderung manis berkuah hitam diganti dengan kuah cokelat menyegarkan.

Penjualan Selat Vien’s Turun saat Pandemi

Pada 2020 saat pandemi Covid-19, penjualannya turun drastis. Ia hanya mengandalkan sistem take away dan online delivery food. Selain itu ia juga harus menggunakan dana darurat perusahaan untuk tidak merumahkan karyawan.

“Memang penjualannya memang rugi. Tapi memang saat itu memang untuk bertahan bukan untuk cari cuan,” ujar Serra saat ditemui Solopos.com di Selat Vien’s Pusat di Jl. Hasanuddin, Solo.

Selain itu, momen pandemi ia gunakan untuk meningkatkan brand Selat Vien’s melalui media sosial. Dengan menggandeng kreator konten yang sempat viral, yaitu Vein’s Boys secara tidak langsung mampu mengangkat mereknya.

Pengikut di media sosial Selat Vien’s naik berpuluh kali lipat. Saat pandemi ia juga mampu membuka tiga cabang lainnya, salah satunya di Semarang. Sebelum pandemi, pada 2019 telah ada delapan cabang Selat Vien’s di Solo dan sekitarnya.

Selain itu untuk ekspansi bisnisnya ia memilih bekerja sama dengan instansi seperti mal dan rumah sakit. Selain sistem kenaikan harga yang lebih terjamin menurutnya hal ini juga berdasarkan preferensi pribadinya sendiri.

Ia mengaku belum tertarik melakukan ekspansi bisnisnya dengan sistem warabala, karena belum menemukan sistem kemitraan yang menurutnya cocok.

Selain itu kendala bahan baku yang harus tetap segar setiap harinya juga menjadi alasan. Saat ini seluruh cabang masih dipasok dari tempat produksi yang sama setiap pagi.

Pasokan bahan baku sendiri ia datangkan dari luar Solo, misalnya untuk sayur ia pasok dari wilayah Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali. Sementara itu untuk daging ia telah mempunyai supplier tetap untuk menjaga kehalalan dari produknya.

Ia menguraikan dalam menjadi seorang wirausahawan modal pertama yang harus dipegang adalah berani. Juga harus mempunyai karakteristik brand yang kuat, tidak hanya mengandalkan cita rasa.

Ada beberapa strategi bisnis yang ia selalu tekankan, yaitu harga produk yang bersaing, menjadi kepercayaan konsumen, dan punya karakteristik brand yang kuat.

“Usaha itu bukan hanya sekadar mencari keuntungan, jadi harus punya visi. Vien’s dulu visinya memang mengenalkan masakan khas Solo, 14 tahun lalu Selat Solo belum terlalu umum di masyarakat,” ujar Serra.

Menurutnya banyak anak muda saat ini yang enggan meneruskan usaha orang tua, karena masih terpaku pada zona nyaman. Pengaruh sosial media juga besar, karena banyak anak muda yang melihat hasil yang instan. Padahal semua usaha berproses dan dirintis dari bawah.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya