SOLOPOS.COM - Ilustrasi pinjol. (Istimewa).

Solopos.com, SOLO — Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono menyebut penyedia pinjaman online (pinjol) sebenarnya bisa diajak bekerja sama untuk membantu mahasiswa.

Meskipun begitu, ia menyebut perlu bagi mahasiswa untuk menghindari sifat konsumtif. Drajat menilai, mahasiswa yang terjebak utang pinjol dan gagal membayar karena pinjaman yang bersifat konsumtif untuk memenuhi keinginan.

Promosi Telkom Apresiasi Wahyu, Warrior Telkom Akses yang Viral karena Bantu Petani

“Pinjol itu kan ada kemungkinan penggunaan yang positif, seperti kiriman belum datang atau beasiswa belum turun, misalkan ternyata belum dikirim sementara pakai pinjol nanti kalau sudah ada uangnya bisa dikembalikan. Ada juga yang negatif untuk konsumsi seperti untuk nongkrong. Jadi enggak semua pinjol itu untuk negatif karena bisa jadi alternatif untuk anak-anak,” ulasnya kepada Solopos.com, Rabu (13/9/2023).

Drajat menyebut, perlu kerja sama antara pihak instansi pendidikan dengan orang tua agar mahasiswa bisa terlepas dari utang pinjol.

“Bagaimana agar anak-anak itu bisa bebas dari pinjol? yang pertama jelas hindari sifat konsumtif. Itu memang perlu diajarkan tapi enggak cukup dari pihak kampus, harus dari orang tua agar belanjanya terkontrol, orang tua punya fungsi untuk mengawasi belanja sang anak agar tidak berlebih,” jelasnya.

Drajat menilai pihak pinjol bisa bekerja sama dengan mahasiswa di saat tertentu, dengan memberikan bantuan keuangan di saat darurat, namun menggunakan persyaratan yang lebih mudah.

“Misalkan untuk dana talangan, ini memang sangat dibutuhkan, jadi sistemnya seperti bank mahasiswa. Pinjol memberikan talangan yang diberikan dengan kompensasi tertentu, mahasiswa bisa ke sana pinjam, tapi ketika beasiswa turun nanti dikembalikan. Untuk pendanaan yang lain bisa dilakukan, dengan pinjol juga bisa diajak kerja sama juga, yang jadi masalah ini memang yang konsumtif sampai bisa terjerumus ke judi online,” ulasnya.

Pengamat Ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS), Bhimo Rizky Samudro, menjelaskan, mahasiswa punya banyak cara untuk menghindari pinjaman online (pinjol) dan paylater.

Menurutnya, mahasiswa harus membedakan jangka waktu kebutuhan yang harus dipenuhi.

“Keinginan secara logis ini akan terus bertambah karena kebutuhan atau keinginan barang dan jasa itu relatif unlimited, jadi secara konsepsi tidak terbatas. Bahkan bisa dilihat makin banyak kebutuhan dan keinginan makin beragam dan substansinya makin luas, di sisi lain faktor alat pemenuhan kebutuhan seperti uang itu sifatnya bertambah tapi limited,” jelasnya kepada Solopos.com, Selasa (12/9/2023).

Menurut Bhimo, prefrensi kebutuhan juga membuat mahasiswa memiliki pinjol atau tidak.

Disinggung mengenai jumlah uang saku mahasiswa saat ini apakah cukup memenuhi kebutuhan, Bhimo menyebut sangat tergantung dari mahasiswa tersebut mengatur keuangan.

“Apakah kemudian mahasiswa yang tidak menggunakan pinjol apakah cukup dengan uang saku, akan tergantung dari prefrensi kebutuhan. Meskipun kebutuhan tidak terbatas, tapi harus dilhat apakah kebutuhan ini untuk sekarang atau tidak, yang kedua selain prefrensi adalah edukasi, meskipun literasi keuangannya jalan, tapi bisa jadi mengatur dengan lebih bijak dengan memanfaatkan uang saku,” lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya