SOLOPOS.COM - Ilustrasi Boikot Israel. (Istimewa).

Solopos.com, SOLO — Pengamat ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Bhimo Rizky Samudro, mengingatkan dampak yang terjadi akibat boikot terhadap produk pro-Israel atau merek yang berafiliasi dengan negara tersebut.

“Saya mencoba menganalisis terlepas dari kepentingan banyak pihak, konflik di Gaza antara Palestina yang direprentasikan dengan Hamas dan Israel. Israel melakukan serangan yang sangat berdampak pada aspek kemanusiaan terutama untuk warga Palestina,” ujar Bhimo kepada Solopos.com, pada Selasa (21/11/2022).

Promosi Sistem E-Katalog Terbaru LKPP Meluncur, Bisa Lacak Pengiriman dan Pembayaran

Bagi Bhimo secara pribadi, serangan langsung kepada rumah sakit, jalur distribusi pangan, dan lainnya di Palestina sangat tidak manusiawi. “Jelas berlawanan dengan aspek kemanusaiaan terlepas siapa yang memulai,” tambah dia.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) kemudian merespons fatwa yang mengharamkan penggunaan produk pro-Israel atau merek yang berafiliasi dengan negara tersebut. Larangan ini tercantum dalam Fatwa No. 83/2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina

“Aktivitas politik ini berdampak pada ekonomi. Produk yang direpresentasikan pro Israel ini ketika diproduksi di Indonesia apakah termasuk produktivitas domestik dan diukur sebagai produk domestik?” ujar Bhimo.

Menurut dia, produk tersebut juga hasil kolaborasi yakni adanya unsur produk lokal yang terlibat dalam produksi. Misalnya alat dan mesin produksi, ada juga sumber daya manusia atau pekerja yang berasal dari orang lokal Indonesia.

Bhimo menyebut, perusahaan ini juga membayar pajak sebagai penghasilan negara. Selain itu modal finansial yang berasal dari institusi keuangan domestik ataupun nasional juga berdampak pada perputaran aspek keuangan.

Di samping itu, ada pula corporate social responsibility (CSR) yang juga berimbas di  Tanah Air. Dengan adanya boikot ini, secara simbolik masyarakat memang tidak menggunakan produk pro-Israel. Hal itu secara ekonomi bakal berdampak pada produktivitas domestik.

“Pertama pada pemasukan negara. Saya tidak mencoba melihat secara komersial, tapi juga melihat secara rasionalitas, seperti apakah berdampak ada revenue atau cash flow. Kemudian SDM yang orang Indonesia, bukan orang Israel,” terang Bhimo.

Menurut Bhimo, perlu ada alternatif lain perlawanan yang tidak sekadar pada simbolik produk. “Apakah perlu pemerintah menutup dampak ini atau ada alternatif lain, tapi ya sekarang biarkan masyarakat saja, kembalikan kepada masyarakat,” pungkas Bhimo.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Solo angkat bicara mengenai risiko terhadap dunia usaha jika ada boikot terhadap produk pro-Israel atau merek yang berafiliasi dengan negara tersebut.

Menurut Wakil Sekretaris Apindo Solo, Sri Saptono Basuki, saat ini yang paling terasa yakni isu boikot produk-produk yang berafiliasi ke Israel berimbas pada sektor ritel.

“Isu boikot produk ritel berafiliasi ke Israel bikin dunia ritel menjadi enggak karuan,” terangnya saat dihubungi Solopos.com, Selasa (21/11/2023) pagi.

Lebih lanjut, Basuki menyebut isu ini juga bisa menambah tekanan bagi dunia usaha di samping adanya kontraksi ekonomi global. Disusul tantangan lain berupa tingginya suku bunga finance.

Oleh karena itu, Basuki menilai perlu ada sudut pandang yang sama untuk mengatasi permasalahan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak berbagai berita pilihan dan terkini dari Solopos.com di Saluran WhatsApp dengan klik Soloposcom dan Grup Telegram "Solopos.com Berita Terkini" Klik link ini.
Solopos Stories
Honda Motor Jateng
Honda Motor Jateng
Rekomendasi
Berita Lainnya