SOLOPOS.COM - Anggota Paguyuban Manunggal Sopir Solo (PMSS) sedang berdiskusi dengan Organisasi Angkutan Darat (Organda) Kota Solo, Rabu (7/9/2022) ( Solopos/Afifa Enggar Wulandari)

Solopos.com, SOLO–Sopir angkutan barang di Kota Solo berharap kenaikan biaya sewa sebesar 20%.

Kesepakatan itu dicapai saat anggota Paguyuban Manunggal Sopir Solo (PMSS), Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Organisasi Angkutan Darat (Organda), dan perwakilan pengusaha truk bertemu di kantor DPC Organda Kota Solo, Rabu (7/9/2022).

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Pengawas PMSS, Erwanto, mengatakan PMSS secara tegas meminta penyesuaian tarif angkutan barang sebesar 20% dari ongkos angkut.

Naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) memicu kenaikan sejumlah barang. Termasuk biaya makan perjalanan yang harus ditanggung sopir.

Bahkan, menurut Erwan, harga onderdil truk kian mahal. Padahal, bila sopir dan perusahaan menyepakati sistem borongan, seluruh biaya servis dan operasional diserahkan langsung dan dikelola oleh sopir.

“Kami PMSS meminta ongkos angkutan ada penyesuaian, paling tidak 20% dari ongkos angkut. Karena tidak hanya BBM yang naik tapi juga makan, spare part,” kata Erwan.

Sementara ini, para sopir truk mengaku hanya diberi uang tambahan untuk menutup selisih kenaikan solar bersubsidi. Misalnya dalam sekali perjalanan Solo – Jakarta dengan estimasi BBM 150 liter, mereka hanya mendapat tambahan Rp247.000 sekali jalan.

“Sementara ini kita dari perusahaan ditambah cukup untuk menutup selisih kenaikan harga solar. Padahal biaya makan dan lainnya nambah juga. Spare part misalnya. itu naik semua,” kata dia.

Misalnya harga ban. Erwan mengatakan saat ini harga ban sudah mencapai Rp3,5 juta. Sementara biaya turun mesin bisa mencapai Rp10 juta.

Kedua, PMSS selaku wadah para sopir truk meminta Pemerintah tegas membuat regulasi penetapan tarif angkutan barang. Selama ini, tidak ada ketegasan dari Pemerintah dalam proses standarisasi tarif angkutan barang.

“Yang kedua pemerintah ikut andil masalah ongkos angkutan bagaimana caranya mengontrol tarif patokan. Selama ini tidak ada standar, sehingga semuanya manut pasar,” kata Erwan.

Ketiga, PMSS meminta Pemerintah untuk selektif dalam pembatasan pembelian BBM bersubsidi. Pasalnya, sejauh ini mereka merasa masih kesulitan untuk mendapatkan solar. Saat mereka harus menempuh jarak jauh, mereka harus membeli solar secara gradual.

Erwan mengatakan saat ini anggota PMSS harus membeli solar setidaknya Rp200.000 di tiap SPBU. Bila perjalanan jauh, mereka harus membeli lagi di SPBU lain. Sedangkan tiap-tiap SPBU juga mempunyai aturan maksimal penjualan.

“Naik [harga] enggak apa-apa bisa dibicarakan. Tapi susahnya ini, aksesnya ini tolong diperhatikan,” kata dia.

Senada dengan Erwan, salah satu pengusaha transportasi barang, Ali Djoko Sugiyanto juga mengatakan dua hal yang sama. Yakni kenaikan tarif sewa sebesar 20% dan regulasi yang jela dari Pemerintah.

Tak adanya regulasi yang jelas membuat persaingan transportasi barang kian terjun bebas. Seiring kenaikan BBM dan tak adanya regulasi penetapan tarif transportasi barang, usaha miliknya hanya bisa tunduk pada pasar yang ada. Pemakai jasa saat ini hanya mampu membayar kenaikan biaya transportasi barang sebesar 10%.

“Pemakai jasa menekan dengan berani membayar kenaikan 10%. Jadi penyedia malah tunduk sama yang butuh artinya mau tidak mau ini ada persaingan yang ketat,” kata dia.

Selain itu, ia juga meminta Pemerintah lebih selektif dalam membatasi pembelian BBM bersubsidi, khususnya solar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya