SOLOPOS.COM - Ilustrasi THR. (Istimewa/Freepik).

Solopos.com, SOLO – Serikat pekerja mendorong pengawas ketenagakerjaan untuk berperan aktif mengawasi implementasi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 5/2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.

Mereka menolak aturan pemotongan upah pekerja sebesar 25 persen yang diatur dalam beleid tersebut. Permenaker tersebut diteken oleh Menteri Tenaga Kerja (Menaker), Ida Fauziyah pada awal Maret 2023.

Promosi Kinerja Positif, Telkom Raup Pendapatan Konsolidasi Rp149,2 Triliun pada 2023

Dalam aturan itu disebutkan perusahaan padat karya tertentu berorientasi ekspor diperbolehkan memberikan upah sebesar 75 persen kepada pekerjanya.

Industri padat karya tertentu berorientasi ekspor meliputi industri tekstil dan pakaian jadi, industri alas kaki, industri kulit dan barang kulit, industri furnitur, dan industri mainan anak. Aturan itu hanya berlaku selama enam bulan.

Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Solo, Wahyu Rahadi mengatakan rata-rata industri padat karya di Solo masih berorientasi dalam negeri.

Artinya, perusahaan tidak bisa mengimplementasikan pemotongan upah sebesar 25 persen sesuai permenaker.

“Meski industri tekstil dan pakaian jadi, alas kaki maupun furnitur jika tidak memenuhi kriteria ya tidak bisa menerapkan kebijakan tersebut. Jadi jangan digebyah uyah. Karena rata-rata industri padat karya di Solo masih beroritenasi dalam negeri,” kata dia, saat berbincang dengan Solopos.com, Kamis (6/4/2023).

Wahyu mendorong agar pengawas ketenagakerjaan maupun instansi terkait berperan aktif mengawasi implementasi aturan tersebut.

Dia tak ingin ada perusahaan industri padat karya berorientasi dalam negeri melakukan pemotongan upah pekerja berdalih melaksanakan regulasi pemerintah.

Secara umum, serikat pekerja menolak permenaker itu diberlakukan di kalangan pekerja industri padat karya berorientasi ekspor.

“Kenaikan upah minimum kabupaten saja tidak mencapai 25 persen. Tiba-tiba pemerintah mengambil keputusan yang memberatkan pekerja. Ini sebuah paradoks kondisi buruh di Indonesia,” ujar dia.

Pernyataan senada diungkapkan Ketua Serikat Pekerja Republik Indonesia (SPRI) Sukoharjo, Sukarno. Ada beberapa industri padat karya berorientasi ekspor yang beroperasi di wilayah Sukoharjo.

Menurut Sukarno, pemotongan upah pekerja sebesar 25 persen sama saja merampas hak-hak pekerja. Secara tegas, dia menolak aturan itu diimplementasikan bagi kalangan pekerja industri padat karya berorientasi ekspor.

Sebenarnya, lanjut Sukarno, para pekerja industri padat karya tidak menerima upah secara utuh sejak munculnya pandemi Covid-19 pada 2022.

“Ada yang menerima upah 70 persen, 50 persen. Bahkan, ada pula yang menerima upah 40 persen setiap bulan. Itu jelas-jelas lebih dari 25 persen. Permenaker itu justru seolah-olah melegalkan pemotongan upah pekerja. Kami tegas menolak permenaker yang memberatkan kondisi buruh,” ujar dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya