SOLOPOS.COM - Ilustrasi sepatu sneakers. (Freepik)
Solopos.com, SOLO — Sosiolog Kota Solo, Drajat Tri Kartono menilai tren sneakers menjadi gaya hidup merupakan sebuah konsumsi simbolik. Konsumsi simbolik, sambung dia, ketika orang mengonsumsi atau membeli sesuatu bukan karena fungsi atau kualitas barang.
“Tetapi dari segi simbol yang dia dapat, sepatu-sepatu sneakers ini melambangkan atau menyimbolkan reputasi apa yang diharapkan dari pemakai,” ujarnya saat dihubungi Solopos.com, pada Senin (23/10/2023).
Lebih lanjut, dia menguraikan konsumsi simbolik itu tidak ada batasnya. Karena yang dibeli bukan fungsinya, namun simbol yang akan dipakai.
“Maka dia akan membanding-bandingkan satu simbol dengan simbol lain, memang bisa menghasilkan sifat konsumtif, termasuk mengabaikan harga,” tambah dia.
Pengamat ekonomi Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Bhimo Rizky Samudro menguraikan gaya hidup terkait sneakers ini menunjukkan pergeseran yang tidak hanya fungsi, tapi digunakan untuk eksistensi.
Asalkan, sambung Bhimo, pembeli terutama anak muda harus sadar terhadap anggaran yang dia miliki. Bhimo menyebut ketika seseorang mengonsumsi atau membeli barang harus mempertimbangkan antara aspek kemanfaatannya dan biaya yang harus dikeluarkan.
“Boleh saja, asalkan juga dari dia mampu untuk meresponsny. Jangan kemudian terjebak paylater dan pinjaman online, dan seterusnya yang tidak kemudian tidak mampu untuk membayar angsurannya,” tambah dia.
Selain itu, ia menjelaskan merek-merek sepatu lokal juga harus bersaing dengan produk luar negeri. Dengan produk lokal yang berkualitas, maka orang akan tertarik untuk membeli.
“Ini menjadi peran besar bagi produsen lokal dan pemerintah. Agar mempu meningkatkan kualitas dan mampu menutup merek-merek dari luar negeri,” tambahnya.